
Terdampak Covid-19, Apa Perlu Korban PHK Digaji Pemerintah?

Di sini lah negara harus hadir. Sebagaimana amanat konstitusi, setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Salah satu opsi yang bisa dipertimbangkan adalah memberi bantuan kepada para korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sejumlah negara sudah lama melakukannya.
Contoh paling mudah adalah Amerika Serikat (AS), yang memberikan tunjangan pengangguran alias unemployment benefits. Program ini tertuang dalam Social Security Act of 1935.
Nilai unemployment benefits bervariasi di setiap negara bagian, tetapi rata-rata adalah US$ 450 (Rp 6,17 juta) per minggu. Sumber pendanaannya datang dari anggaran negara bagian dan pajak pemerintah pusat yang dibayarkan oleh dunia usaha.
ILO juga sudah memberi panduan umum jika sebuah negara ingin menerapkan program tunjangan kehilangan pekerjaan. Dalam Konvensi ILO 102, disebutkan bahwa jika sumber pendanaan program berasal dari iuran pekerja maka besarannya tidak boleh lebih dari 50%. Contoh, jika program jaminan kehilangan pekerjaan membutuhkan anggaran Rp 10 triliun, maka yang datang dari iuran pekerja tidak boleh lebih dari Rp 5 triliun.
Konvensi ILO 102 juga menyatakan bahwa besaran tunjangan kehilangan pekerjaan yang bisa diberikan adalah 45% dari gaji terakhir. Ini diubah dalam Konvensi ILO 168 menjadi minimal 50%.
Kemudian dalam Konvensi ILO 168 dikatakan bahwa jaminan kehilangan pekerjaan hanya bisa diberikan kepada mereka yang sudah pernah membayar iuran. Jangka waktunya bervariasi, tetapi panduan yang diberikan ILO adalah pernah membayar iuran selama 6-24 bulan.
Lalu dalam Konvensi ILO 102 juga mengatur tentang batasan waktu pemberian tunjangan, karena tentu tidak bisa diberikan selamanya. ILO memberi gambaran umum bahwa tunjangan kehilangan pekerjaan layak diberikan setidaknya 13 pekan dalam setahun.
Di negara-negara ASEAN, tunjangan bagi pengangguran bukan barang baru. Thailand, misalnya, sudah melaksanakan program ini sejak 2004.
Mereka yang berhak mendapatkan bantuan ini adalah pekerja yang pernah membayar iuran setidaknya enam kali. Perusahaan tempatnya bekerja juga harus terdaftar di Government Employment Service Office.
Tunjangan yang diterima oleh korban PHK di Negeri Gajah Putih bisa sampai 50% dari upah terakhirnya, yang bisa didapat sampai 180 hari dalam setahun. Sementara bagi orang yang menjadi pengangguran dengan sukarela (misalnya untuk merawat anggota keluarga yang sakit), bisa mendapat tunjangan 30% dari gaji terakhir selama maksimal 90 hari dalam setahun.
Negara ASEAN lainnya yaitu Vietnam juga telah menerapkan kebijakan serupa. Di Negeri Paman Ho, pemberian 'gaji' kepada korban PHK sudah dilakukan sejak 2010. Tidak hanya diberi bantuan uang tunai, pemerintah Vietnam juga menyediakan pelatihan vokasi dan mencarikan tempat pekerjaan yang baru.
Seperti di Thailand, sumber pembiayaan unemployment insurance di Vietnam berasal dari iuran pekerja dan pemberi kerja. Masing-masing dibebankan tarif 1% dari gaji.
(aji/aji)