Kapan Bumi Bisa Tenang! Kali Ini AS vs Eropa

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 June 2020 17:32
Uni Eeropa
Foto: Uni Eeropa (REUTERS/Clodagh Kilcoyne)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Uni Eropa mulai berencana untuk membuka kembali ekonominya dan memperbolehkan para pelancong dari luar negeri kembali masuk. Namun belum semua negara diperbolehkan, negara dengan kasus yang tinggi seperti AS kemungkinan besar masih dilarang masuk blok tersebut. 

Komisi Uni Eropa sebelumnya sudah menghimbau untuk membuka pembatasan internal antar negara anggota pada 15 Juni dan perlahan untuk mulai membuka diri terhadap kunjungan negara lain pada 1 Juli nanti.

Namun daftar negara mana yang diperbolehkan memasuki kawasan Eropa masih belum ditentukan dengan pasti. "Masih terlalu dini untuk menentukan negara mana yang diperbolehkan" kata salah satu pejabat yang namanya tak disebutkan, melansir CNBC International.

Untuk kondisi saat ini persyaratan yang mungkin ditetapkan adalah laju infeksi kasus di negara asal haruslah lebih rendah atau setara dengan Uni Eropa, menurut pejabat tersebut. 

Jika langkah ini diambil maka negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Brazil dan Rusia dengan laju infeksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Uni Eropa masih masuk dalam daftar hitam dan baru diperbolehkan ketika perkembangannya membaik. 

Sumber kedua dari pejabat Komisi Uni Eropa yang juga tidak ingin disebutkan namanya karena perihal sensitivitas informasi yang diberikan juga menjelaskan perihal kebijakan Uni Eropa tersebut.

Kepada CNBC International sumber tersebut mengatakan, "pembukaan gradual perbatasan luar Uni Eropa akan didasarkan pada kalkulasi risiko yang berbasis pada bukti-bukti ilmiah. Perjalanan dari beberapa negara ketiga mungkin baru akan diperbolehkan setelah kondisi membaik. Belum diputuskan negara-negara mana yang kena aturan ini, tetapi kemungkinan AS menjadi salah satu kandidat"

Pada dasarnya kedua negara sudah memberlakukan larangan berkunjung satu sama lain di kala pandemi merebak. Namun BBC melaporkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan sangat percaya diri akan ada solusi untuk masalah ini.

"Kita tentu tidak ingin membuka kembali AS dengan kekacauan ketika banyak orang yang berkunjung ke sini, begitu juga kita tak ingin menyebabkan masalah di tempat lain" begitu katanya, melansir BBC.

Meski tak memberi kejelasan secara mendetail Mike Pompeo mengatakan bahwa AS sedang berusaha agar mobilitas global kembali seperti semula.

Pada dasarnya menentukan negara mana yang diperbolehkan masuk teritori Uni Eropa bukanlah keputusan yang mudah. Aturan ini sarat akan muatan politik dan ekonomi. Sehingga tidak bisa sembarangan. 

Jika salah dalam mengambil langkah hal ini berpotensi besar menimbulkan friksi politik atau memperkeruh suasana atau konflik yang sudah terjadi. Memang wajar kalau Uni Eropa ingin melindungi warga dan ekonominya.

Namun seperti yang diketahui, hubungan antara AS dan Uni Eropa sempat renggang awal tahun ini setelah AS mencapai kesepakatan dagang interim dengan China pertengahan Januari lalu. 

Presiden AS ke-45 Donald Trump sempat menarget Uni Eropa sebagai lawan tanding selanjutnya di arena perang dagang. Praktik perdagangan yang dilakukan blok ini dinilai buruk oleh mantan taipan AS itu.

"Eropa telah memperlakukan kita dengan sangat buruk" kata Trump, mengutip Reuters. "Dalam 10,12 tahun terakhir AS menanggung defisit dagang yang sangat besar dengan Uni Eropa. Mereka memiliki penghambat yang besar dan kita juga akan memulainya. Mereka tahu itu" tambahnya.

Merespons hal tersebut pejabat Komisi Uni Eropa turut melontarkan komentar. Uni Eropa mengatakan akan bekerja sama dengan AS untuk menghilangkan segala hambatan tersebut.

Namun Uni Eropa tak segan untuk mengambil aksi retaliasi jika AS benar-benar menerapkan bea masuk untuk produk kendaraan roda empat serta produk lainnya seperti yang dikatakan Trump. Ungkapan ini diutarakan pada Februari lalu.

Permasalahan antara Uni Eropa dengan AS memang kompleks mulai dari subsidi pesawat terbang, hambatan perdagangan produk agrikultur hingga rencana Uni Eropa untuk memajaki raksasa perusahaan digital AS dan masih banyak lagi masalah-masalah lain.

Sejak 2009-2019 defisit neraca dagang AS dengan Uni Eropa terus mengalami pembengkakan. Pada 2009 U.S. Census Bureau mencatat defisitnya mencapai US$ 61,2 miliar. Tahun lalu defisitnya membengkak hampir tiga kali lipatnya menjadi US$ 178,5 miliar. 

Pada empat bulan pertama 2020, AS juga masih mencatatkan defisit ketika berdagang dengan Uni Eropa. Sejak Januari-April 2020 defisit yang tercatat mencapai US$ 55,1 miliar.

Trade protectionism telah menjadi tema global dan bahkan tren sejak perang dagang AS-China terjadi pada 2018. Dengan adanya pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, tensi geopolitik menjadi semakin tereskalasi.

Setiap negara menjadi sangat sensitif di tengah pandemi karena perekonomiannya hancur lebur akibat lockdown untuk menekan angka pertambahan kasus. Setiap kebijakan suatu negara yang dinilai merugikan negara lain akan dibalas reaktif oleh negara bersangkutan. 

Meski belum diputuskan daftar negara mana saja yang diperbolehkan masuk ke Uni Eropa dan AS masih sibuk dengan kasus infeksinya yang cenderung naik beberapa hari terakhir, keputusan ini sangatlah sensitif bagi kedua belah pihak.

Kabar terbaru bahkan AS sedang mempertimbangkan untuk mengenakan bea masuk tambahan senilai US$ 3,1 miliar untuk barang dari Eropa seperti zaitun, beer, minuman beralkohol jenis gin, keju hingga yoghurt.

Sebagaimana ditulis Bloomberg, langkah ini bertepatan dengan review enam bulan ke barang-barang Eropa sebagai balasan atas subsidi ke Airbus SE. Sebelumnya AS menggugat subsidi Uni Eropa (UE) ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena hal ini.

WTO akhirnya mengizinkan AS menaikkan tarif barang-barang senilai US$ 7,5 miliar. Subsidi ke Airbus dianggap ilegal. Penerapan tarif kemungkinan besar akan terjadi pada September.

Di saat yang sama WTO menerima laporan UE terkait subsidi ilegal AS pada Boeing. September, WTO juga akan memutuskan apakah UE bisa mengenakan tarif senilai US$ 11,2 miliar.

Juru Bicara UE mengatakan cara AS akan memperburuk situasi yang sudah buruk karena Covid-19. Tarif yang ditetapkan AS melebihi apa yang disahkan WTO dan menuntut adanya negosiasi.

Kabar ini seolah membuat dunia benar-benar dalam tensi yang tinggi. Belum juga pandemi berakhir, dunia kini harus berhadapan dengan tensi tinggi dan risiko eskalasi perang dagang di berbagai wilayah yang tentunya membuat prospek perekonomian global menjadi suram dan penuh ketidakpastian.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular