Jakarta, CNBC Indonesia - Selama periode pandemi Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) inflasi di Indonesia tercatat melambat. Inflasi yang rendah diperkirakan masih akan terjadi bulan Juni nanti.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi bulan Mei sebesar 0,07% secara month on month (mom) dan 2,19% year on year (yoy). Angka inflasi ini masih lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,08% (mom) dan 2,67% (yoy).
Inflasi bulan Mei 2020 lebih rendah dibanding pola inflasi pada periode Ramadan dan Idul Fitri yang dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata tercatat sebesar 0,69% (mom).
Rendahnya inflasi Mei dipengaruhi oleh penurunan inflasi inti dan deflasi kelompok volatile food di tengah inflasi yang terjadi pada kelompok administered prices.
Inflasi inti pada Mei tercatat mengalami perlambatan menjadi 0,06% (mom) dari inflasi bulan sebelumnya yang tercatat mencapai 0,17% (mom). Deflasi kelompok inti disebabkan oleh deflasi kelompok bawang bombay dan gula pasir serta meredanya inflasi harga emas.
Sementara itu kelompok volatile food semakin mencatatkan deflasi. Pada Mei 2020 deflasi kelompok volatile food tercatat mencapai 0,5% (mom). Padahal bulan sebelumnya deflasi untuk pos ini hanya sebesar 0,09%.
Menurut BI, deflasi kelompok volatile food dipicu oleh koreksi berbagai harga komoditas strategis seperti aneka cabai, telur ayam ras hingga bawang putih sejalan dengan melambatnya permintaan, memadainya pasokan dan terjaganya distribusi barang.
Perlambatan permintaan dipicu oleh penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah di Indonesia yang membuat permintaan dari sektor hotel, restoran dan katering (horeka).
Untuk inflasi kelompok administered price bulan Mei tercatat mencapai 0,67% (mom), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,14% (mom).
Perkembangan inflasi kelompok administere price bersumber dari peningkatan tarif angkatan udara, tarif kereta api, rokok kretek filter dan bahan bakar rumah tangga (BBRT).
Secara keseluruhan, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Mei di seluruh wilayah Tanah Air memang tercatat rendah. Pulau Sumatera mencatatkan inflasi sebesar 1,22% (yoy), Jawa sebesar 2,6% (yoy), Kalimantan 1,35% (yoy), Bali-Nusa Tenggara 1,49% (yoy), Sulawesi 1,72% (yoy) dan Maluku-Papua sebesar 1,01% (yoy).
Bank Indonesia (BI) memperkirakan laju inflasi pada Juni masih rendah. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) menjadi pemicunya.
"Kami bisa sampaikan berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) minggu pertama Juni ini, kita lihat inflasi month-to-month 0,04%. Berarti year-on-year 1,81%," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam briefing Perkembangan Ekonomi Terkini, Jumat (5/6/2020).
Jika ini terwujud, maka inflasi Juni lebih rendah ketimbang Mei. Bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi month-to-month 0,07% dan year-on-year 2,19%.
Biasanya setelah lebaran usai, tingkat inflasi cenderung melambat. Jika dilihat beberapa indikator harga terutama harga sembako memang cenderung stabil. Bahkan beberapa harga komoditas pangan strategis tertentu harganya malah turun.
Untuk harga bawang merah dan juga cabai merah besar yang memiliki margin perdagangan dan pengangkutan (MPP) yang tinggi selama 18 hari pertama bulan Juni cenderung berada pada tren penurunan.
Harga bawang merah yang sempat melejit hingga Rp 60.000/Kg di awal Juni kini sudah mendekati Rp 50.000/Kg di hampir seluruh pasar tradisional dalam negeri. Artinya di sepanjang bulan berjalan harga bawang merah telah turun 14,8%.
Sementara itu di saat yang sama, harga cabai merah cenderung stabil mendekati rentang Rp 30.000 - Rp 31.000 per kilogramnya di berbagai pasar tradisional dalam negeri.
Untuk beberapa harga komoditas pangan strategis Indonesia yang mengandalkan ekspor seperti gula pasir dan bawang putih harganya terus menurun.
Pada awal bulan ini satu kilogram bawang putih dibanderol di Rp 32.500. Per minggu lalu harga satu kilogram bawang putih sudah berada di bawah Rp 30.000 atau tepatnya berada di Rp 27.800. Artinya harga bawang putih turun 14,5% di sepanjang bulan ini.
Harga bawang putih sempat melambung di awal-awal wabah corona merebak di China. Maklum Indonesia mengkonsumsi rata-rata 500 ribu ton per tahun bawang putih. Hampir semuanya diimpor dari China.
Sehingga ketika China terjangkit wabah dan menerapkan lockdown terjadi disrupsi rantai pasok yang juga turut dirasakan Indonesia sebagai negara pengimpor bawang putih dari Negeri Tirai Bambu.
Untuk komoditas lain yang juga mengandalkan impor yakni gula pasir meski harganya masih lebih tinggi dibandingkan yang dipatok pemerintah, trennya sudah mulai menurun.
Harga satu kilogram gula pasir sudah mendekati Rp 15.000/Kg di pasar-pasar tradisional dalam negeri. Di sepanjang bulan ini saja, harga gula pasir sudah turun sebesar 6,88%.
Selain harga komoditas pangan di atas, harga daging ayam ras segar juga masih tergolong tinggi di atas Rp 30.000/kg. Bahkan nyaris menyentuh Rp 40.000/Kg. Namun harga berangsur turun sejak 12 Juni lalu dan kini dibanderol di Rp 38.050/kg.
Inflasi yang rendah bisa jadi pertanda daya beli masyarakatnya yang lemah. Daya beli yang lemah jelas menjadi masalah bagi perekonomian. Pandemi corona dan PSBB menyebabkan tingkat inflasi yang rendah di Tanah Air.
Meski inflasi masih berada di rentang target yang dipatok BI. Namun rendahnya inflasi serta kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, BI menurunkan suku bunga BI-7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps ke 4,25%.
TIM RISET CNBC INDONESIA