
Harga Gas RI Lebih Murah dari Segelas Kopi, Sampai Kapan?

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah harga minyak anjlok hingga menyentuh level minus pada 25 April, kini giliran harga gas alam yang tertekan hingga menyentuh level terendahnya dan sempat di level minus. Bagaimana arah ke depannya?
Mengacu pada Revinitif, harga gas alam saat ini berada di level US$ 1,66 per juta metrik British Thermal Unit (MMBTU). Level itu mendekati rekor terendah tahun 2020 di level US$ 1,54 per MMBTU pada 2 April 2020, yang juga terendah sejak September 1995.
Sebenarnya koreksi harga gas alam itu telah terjadi sejak 2019, menjadi komoditas dengan kinerja terburuk pada tahun tersebut dengan anjlok lebih dari 25%. Pemicunya adalah produksi yang meningkat dan suplai yang tak terserap karena pelemahan permintaan.
Prospek sektor energi tersebut memang negatif, karena musim dingin yang tidak terlalu keras (sehingga memicu pesimisme seputar permintaan), di tengah produksi yang masih tinggi dan memicu oversuplai.
Nasdaq melaporkan bahwa stok gas alam yang disimpan di 48 negara bagian meningkat hanya 93 miliar kubik kaki (Bcf) per akhir 5 Juni, atau lebih rendah dari perkiraan pasar 95 Bcf. Angka peningkatan itu juga sedikit di bawah rerata dalam lima tahun yang sebesar 94 Bcf.
Meski dengan pelemahan tersebut, stok terhitung masih lebih dari tingkat konsumsi. Kapasitas penyimpanan gas di AS saat ini berada di level tertingginya, karena permintaan yang masih rendah dan pasar global liquefied natural gas (LNG) masih sangat lemah.
Secara fundamental, total suplai gas alam berada di kisaran 93,7 Bcf per hari. Di sisi lain, konsumsi harian statis di level 79,4 Bcf. Artinya, terjadi kelebihan suplai sebesar 14,3 Bcf per hari jika dibandingkan permintaan atau konsumsi yang ada.
Dalam beberapa pekan terakhir, harga gas alam bergerak di antara US$ 1,5-US$ 2 per MMBTU. Pandemi Covid-19 juga memangkas penggunaan gas alam di industri. Semuanya terjadi secara bersamaan ketika konsumsi juga melemah akibat musim dingin yang lebih hangat 2019-2020.
Inilah yang menyebabkan harga gas alam terjerembab ke kisaran US$ 1,5 per MMBTU atau sekitar Rp 21.000, alias lebih murah dari segelas es kopi kenangan mantan yang seharga Rp 24.000 per gelas.
Harga LNG ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan masa kejayaannya pada era 2000, di mana harga ekspor bahkan bisa mencapai US$ 11 per MMBTU saat itu.