Benarkah China dan AS Kena Serangan Kedua Corona?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak pekan lalu, pelaku pasar cemas bukan main soal kemungkinan serangan kedua wabah virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Kecemasan itu kemudian mewujud dengan menghindari aset-aset berisiko.
Akibatnya, bursa saham dunia guncang. Pertengahan pekan lalu, Wall Street mengalami koreksi harian terdalam sejak 16 Maret.
Pasar keuangan Asia pun berguguran. Sepanjang pekan lalu, bursa saham, nilai mata uang, sampai harga obligasi negara-negara Benua Kuning melemah lumayan parah.
Sejatinya penularan virus corona mulai mereda sehingga banyak negara menerapkan pelonggaran kebijakan pembatasan sosial (social distancing). Awalnya pelonggaran ini disambut gembira, karena melahirkan harapan akan pemulihan ekonomi mulai paruh kedua 2020.
Namun kini yang terjadi malah sebaliknya. Seiring pengenduran social distancing, interaksi dan kontak antar-manusia meningkat. Ini dipandang bakal membuat virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu kembali menyebar. Gelombang serangan kedua alias second wave outbreak, itu yang dikhawatirkan pelaku pasar (dan seluruh dunia).
China, negara ground zero penyebaran virus corona, kembali mencatatkan kenaikan jumlah pasien baru dalam besaran yang mencolok. Setelah cukup lama berada di zona nyaman, tiba-tiba jumlah pasien positif corona di China bertambah lagi.
Ditengarai penyebabnya adalah kluster baru dari sebuah pasar tradisional di Beijing. Untuk mencegah penyebaran lebih lanjut, pemerintah China memberlakukan karantina wilayah (lockdown) parsial.
"Beijing memasuki periode luar biasa," kata Xu Hejian, Juru Bicara Pemerintah Kota Beijing, seperti diberitakan Reuters.
Per 15 Juni 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di Negeri Tirai Bambu adalah 84.778 orang. Bertambah 49 orang dibandingkan hari sebelumnya.
Pada 14 Juni, penambahan kasus baru adalah 58 orang. Ini menjadi penambahan terbanyak sejak 17 April. Jadi dalam dua hari terakhir, 107 orang terinfeksi virus corona.
Secara persentase, laju pertumbuhan kasus baru pada 15 Juni adalah 0,06% dibandingkan hari sebelumnya. Sementara pada 14 Juni, lajunya adalah 0,07%, tercepat sejak 17 April.
Kalau dibandingkan Indonesia, misalnya, tambahan kasus di China mungkin biasa saja. Namun buat China, tambahan sebesar itu sudah boleh dibilang mencemaskan.
Pasalnya, sejak 21 April belum pernah tambahan pasien baru di China lebih dari 30 orang per hari. Jadi kalau ada tambahan lebih dari 40 orang apalagi 50 orang, ya rasanya gimana gitu...