
Ini Bukti Terbaru Bahwa AS Sedang Resesi

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki Juni, optimisme konsumen dalam memandang perekonomian Amerika Serikat (AS) masih belum membaik. Bahkan optimisme pelanggan malah semakin tergerus alias jadi semakin pesimistis.
Survei yang dilakukan terhadap 1.233 orang dewasa AS pada 31 Mei - 1 Juni menunjukkan pelanggan Negeri Paman Sam makin pesimis dalam memandang perekonomian. Hal ini tercermin dari angka IBD/TIPP Economic Optimism Index yang turun 5,4% ke 47.
Penurunan ini membuat posisi indeks berada di level terendah sejak kepemimpinan Donald Trump, bahkan menjadi yang terendah sejak September 2016. Indeks ini mengukur tiga komponen utama yaitu prospek ekonomi 6 bulan ke depan, prospek keuangan konsumen dan keyakinan terhadap kebijakan pemerintah.
Mengutip Trading Economics dan Business Wire, dua dari ketiga sub-indeks mengalami penurunan. Untuk sub-indeks keuangan konsumen angkanya turun 5,9% menjadi 49,8 dari sebelumnya di 52,9. Anjloknya angka di bawah 50 menjadi kali pertama sub-indeks ini berada di teritori negatif (pesimistis) sejak Oktober 2013.
Komponen lain yang juga mengalami penurunan adalah sub-indeks keyakinan terhadap kebijakan pemerintah. Pos ini mencatatkan penurunan sebesar 9,5% menjadi 48,7 dari bulan sebelumnya di 53,8. Sub-indeks ini kembali berada di teritori negatif sejak Februari tahun lalu.
Sementara itu untuk indikator prospek ekonomi AS enam bulan ke depan angkanya sedikit mengalami peningkatan sebesar 0,2% dari 49,3 menjadi 49,4. Bulan lalu pos ini mengalami peningkatan sebesar 11%.
Jika diselami lebih dalam maka pandangan terhadap perekonomian AS di antara kelompok konsumen, terdapat beberapa perbedaan. Misal untuk kelompok yang teridentifikasi sebagai investor saham cenderung lebih optimis dibanding mereka yang bukan investor (52,8 vs 42,1).
Bursa saham yang reli terus menerus sudah mengindikasikan adanya optimisme di kalangan investor. Indeks S&P 500 kini sudah berada di atas level psikologis 3.000 dan secara year to date hanya terkoreksi 0,73% padahal Maret lalu S&P 500 anjlok sampai 30%.
Apabila ditinjau berdasarkan kelompok pendapatan, maka responden yang berpenghasilan di atas US$ 75.000 cenderung optimis (51,3), sementara untuk kelompok dengan penghasilan rendah atau kurang dari US$ 30.000, mereka masih sangat pesimis terhadap prospek perekonomian (42,7). Maklum karena gelombang PHK banyak terjadi dan terkonsentrasi di sektor dengan pendapatan yang rendah.