
Bank Dunia: Ekonomi Asia Timur Tumbuh Minimalis, RI Stagnan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia baru-baru ini merilis laporan terbarunya seputar prospek ekonomi global. Ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh nol persen alias stagnan di tahun ini sebelum akhirnya rebound tahun depan.
Pandemi Covid-19 telah menelan korban di seluruh penjuru dunia. Kejatuhan ekonomi merupakan konsekuensi dari lockdown yang diterapkan di China dan berbagai negara lainnya untuk mengendalikan wabah yang diakibatkan oleh virus corona.
Di China di mana pengendalian secara ketat dilakukan pada Februari lalu, output diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 34% di triwulan pertama secara kuartalan (QoQ). Ini merupakan kontraksi pertama yang tercatat sejak 1976.
Di saat yang sama laba industri anjlok signifikan hingga 37% (QoQ). Pendapatan fiskal dan anggaran pemerintah turun 14% (YoY). Aktivitas di China mulai membaik ketika relaksasi lockdown diterapkan di awal Maret.
Namun ketika China bangkit, perekonomian lainnya di Asia Timur dan Pasifik justru malah mengalami kejatuhan yang juga diakibatkan oleh merebaknya pandemi di negaranya. Dampak pandemi sangat terasa di sektor finansial hingga sektor riil.
Saat pandemi merebak di kawasan Asia Timur dan Pasifik, outflow besar-besaran terjadi dan membuat harga aset-aset di kawasan tersebut termasuk nilai tukarnya mengalami guncangan.
Penutupan pabrik dan terhambatnya produksi input antara memiliki dampak negatif pada rantai pasok Kamboja, Malaysia, Myanmar dan Thailand. Jatuhnya harga komoditas juga memiliki dampak negatif pada perekonomian Indonesia, Malaysia dan Laos yang bergantung pada ekspor komoditas.
Pembatasan domestik serta semakin meluasnya wabah menyebabkan turunnya konsumsi, investasi, produksi dan aliran perdagangan. Pada akhirnya krisis yang terjadi saat ini merupakan kejatuhan ekonomi terdalam sejak krisis keuangan Asia.
Wabah sudah mulai melandai di China, Malaysia dan Vietnam. Namun di banyak negara Asia Timur wabah bahkan belum mencapai puncaknya. Dalam laporan tersebut Bank Dunia menyebut Indonesia dan Filipina.
Bank Dunia juga menyebutkan, untuk menyelamatkan perekonomian dari kejatuhan yang sangat dalam negara-negara di kawasan Asia Timur telah mengambil berbagai langkah kebijakan makroekonomi melalui stimulus moneter maupun fiskal.
Dari sisi moneter bank-bank sentral di negara Asia Timur telah memangkas suku bunga acuannya, menggenjot likuiditas melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) hingga program pembelian aset-aset keuangan.
Sementara dari sisi fiskal, pemerintah juga telah menggelontorkan stimulus jumbo yang dialokasikan untuk sektor kesehatan, relaksasi pajak, hingga bantuan langsung untuk rumah tangga yang terdampak krisis. Besaran stimulus fiskal ini pun beragam mulai dari 3% hingga lebih dari 10% dari PDB.