
Harga Tanah Naik 3 Kali Lipat, Ini Curhatan Pengembang
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
03 June 2020 15:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor properti dalam beberapa tahun terpuruk diharapkan bakal bangkit di tahun 2020, tapi adanya pandemi Covid-19, sektor ini kian terpuruk. Di sisi lain, harga tanah sempat melonjak tinggi sehingga berdampak pada pengembang maupun konsumen.
Bank Indonesia (BI) sudah sempat mengeluarkan sejumlah kebijakan relaksasi loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) kredit properti dan pembiayaan properti untuk mengangkat sektor ini.
Pada November 2019 ada upaya relaksasi lalu bank sentral juga melakukan pemangkasan BI 7 Days Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan Bank Indonesia. Penurunan suku bunga acuan sejak Juni 2019 hingga awal 2020. Saat itu, suku bunga acuan masih di angka 6,00%. Setelah enam kali pemangkasan, suku bunga acuan Bank Indonesia berada di level 4,50% pada Mei 2020.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang dan Pemukiman Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali melihat stimulus itu belum berpengaruh besar.
"Kelonggaran LTV/FTV sebetulnya nggak banyak dongkrak properti menengah atas yang alami masa sulit sejak dari 2014-2020. Ini akibat kenaikan harga tanah dan rumah yang begitu besar, hampir tiga kali lipat di 2011-2013," sebutnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Rabu (3/5).
Pandemi covid-19 makin menambah tekanan pasar sehingga berdampak pada penurunan pasar, harga pun ikut terdampak terutama di segmen menengah atas. Namun, rumah dengan harga murah bisa menjadi penyelamat. Daniel melihat minat rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap diminati, karena kebutuhan memiliki hunian sebagai tempat tinggal tetap besar.
"Pasar MBR masih bertahan karena masyarakat perlu rumah layak huni," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Rumah Susah Laku, Penjualan Anjlok 40%
Bank Indonesia (BI) sudah sempat mengeluarkan sejumlah kebijakan relaksasi loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) kredit properti dan pembiayaan properti untuk mengangkat sektor ini.
Pada November 2019 ada upaya relaksasi lalu bank sentral juga melakukan pemangkasan BI 7 Days Reverse Repo Rate atau suku bunga acuan Bank Indonesia. Penurunan suku bunga acuan sejak Juni 2019 hingga awal 2020. Saat itu, suku bunga acuan masih di angka 6,00%. Setelah enam kali pemangkasan, suku bunga acuan Bank Indonesia berada di level 4,50% pada Mei 2020.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang dan Pemukiman Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali melihat stimulus itu belum berpengaruh besar.
"Kelonggaran LTV/FTV sebetulnya nggak banyak dongkrak properti menengah atas yang alami masa sulit sejak dari 2014-2020. Ini akibat kenaikan harga tanah dan rumah yang begitu besar, hampir tiga kali lipat di 2011-2013," sebutnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Rabu (3/5).
Pandemi covid-19 makin menambah tekanan pasar sehingga berdampak pada penurunan pasar, harga pun ikut terdampak terutama di segmen menengah atas. Namun, rumah dengan harga murah bisa menjadi penyelamat. Daniel melihat minat rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap diminati, karena kebutuhan memiliki hunian sebagai tempat tinggal tetap besar.
"Pasar MBR masih bertahan karena masyarakat perlu rumah layak huni," katanya.
(hoi/hoi) Next Article Rumah Susah Laku, Penjualan Anjlok 40%
Most Popular