Era Suku Bunga Tinggi Datang Lagi, Pengusaha Siap-Siap

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
22 September 2022 18:30
Karyawan merapikan manekin (patung busana) di Lippo Mal Puri Jakarta, Selasa (2/11/2021). Pemerintah mengumumkan, kini DKI Jakarta sudah menjadi wilayah kategori Level 1 dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dengan status tersebut, mulai hari ini Selasa (2/11/2021) hingga 15 November 2021 maka aktivitas masyarakat kembali dilonggarkan. Aturan tersebut tertuang di dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2021 tentang pemberlakuan PPKM Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali yang diteken 1 November 2021. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Suasana aktivitas di Pusat Perbelanjaan (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) kembali mengejutkan pasar. Setelah pada Agustus menaikkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam 45 bulan, BI pada hari ini menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 4,25%.

Kebijakan ini bakal membawa dampak signifikan bagi masyarakat luas, utamanya yang menggunakan jasa leasing atau perusahaan pembiayaan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey memperkirakan itu bakal terjadi dalam beberapa waktu ke depan.

"Ketika BI rate naik, paling nggak pinjaman kredit KPR, motor konsumsi akan terkoreksi, memang nggak serta merta setelah BI rate naik, tapi 1 kuartal sampe 1 semester ke depan pasti akan ada eskalasi untuk itu," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/9/22)

Pentingnya menjaga daya beli ini menjadi faktor penting karena produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih sangat tergantung pada konsumsi rumah tangga, dimana nilainya masih di atas 56% dari tahun ke tahun.

"Ketika suku bunga naik pinjaman-pinjaman yang harus dibayar naik, maka menggerus kemampuan mereka ketika revenue atau gaji pendapatan nggak berubah," lanjutnya.

Dampak yang terjadi bukan hanya pada kalangan menengah ke bawah, namun juga menengah ke atas. Meski demikian, dampaknya tidak akan begitu besar.

"Untuk kalangan menengah atas jadi sesuatu yang nggak signifikan, tapi untuk menengah ke bawah perlu ada bantalan-bantalan lagi untuk kebijakan berkelanjutan, dimana untuk kelompok marjinal terbesar mencapai 35-40%. Untuk jaga konsumsi, kebijakan pemer harus seimbang dan berlanjut," sebut Roy.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Kenaikan Suku Bunga, Ini Paling Ditakuti Pengembang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular