Internasional
Waduh! Demo George Floyd Picu Gelombang-II COVID-19 di AS?
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
03 June 2020 09:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) punya dua masalah yang harus dihadapi dalam waktu bersamaan. Selain demonstrasi besar-besaran atas kematian George Floyd karena perilaku rasis, kini AS harus berhadapan dengan ancaman gelombang kedua wabah pandemi corona (COVID-19).
Para ahli kesehatan khawatir bahwa pertemuan massa yang banyak akan memicu kasus baru kembali naik. Apalagi masyarakat berdemo tanpa jarak sosial.
"Apa yang kita lihat (dari demo) adalah eksperimen yang sangat disayangkan, yakni penularan virus COVID," kata Direktur Pusat Penelitian dan Kebijakan Penyakit Menular di University of Minnesota Michael Osterholm, dikutip dari ABC News, Rabu (3/6/2020).
Osterholm juga menyayangkan petugas polisi yang menembakkan gas air mata dan semprotan merica. Asap, gas air mata dan semprotan merica menyebabkan batuk. Batuk dapat menularkan aerosolisasi virus. Ini meningkatkan risiko penyebaran COVID-19.
Belum lagi, ada sekitar 5.600 demonstran yang ditangkap sebagaimana didata The Associated Press. Mereka akan memadati penjara dan duduk di dalam kendaraan dalam jarak dekat dan waktu yang lama. Ini pastinya menimbulkan potensi kasus baru. Osterholm menjelaskan hal inilah yang dapat meningkatkan risiko penularan virus selanjutnya.
Meskipun pejabat pemerintah telah memperingatkan demonstran tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan selama masa pandemi, hal ini sepertinya tidak digubris warga. Karenanya sejumlah wali kota di negara bagian meminta warga yang ikut berdemo memeriksakan diri.
"Jika Anda keluar memprotes tadi malam, Anda mungkin perlu menjalani tes COVID minggu ini... karena masih ada pandemi di Amerika yang menewaskan orang kulit hitam dan coklat," kata Wali Kota Atlanta Keisha Lance Bottoms .
Pengujian COVID-19 harus secepatnya dilakukan untuk menghindari menulari orang lain. Sebab kebanyakan orang yang terinfeksi virus ini mengalami gejala dalam 14 hari setelah terinfeksi dan dapat menyebarkan penyakit beberapa hari sebelum merasa sakit.
"Jika Anda keluar memprotes dan kembali ke rumah, Anda mungkin ingin karantina untuk sementara waktu," kata Simone Wildes, spesialis penyakit menular di South Shore Health.
"Kamu tidak tahu apa yang akan kamu bawa pulang ke orang tua, kakek nenek, anggota keluarga lain yang mungkin memiliki kondisi mendasar yang menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi."
AS kini menduduki posisi nomor satu dengan angka kasus penularan terbanyak secara global. Per Rabu dari Worldometers, AS memiliki 1.881.205 kasus terjangkit, 108.059 kematian, dan 645.974 pasien berhasil sembuh.
(sef/sef) Next Article Mengenal George Floyd, Sosok yang Membuat AS 'Membara'
Para ahli kesehatan khawatir bahwa pertemuan massa yang banyak akan memicu kasus baru kembali naik. Apalagi masyarakat berdemo tanpa jarak sosial.
Osterholm juga menyayangkan petugas polisi yang menembakkan gas air mata dan semprotan merica. Asap, gas air mata dan semprotan merica menyebabkan batuk. Batuk dapat menularkan aerosolisasi virus. Ini meningkatkan risiko penyebaran COVID-19.
Belum lagi, ada sekitar 5.600 demonstran yang ditangkap sebagaimana didata The Associated Press. Mereka akan memadati penjara dan duduk di dalam kendaraan dalam jarak dekat dan waktu yang lama. Ini pastinya menimbulkan potensi kasus baru. Osterholm menjelaskan hal inilah yang dapat meningkatkan risiko penularan virus selanjutnya.
Meskipun pejabat pemerintah telah memperingatkan demonstran tentang risiko kesehatan yang ditimbulkan selama masa pandemi, hal ini sepertinya tidak digubris warga. Karenanya sejumlah wali kota di negara bagian meminta warga yang ikut berdemo memeriksakan diri.
"Jika Anda keluar memprotes tadi malam, Anda mungkin perlu menjalani tes COVID minggu ini... karena masih ada pandemi di Amerika yang menewaskan orang kulit hitam dan coklat," kata Wali Kota Atlanta Keisha Lance Bottoms .
Pengujian COVID-19 harus secepatnya dilakukan untuk menghindari menulari orang lain. Sebab kebanyakan orang yang terinfeksi virus ini mengalami gejala dalam 14 hari setelah terinfeksi dan dapat menyebarkan penyakit beberapa hari sebelum merasa sakit.
"Jika Anda keluar memprotes dan kembali ke rumah, Anda mungkin ingin karantina untuk sementara waktu," kata Simone Wildes, spesialis penyakit menular di South Shore Health.
"Kamu tidak tahu apa yang akan kamu bawa pulang ke orang tua, kakek nenek, anggota keluarga lain yang mungkin memiliki kondisi mendasar yang menempatkan mereka pada risiko yang lebih tinggi."
AS kini menduduki posisi nomor satu dengan angka kasus penularan terbanyak secara global. Per Rabu dari Worldometers, AS memiliki 1.881.205 kasus terjangkit, 108.059 kematian, dan 645.974 pasien berhasil sembuh.
(sef/sef) Next Article Mengenal George Floyd, Sosok yang Membuat AS 'Membara'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular