Malaysia & Singapura Terancam Resesi, RI? Rasanya Tidak...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 June 2020 13:22
ringgit
Ilustrasi Ringgit Malaysia (REUTERS/Thomas White)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dua negara tetangga Indonesia yaitu Malaysia dan Singapura terancam resesi gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membuat aktivitas ekonomi mati suri. Namun bagi Indonesia, sepertinya 'hilal' resesi masih sangat samar-samar, nyaris belum terlihat.

Pada kuartal I-2020, ekonomi Singapura mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) -2,2% year-on-year (YoY). Sepanjang 2020, pemerintah memperkirakan kontraksi ekonomi berada di kisaran -4% hingga -7%.

Sementara Malaysia masih membukukan pertumbuhan ekonomi 0,7% YoY pada kuartal I-2020. Namun laporan Departemen Statistik Malaysia menyebutkan bahwa ada sinyal ekonomi bakal masuk ke jurang resesi dalam 4-6 bulan ke depan.

"Indikasi awal menggambarkan bahwa pada April dan Mei 2020 situasi ekonomi tidak kondusif bagi dunia usaha di Malaysia. Sejumlah indikator permulaan (leading indicator) memberi sinyal bahwa resesi ekonomi akan terjadi dalam 4-6 bulan ke depan. Oleh karena itu, dibutuhkan transformasi ekonomi dari yang saat ini sangat bergantung kepada industri berbasis komoditas dan bernilai tambah rendah," sebut laporan Malaysian Economic Statistics Review Vol 1/2020.




Demi mencegah penularan virus corona, dua negara tersebut memang menerapkan kebijakan pembatasan sosial (social distancing) yang ketat. Bahkan di Malaysia sudah 'naik pangkat' menjadi karantina wilayah alias lockdown.

Di Malaysia, lockdown disebut dengan Movement Control Order (MCO). Seluruh aktivitas ekonomi kecuali sektor vital ditutup dan wilayah perbatasan terlarang bagi warga negara asing.

Upaya ini bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, tetapi 'tagihan' yang datang ternyata sangat mahal. Ekonomi mengalami kontraksi dan resesi sudah di depan mata.

[Gambas:Video CNBC]





Saat dua tetangganya di ambang resesi, bagaimana dengan Indonesia? Apakah risiko resesi juga begitu nyata di Tanah Air?

Sejauh ini, sepertinya kemungkinan ke arah sana masih sangat kecil. Proyeksi dari berbagai institusi memperkirakan Indonesia bisa menghindari resesi.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II, III, dan IV tahun ini masing-masing sebesar 0,4%, 1,2%, dan 3,1%. Bahkan tidak ada kontraksi, sehingga tidak ada resesi.

Baca: Pedenya Bos BI Sebut RI Jauh dari Jurang Resesi

Sementara Moody's Analytics memang memperkirakan ekonomi Indonesia terkontraksi -3,9% pada kuartal II-2020, tetapi pada kuartal III dan IV masing-masing tumbuh positif 3% dan 2,8%. Lalu Mirae Asset meramal ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 terkontraksi -1,5%, tetapi kembali ke teritori positif pada kuartal III dan IV masing-masing 1,5% dan 4,5%.

Kontraksi adalah pertumbuhan ekonomi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama. Institusi seperti Moody's Analytics dan Mirae Asset memang memproyeksi ada kontraksi, tetapi hanya satu kuartal. Belum masuk kategori resesi.

Bahkan Morgan Stanley memperkirakan Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa pulih dengan cepat. Morgan Stanley membagi fase pemulihan ekonomi berbagai negara dalam empat kelompok besar.

Kelompok pertama hanya ada satu negara yaitu China. Sebagai negara yang paling awal terpukul (karena virus corona berawal dari sana), China juga menjadi negara yang paling bangkit paling duluan. Bahkan Morgan Stanley memperkirakan ekonomi China bisa kembali ke level sebelum pandemi virus corona paling cepat pada kuartal III-2020.

Kelompok kedua beranggotakan Filipina, India, dan Indonesia. Ekonomi di tiga negara ini bisa pulih dengan cepat karena minimnya eksposur terhadap rantai pasok global. Konsumsi domestik yang kuat membuat Filipina, India, dan Indonesia punya keunggulan yang tidak dimiliki negara-negara lain.

Kelompok ketiga adalah Korea Selatan dan Taiwan. Dua negara ini punya ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor, sehingga kalau permintaan dunia belum pulih maka sulit untuk bangkit.

Kelompok terakhir adalah Thailand, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura. Selain tergantung kepada ekspor, negara-negara ini juga menerapkan lockdown sehingga permintaan domestik juga anjlok.

Pukulan ganda ini membuat ekonomi Singapura dan Malaysia butuh waktu lebih lama untuk pulih. Oleh karena itu, risiko resesi menjadi lebih tinggi.



Ya, kekuatan domestik memang menjadi kunci bagi negara seperti Indonesia untuk bertahan dari jerat resesi. Dengan populasi yang lebih dari 270 juta jiwa, warga 62 hanya makan-tidur-makan-tidur selama #dirumahaja pun ekonomi masih bisa tumbuh sedikit di bawah 3% pada kuartal I-2020.

Indonesia juga begitu mengandalkan konsumsi domestik sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB). Pada kuartal I-2020, konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60% dari pembentukan PDB.

Kekuatan domestik yang luar biasa membuat Indonesia kurang bergantung kepada faktor eksternal. Ekspor hanya menyumbang tidak sampai 20% dalam pembentukan PDB.



Bandingkan dengan Malaysia. Pada 2019, ekspor berkontribusi 65,22% dalam pembentukan PDB Negeri Harimau Malaya. Lebih dari separuh ekonomi Malaysia disumbang oleh ekspor, sehingga saat permintaan dunia menurun akibat pandemi virus corona maka jalan menuju resesi menjadi sangat terbuka.

Lebih edan lagi di Singapura. Tahun lalu, nilai ekspor Singapura mencapai 173,52% dari PDB. Singapura adalah negara dengan rasio ekspor terhadap PDB tertinggi di dunia.



Ekonomi Singapura bakal merana kalau ekspor mereka bermasalah. Risiko resesi menjadi sangat tinggi.


TIM RISET CNBC INDONESIA






(aji/aji) Next Article Masih Resesi, Ekonomi RI Q1 Diramal Tumbuh -1% Hingga -0,1%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular