Warga Makin Patuh, Ini Hasil Komunikasi Massif Gugus Tugas

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
26 May 2020 19:50
Prof. Dr. Widodo Muktiyo, S.E., M.Kom - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo (youtube BNPB Indonesia)
Foto: Prof. Dr. Widodo Muktiyo, S.E., M.Kom - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Kominfo (youtube BNPB Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hasil survei demografi dampak COVID-19 menyatakan sebanyak 87% responden mengetahui kebijakan physical distancing dan 72% telah menjalankan himbauan untuk tetap berada di rumah.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum BPS, Endang Retno Sri Subiyandani mengatakan hal ini penting sebab physical distancing dan tetap berada di rumah menjadi bagian dari penerapan kebijakan pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang dilakukan untuk memutus rantai penularan virus corona jenis baru penyebab COVID-19.

"Hal ini penting, karena salah satu kegiatan yang dapat memutus penyebaran COVID-19 adalah dengan tetap di rumah, bekerja dari rumah, sekolah dari rumah, dan beribadah dari rumah," kata Endang di Jakarta beberapa waktu lalu.

Selain itu, dari survei sosial demografi dampak COVID-19 tersebut, diketahui juga, bahwa sebagian besar responden telah menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat. Ada sebanyak 83% responden mengaku, selalu menggunakan masker pada saat harus keluar rumah.


Kemudian 80% responden mengaku, sering mencuci tangan selama 20 detik dengan sabun, dan 63% responden selalu menjaga jarak minimal dengan orang terdekat.

Meski hasil survei menunjukkan hasil positif, dia mengimbau agar kedisiplinan dalam melaksanakan protokol kesehatan tersebut agar dipertahankan. Sebab, upaya memutus penyebaran COVID-19 sangat membutuhkan kedisiplinan tinggi.

"Hal ini baik dan positif, namun tetap harus dipertahankan dan ditingkatkan, karena pemutusan penyebaran COVID-19 butuh kedisiplinan yang tinggi, dan kesadaran masing-masing," katanya.

Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh dari survei Pemprov DKI dan beberapa akademisi Fakultas Kesehatan Masyarakat, pembatasan yang dilakukan di wilayah Jakarta dan Bodetabek menunjukkan bahwa hampir 60 persen warga tidak bepergian.

"Kendaraan pribadi pun tinggal 45%, Mass Rapid Transit (MRT) penumpangnya tinggal 5%, bahkan kalau bis penumpangnya tinggal 10-12 persen. Artinya ada penurunan yang sangat signifikan," ujar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Kedua survei yang menunjukkan hasil positif tersebut tak terlepas dari komunikasi publik selama pandemi COVID-19 yang dilakukan oleh pemerintah.

Melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, komunikasi publik menjadi hal yang tidak mudah akan tetapi harus dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar lebih tahu bagaimana menangani permasalahan yang juga dihadapi banyak negara di dunia ini.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Widodo Muktiyo mengatakan bahwa hal yang menjadi kendala tersebut salah satunya adalah faktor geografi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan ragam kebudayaan tiap wilayahnya.

"Ada yang di kota ada yang di pelosok sampai pada yang di terpencil," kata Widodo.

Kondisi geografis Indonesia dan ragam budaya mempengaruhi penyampaian dan penerimaan informasi di tengah masyarakat. Sehingga hal itu juga kemudian melahirkan berbagai bentuk respon di tengah masyarakat.

Ada banyak respon yang muncul, mulai dari yang belum tahu menjadi belum percaya kemudian memicu kepanikan hingga pada akhirnya mengubah perilaku masyarakat dan berujung stres.

"Paniknya tidak hanya ada di dalam diri kita, tapi paniknya sampai pada perilaku ekonominya. Ada panic buying, dibeli macam-macam itu," jelas Widodo.

Dia juga mengatakan, stres juga menjadi salah satu tantangan. Hal ini karena suatu keadaan masyarakat yang dipaksa untuk mengubah pola kehidupan sehari-hari, dari yang awalnya berjalan normal, menjadi dibatasi dan diatur ruang geraknya.

"Ini kan gaya hidup baru yang dipaksa harus ikut, setelah (masyarakat) tahu. Nah disitulah kemudian terjadi satu situasi yang di dalam keluarga itu menjadi sesuatu yang baru, dipaksa, punya implikasi yang lebih luas lagi," terang Widodo.

Awalnya tidak semua masyarakat memahami bahwa kondisi stres dapat menurunkan imunitas seseorang sehingga dapat membuat tubuh menjadi rentan terinfeksi virus. Namun secara berkala masyarakat mulai memahami dan mulai dapat mengelola situasi sehingga keadaan menjadi lebih tenang.


Dalam kurun waktu dua bulan sejak dibentuk Media Komunikasi Publik Gugus Tugas, masyarakat juga kembali bereaksi ketika pemerintah memberlakukan aturan untuk tidak mudik. "Dalam dirinya ada suatu keinginan tetapi kemudian harus (dipaksa) mengerti bahwa situasi ini akan merugikan semua," ujarnya.

Terakhir dia mengatakan, Tim Komunikasi Publik tak henti memberikan layanan informasi dan komunikasi menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami agar masyarakat dapat menerima dan memahami ketentuan dan aturan yang diambil pemerintah demi memutus rantai penyebaran COVID-19.

"Kami selalu menekankan pemahaman bahwa mudiknya bisa ditunda diundur, besok akhir tahun dan sebagainya," pungkasnya.


(dob/dob) Next Article Pertamina Sulap Lapangan Bola Jadi RS Covid-19 Super Lengkap

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular