
Corona di Singapura, Malaysia, Thailand Melandai, Kok RI Gak?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 May 2020 06:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah pasien positif virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia masih bertambah dalam laju yang cukup cepat. Bahkan lajunya menjadi yang tercepat di antara negara-negara tetangga.
Kementerian Kesehatan melaporkan, jumlah pasien positif corona di Indonesia per 23 Mei 2020 adalah 21.745. Bertambah 949 orang atau 4,56% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sejak 13 April, persentase pertumbuhan kasus corona baru di Indonesia memang sudah di bawah 10%. Namun lajunya belum stabil, masih naik-turun.
Selama tiga hari dari 17-19 Mei, laju pertumbuhan pasien positif corona berhasil ditekan di bawah 3%. Namun setelah itu, lajunya 'lari' laju ke kisaran 3-5% per hari. Bukanya melandai, kurvanya masih mengarah ke utara.
Mari bandingkan dengan situasi di sejumlah negara tetangga. Di Singapura, jumlah pasien positif corona memang lebih tinggi ketimbang Indonesia. Per 22 Mei, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah kasus corona di Negeri Singa adalah 29.812 orang.
Namun laju pertumbuhan kasus di Singapura relatif lebih terkendali. Dalam empat hari terakhir, pertumbuhannya berhasil dijaga di bawah 2% per hari. Kalau dilihat, kurva kasus sudah menunjukkan tanda melandai.
Begitu pula dengan di Malaysia. Menurut catatan WHO, jumlah pasien positif corona di Negeri Harimau Malaya per 22 Mei adalah 7.059 orang. Naik 0,71% dibandingkan posisi per hari sebelumnya.
Meski masih ada penambahan, tetapi lajunya boleh dibilang sangat lambat. Dalam 10 hari terakhir, penambahan pasien positif corona di Malaysia bahkan tidak sampai 1% per hari. Kurvanya lebih landai ketimbang di Singapura.
Paling mantap adalah Thailand. Menurut catatan WHO, jumlah pasien positif corona di Negeri Gajah Putih per 22 Mei adalah 3.037 orang. Tidak bertambah dibandingkan hari sebelumnya!
Bukan hanya kali ini Thailand berhasil menekan pertumbuhan kasus corona. Dalam sebulan terakhir, Thailand juga tidak mencatat kasus baru pada 16 dan 11 Mei.
Kurva kasus di Thailand sudah mendatar, bukan lagi melandai. Bukan tidak mungkin dalam waktu dekat kurvanya bergerak turun karena tidak ada tambahan pasien baru yang signifikan sementara yang sembuh semakin banyak. Selamat buat Thailand!
Apa yang membuat kasus corona di Indonesia masih 'ajrut-ajrutan'? Setidaknya ada dua penyebab.
Pertama adalah pemerintah tengah menggeber pengujian corona di masyarakat. Semakin banyak yang diuji, maka semakin banyak kasus yang muncul ke permukaan.
Ini memang perlu dilakukan karena Indonesia sangat tertinggal dalam hal tes corona. Berdasarkan data Worldometer, jumlah tes corona di Indonesia adalah 239.740. Indonesia berada di peringkat terbawah di antara negara-negara ASEAN-6.
Dengan populasi mencapai 273.208.135 orang, berarti hanya 877 dari 1 juta penduduk yang sudah menjalani tes corona. Lagi-lagi menjadi yang terendah di antara negara-negara ASEAN-6.
Kedua, risiko penyebaran virus corona di Indonesia sedang tinggi-tingginya karena kenaikan intensitas mobilitas masyarakat. Meski sudah ada anjuran untuk #dirumahaja, tetapi momentum Ramadan-Idul Fitri mungkin terlalu berharga untuk dilewatkan.
"Beberapa minggu ke depan merupakan masa kritis yang berpotensi dapat meningkatkan penyebaran kasus Covid-19 karena memasuki masa Idul Fitri, salat Id berjamaah, berkumpulnya masyarakat untuk silaturahmi, dan potensi arus mudik juga arus balik," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam pernyataan resminya, belum lama ini.
Situasi ini membuat virus corona lebih mudah menyebar. Sama seperti di China, virus menyebar luas karena masyarakat Negeri Panda mudik untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
Mengutip data Social Distancing Index keluaran Citi, skor Indonesia pada 9 Mei adalah -39. Sepekan sebelumnya, nilai Indonesia berada di -40.
Social Distancing Index yang semakin menjauhi nol berarti masyarakat semakin berjarak. Dalam kasus Indonesia, jarak itu sepertinya malah semakin sempit, membuktikan bahwa terjadi kenaikan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia yang mempermudah virus untuk menyebar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Kementerian Kesehatan melaporkan, jumlah pasien positif corona di Indonesia per 23 Mei 2020 adalah 21.745. Bertambah 949 orang atau 4,56% dibandingkan posisi hari sebelumnya.
Sejak 13 April, persentase pertumbuhan kasus corona baru di Indonesia memang sudah di bawah 10%. Namun lajunya belum stabil, masih naik-turun.
Mari bandingkan dengan situasi di sejumlah negara tetangga. Di Singapura, jumlah pasien positif corona memang lebih tinggi ketimbang Indonesia. Per 22 Mei, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah kasus corona di Negeri Singa adalah 29.812 orang.
Namun laju pertumbuhan kasus di Singapura relatif lebih terkendali. Dalam empat hari terakhir, pertumbuhannya berhasil dijaga di bawah 2% per hari. Kalau dilihat, kurva kasus sudah menunjukkan tanda melandai.
Begitu pula dengan di Malaysia. Menurut catatan WHO, jumlah pasien positif corona di Negeri Harimau Malaya per 22 Mei adalah 7.059 orang. Naik 0,71% dibandingkan posisi per hari sebelumnya.
Meski masih ada penambahan, tetapi lajunya boleh dibilang sangat lambat. Dalam 10 hari terakhir, penambahan pasien positif corona di Malaysia bahkan tidak sampai 1% per hari. Kurvanya lebih landai ketimbang di Singapura.
Paling mantap adalah Thailand. Menurut catatan WHO, jumlah pasien positif corona di Negeri Gajah Putih per 22 Mei adalah 3.037 orang. Tidak bertambah dibandingkan hari sebelumnya!
Bukan hanya kali ini Thailand berhasil menekan pertumbuhan kasus corona. Dalam sebulan terakhir, Thailand juga tidak mencatat kasus baru pada 16 dan 11 Mei.
Kurva kasus di Thailand sudah mendatar, bukan lagi melandai. Bukan tidak mungkin dalam waktu dekat kurvanya bergerak turun karena tidak ada tambahan pasien baru yang signifikan sementara yang sembuh semakin banyak. Selamat buat Thailand!
Apa yang membuat kasus corona di Indonesia masih 'ajrut-ajrutan'? Setidaknya ada dua penyebab.
Pertama adalah pemerintah tengah menggeber pengujian corona di masyarakat. Semakin banyak yang diuji, maka semakin banyak kasus yang muncul ke permukaan.
Ini memang perlu dilakukan karena Indonesia sangat tertinggal dalam hal tes corona. Berdasarkan data Worldometer, jumlah tes corona di Indonesia adalah 239.740. Indonesia berada di peringkat terbawah di antara negara-negara ASEAN-6.
Dengan populasi mencapai 273.208.135 orang, berarti hanya 877 dari 1 juta penduduk yang sudah menjalani tes corona. Lagi-lagi menjadi yang terendah di antara negara-negara ASEAN-6.
Kedua, risiko penyebaran virus corona di Indonesia sedang tinggi-tingginya karena kenaikan intensitas mobilitas masyarakat. Meski sudah ada anjuran untuk #dirumahaja, tetapi momentum Ramadan-Idul Fitri mungkin terlalu berharga untuk dilewatkan.
"Beberapa minggu ke depan merupakan masa kritis yang berpotensi dapat meningkatkan penyebaran kasus Covid-19 karena memasuki masa Idul Fitri, salat Id berjamaah, berkumpulnya masyarakat untuk silaturahmi, dan potensi arus mudik juga arus balik," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam pernyataan resminya, belum lama ini.
Situasi ini membuat virus corona lebih mudah menyebar. Sama seperti di China, virus menyebar luas karena masyarakat Negeri Panda mudik untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
Mengutip data Social Distancing Index keluaran Citi, skor Indonesia pada 9 Mei adalah -39. Sepekan sebelumnya, nilai Indonesia berada di -40.
Social Distancing Index yang semakin menjauhi nol berarti masyarakat semakin berjarak. Dalam kasus Indonesia, jarak itu sepertinya malah semakin sempit, membuktikan bahwa terjadi kenaikan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia yang mempermudah virus untuk menyebar.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular