
Kabar Baik! Remdesivir Sukses Percepat Pemulihan Pasien Covid
Daniel Wiguna, CNBC Indonesia
23 May 2020 20:34

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Obat anti-virus Remdesivir, berhasil mengurangi waktu pemulihan pada pasien corona. Hasil ini diperoleh berdasarkan uji coba yang diterbitkan Jumat malam (22/5) seperti dikutip AFP, tiga minggu setelah pakar penyakit menular terkemuka AS mengatakan penelitian menunjukkan bahwa obat itu memiliki manfaat "nyata".
Sebelumnya, Amerika Serikat mensahkan penggunaan darurat Remdesivir di rumah sakit pada 1 Mei 2020, diikuti oleh Jepang, sementara Eropa mempertimbangkan hal yang sama.
Penelitian ini menemukan bahwa remdesivir, yang disuntikkan secara intravena (melalui infus) setiap hari selama 10 hari, mempercepat pemulihan pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan uji plasebo (obat kosong) dalam tes klinis pada lebih dari seribu pasien di 10 negara.
Penelitian ini dilakukan oleh badan pemerintah AS, NIAID (Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS), dimana hasil lengkap dari penelitian telah diterbitkan oleh jurnal kedokteran terkemuka, New England Journal of Medicine.
Remdesivir Tak Mencegah Kematian
Pada 29 April, direktur NIAID Anthony Fauci, yang telah menjadi figur terpercaya pemerintah AS mengenai pandemi virus corona, mengatakan bukti awal menunjukkan bahwa remdesivir memiliki "dampak yang jelas, signifikan dan positif dalam mengurangi waktu pemulihan."
National Institutes of Health, di mana NIAID menjadi bagiannya, mengatakan pada Jumat (22/5) dalam sebuah pernyataan online bahwa para peneliti menemukan "Remdesivir paling bermanfaat bagi pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit parah yang membutuhkan oksigen tambahan."
Namun penulis dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa Remdesivir tidak dapat mencegah kematian. "Mengingat angka kematian yang tinggi meskipun menggunakan Remdesivir, jelas bahwa pengobatan dengan obat anti-virus saja tidak cukup," ungkap para peneliti.
Sekitar 7,1 persen pasien yang diberi Remdesivir pada kelompok uji coba, meninggal dalam 14 hari - dibandingkan dengan 11,9 persen pada kelompok uji plasebo (obat kosong). Namun, hasilnya tepat di bawah ambang batas reliabilitas statistik, yang berarti bisa jadi karena faktor kebetulan dan bukan karena dampak obat.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Sebelumnya, Amerika Serikat mensahkan penggunaan darurat Remdesivir di rumah sakit pada 1 Mei 2020, diikuti oleh Jepang, sementara Eropa mempertimbangkan hal yang sama.
Penelitian ini menemukan bahwa remdesivir, yang disuntikkan secara intravena (melalui infus) setiap hari selama 10 hari, mempercepat pemulihan pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit dibandingkan dengan uji plasebo (obat kosong) dalam tes klinis pada lebih dari seribu pasien di 10 negara.
Remdesivir Tak Mencegah Kematian
Pada 29 April, direktur NIAID Anthony Fauci, yang telah menjadi figur terpercaya pemerintah AS mengenai pandemi virus corona, mengatakan bukti awal menunjukkan bahwa remdesivir memiliki "dampak yang jelas, signifikan dan positif dalam mengurangi waktu pemulihan."
National Institutes of Health, di mana NIAID menjadi bagiannya, mengatakan pada Jumat (22/5) dalam sebuah pernyataan online bahwa para peneliti menemukan "Remdesivir paling bermanfaat bagi pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit parah yang membutuhkan oksigen tambahan."
Namun penulis dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa Remdesivir tidak dapat mencegah kematian. "Mengingat angka kematian yang tinggi meskipun menggunakan Remdesivir, jelas bahwa pengobatan dengan obat anti-virus saja tidak cukup," ungkap para peneliti.
Sekitar 7,1 persen pasien yang diberi Remdesivir pada kelompok uji coba, meninggal dalam 14 hari - dibandingkan dengan 11,9 persen pada kelompok uji plasebo (obat kosong). Namun, hasilnya tepat di bawah ambang batas reliabilitas statistik, yang berarti bisa jadi karena faktor kebetulan dan bukan karena dampak obat.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular