Internasional

Heboh! Trump Buat AS Keluar Perjanjian 'Mata-mata' Open Skies

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 May 2020 12:09
FILE PHOTO: Russia's President Vladimir Putin talks to U.S. President Donald Trump during their bilateral meeting at the G20 summit in Hamburg, Germany, July 7, 2017.  REUTERS/Carlos Barria//File Photo
Foto: REUTERS/Carlos Barria//File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Donald Trump berencana menarik Amerika Serikat dari Perjanjian 'Open Skies'. Hal ini AS lakukan akibat tidak menyukai cara yang dilakukan oleh Rusia di bawah perjanjian berusia 18 tahun tersebut.

"Rusia tidak mematuhi perjanjian itu," kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, dikutip dari AFP. "Jadi, sampai mereka patuh, kita akan keluar."



Perjanjian 'Open Skies' sendiri dibentuk sejak 1992. Namun baru efektif dijalankan pada 2002.

Perjanjian ini mengatur berapa banyak penerbangan pengawasan bisa dilakukan suatu negara setiap tahun. Open Skies dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi militer dan kepercayaan di antara 35 negara yang tergabung termasuk AS, Rusia, dan Turki.

U.S. President Donald Trump meets with Russian President Vladimir Putin at the G20 Summit in Osaka, Japan June 28, 2019.  REUTERS/Kevin LamarqueFoto: Donald Trump dan Vladimir Putin (REUTERS/Kevin Lamarque)
U.S. President Donald Trump meets with Russian President Vladimir Putin at the G20 Summit in Osaka, Japan June 28, 2019. REUTERS/Kevin Lamarque


Mendengar penarikan diri AS, pihak Rusia langsung berkomentar. Kremlin mengatakan penarikan negara yang dipimpin Trump akan merusak keamanan Eropa dan membahayakan kepentingan sekutu AS.

Para duta besar untuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang anggotanya juga merupakan pihak dalam perjanjian tersebut, juga melakukan pertemuan darurat untuk menilai konsekuensi dari langkah yang dilakukan AS. Ini berdampak ke keamanan Eropa.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mendesak Washington untuk mempertimbangkan kembali. Ia mengatakan bahwa Jerman, Prancis, Polandia, dan Inggris telah berulang kali menjelaskan kepada AS.

Mereka memberi tahu Trump bahwa masalah dengan Rusia dalam beberapa tahun terakhir tidak harus diakhiri dengan penarikan diri. Apalagi bentuk pertikaian lain.

"Perjanjian itu berkontribusi pada keamanan dan perdamaian di hampir semua belahan bumi utara," kata Maas.

"Kami akan terus menerapkan perjanjian dan melakukan segalanya untuk melestarikannya."

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Trump akan secara resmi memberitahu pihak perjanjian pada Jumat (22/5/2020) tentang rencana penarikan ini. Akan ada hitung mundur hingga enam bulan.

"Efektif enam bulan mulai besok,AS tidak akan lagi menjadi pihak dalam perjanjian," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan.

"Namun, kami dapat mempertimbangkan kembali penarikan kami jika Rusia kembali sepenuhnya mematuhi Perjanjian."



Juru bicara Pentagon Jonathan Hoffman mengklaim Rusia terang-terangan dan terus-menerus melanggar kewajibannya di bawah perjanjian tersebut. Ia menuding Rusia mengimplementasikan perjanjian dengan cara yang mengancam militer AS dan sekutu.

Salah satunya penolakan Rusia untuk mengizinkan penerbang AS ke berbagai wilayah yang diduga jadi tempat pembuatan senjata nuklir jarak menengah yang mengancam Eropa. Tahun lalu Rusia juga memblokir penerbangan yang dimaksudkan untuk mensurvei latihan militer Rusia, yang biasanya diizinkan berdasarkan perjanjian tersebut.

The New York Times mengatakan Trump juga tidak senang dengan penerbangan Rusia di atas resor golf miliknya di wilayah Bedminster, New Jersey tiga tahun lalu.

Tindakan ini menjadi penarikan perjanjian kontrol senjata penting ketiga yang dilakukan Trump sejak mulai menjabat pada Januari 2017 silam. Sebelumnya Trump juga membatalkan perjanjian nuklir Iran, JCPOA, tahun 2015. Lalu Perjanjian Angkatan Nuklir Menengah-Rentang 1988 dengan Rusia.


(sef/sef) Next Article Rusia Ultimatum Kapal Perang AS: Jauhi Krimea!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular