
Internasional
Pesawat Bomber AS Berputar-putar di Perairan China, Ngapain?
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 May 2020 04:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Dinamika perihal hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China tidak sebatas perang kata-kata semata. Di lapangan pun tergambar aksi saling unjuk kekuatan antarkedua negara.
Baru-baru ini, South China Morning Post melaporkan pesawat milik Angkatan Udara AS dikabarkan terbang di atas perairan dekat China. Pesawat itu adalah bomber B-1B Lancer.
Meski tidak menulis jelas kapan hal itu terjadi, mengutip Twitter militer AS, media tersebut membenarkan pembom B-1 melakukan misi di Laut China Selatan. Kedatangan ini dilakukan setelah pelatihan dilakukan di pangkalan Angkatan Laut AS di dekat Hawaii.
"Misinya adalah untuk mendukung Pacific Air Forces dan melakukan latihan serta operasi dengan sekutu dan mitra," tulis media tersebut Rabu (20/5/2020).
Seorang pengamat militer Beijing mengatakan, sebelum ini, AS AS sudah beberapa kali terbang di atas Selat Taiwan dan Laut China Selatan. Di antaranya pada 11 kali penerbangan di Maret dan 13 kali penerbangan di April.
Bomber juga terbang di atas pantai Taiwan timur laut pada 6 Mei. AS disebut mencoba menanamkan pengaruh ke Taiwan.
Pada 14 Mei, China juga telah memulai latihan militer di pelabuhan lepas kota Tangshan, di Laut Kuning. Setidaknya Laut China Selatan sudah "panas" sejak tiga bulan terakhir karena kedua negara.
Seorang Direktur Hubungan Internasional di Universitas Nanjing mengatakan AS sepertinya khawatir pandemi Covid-19 yang menyebar membuat China makin berpengaruh di kawasan itu. "Atau mungkin meningkatkan operasi militer ke Taiwan," katanya.
Respons AS, menurut dia, mungkin sebagai upaya menahan China. Ini juga taktik AS untuk membuat sekutunya semakin dekat dan mengasingkan China.
Sementara itu seorang pengamat militer di Hong Kong bernama Song Zhongping menilai seringnya bomber AS terbang memberi signal tertentu. "Ada potensi pertempuran di masa depan," ujarnya.
Menurut Zhongping, bomber B-1B Lancer perlu terbang untuk mengetahui kondisi medan perang. China dan AS, ujarnya, memasuki situasi kompetisi yang kompleks dan lebih suram dari perdang dingin AS-Uni Soviet dulu.
"Risiko konflik militer tidak dapat dikesampingkan di Laut Cina Selatan dan Selat Taiwan. Dan mereka meningkat," tegasnya.
AS dan China sudah terjebak perang dagang sejak 2018 yang menekan perekonomian global. Meski sudah menandatangani fase I perdamaian, tensi keduanya naik setelah AS menyalahkan China karena penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19. Virus ini bermula di Wuhan, China, Desember 2019. Saat ini, Covid-19 menjadi pandemi dengan AS menjadi negara dengan kasus terbanyak di dunia.
(miq/dru) Next Article Adu 'Otot' AS & China Tanamkan Investasi, RI Pilih Mana?
Baru-baru ini, South China Morning Post melaporkan pesawat milik Angkatan Udara AS dikabarkan terbang di atas perairan dekat China. Pesawat itu adalah bomber B-1B Lancer.
Meski tidak menulis jelas kapan hal itu terjadi, mengutip Twitter militer AS, media tersebut membenarkan pembom B-1 melakukan misi di Laut China Selatan. Kedatangan ini dilakukan setelah pelatihan dilakukan di pangkalan Angkatan Laut AS di dekat Hawaii.
Seorang pengamat militer Beijing mengatakan, sebelum ini, AS AS sudah beberapa kali terbang di atas Selat Taiwan dan Laut China Selatan. Di antaranya pada 11 kali penerbangan di Maret dan 13 kali penerbangan di April.
Bomber juga terbang di atas pantai Taiwan timur laut pada 6 Mei. AS disebut mencoba menanamkan pengaruh ke Taiwan.
Pada 14 Mei, China juga telah memulai latihan militer di pelabuhan lepas kota Tangshan, di Laut Kuning. Setidaknya Laut China Selatan sudah "panas" sejak tiga bulan terakhir karena kedua negara.
Seorang Direktur Hubungan Internasional di Universitas Nanjing mengatakan AS sepertinya khawatir pandemi Covid-19 yang menyebar membuat China makin berpengaruh di kawasan itu. "Atau mungkin meningkatkan operasi militer ke Taiwan," katanya.
Respons AS, menurut dia, mungkin sebagai upaya menahan China. Ini juga taktik AS untuk membuat sekutunya semakin dekat dan mengasingkan China.
Sementara itu seorang pengamat militer di Hong Kong bernama Song Zhongping menilai seringnya bomber AS terbang memberi signal tertentu. "Ada potensi pertempuran di masa depan," ujarnya.
Menurut Zhongping, bomber B-1B Lancer perlu terbang untuk mengetahui kondisi medan perang. China dan AS, ujarnya, memasuki situasi kompetisi yang kompleks dan lebih suram dari perdang dingin AS-Uni Soviet dulu.
"Risiko konflik militer tidak dapat dikesampingkan di Laut Cina Selatan dan Selat Taiwan. Dan mereka meningkat," tegasnya.
AS dan China sudah terjebak perang dagang sejak 2018 yang menekan perekonomian global. Meski sudah menandatangani fase I perdamaian, tensi keduanya naik setelah AS menyalahkan China karena penyebaran virus corona baru penyebab Covid-19. Virus ini bermula di Wuhan, China, Desember 2019. Saat ini, Covid-19 menjadi pandemi dengan AS menjadi negara dengan kasus terbanyak di dunia.
(miq/dru) Next Article Adu 'Otot' AS & China Tanamkan Investasi, RI Pilih Mana?
Most Popular