70% Kredit di Bank Swasta, Properti Sulit Restrukturisasi

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
19 May 2020 19:16
Seorang pekerja pembuat maket properti gedung di Architeka Raya Studio Tangerang Selatan, Banten, Jumat (28/9). Biaya pembuatan maket arsitektural bangunan berkisar Rp8 juta-Puluhan juta tergantung dari ukuran skala bangunan asli dan tingkat kesulitannya. Bahan yang digunakan menggunakan bahan PVC ackrilic. Seiring pertumbuhan ekonomi di Jabodetabek dan bangunan gedung serta perumahan, permintaan maket di lokasi tersebut meningkat. CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Seorang pekerja pembuat maket properti gedung di Architeka Raya Studio Tangerang Selatan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia- Industri properti mengakui kesulitan mendapatkan stimulus dan insentif di tengah pandemi COVID-19, yang membuat perlambatan ekonomi dan penjualan lesu. Padahal perusahaan properti membutuhkan restrukturisasi kredit untuk membayar karyawan, serta mencegah PHK massal 30 juta pekerja.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Hendro Gondokusumo mengatakan industri properti banyak mendapatkan pendanaan dari perbankan, yang sebagian besar bank swasta. Saat ini dunia usaha juga tengah menyuarakan agar sektor properti bisa mendapatkan restrukturisasi karena berperan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi.

"Pemerintah harus turun tangan menyelamatkan sektor properti, sektor ini properti ini satu-satunya yang berkaitan dengan 175 industri. Kalau properti jalan, mereka juga jalan, kalau kita masalah mereka juga bermasalah," kata Hendro, Selasa (19/05/2020).

Bantuan dari pemerintah seperti restrukturisasi kredit menurutnya cukup untuk membuat industri properti bertahan. Pemerintah masih kurang memperhatikan secara komprehensif permasalahan industri properti dan multiplier effectnya. Akibatnya stimulus dan insentif yang diberikan tidak efektif berjalan di level operasional.


"Stimulus dan insentif yang diberikan tidak efektif berjalan di level operasional karena dilakukan melalui sudut pandang sektoral, tidak menyeluruh dan tidak terintegrasi," kata Hendro.

Sebanyak 24% dari kredit perbankan untuk industri properti atau senilai Rp 12,5 triliun berupa kredit modal kerja perusahaan properti terbuka. Kredit ini merupakan hutang jangka pendek yang perlu ditangani secara cepat. Jika sampai ada permasalahan, maka akan berdampak pada kelangsungan perusahaan, proyek, dan masyarakat yang membutuhkan.

Wakil Ketua Umum Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Theresia Rustandi mengatakan OJK sebenarnya sudah mendorong restrukturisasi kredit bagi industri yang terdampak pandemi ini. Kadin dan REI mencatat 70% kredit pengembang properti kebanyakan di bank swasta, yang memegang KPI perbankan dari OJK dengan sangat ketat.

"Restrukturisasi di bank swasta susah karena ada KPI dari OJK yang dipegang sebagai acuan. Biarpun OJK mendorong restrukturisasi OJK juga ketat terhadap KPI bank swasta," kata Theresia.

Berdasarkan catatan Kadin, Apindo dan Rei, total kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada 17 sektor industri adalah sebesar Rp 5.703 triliun, sebanyak 17,9% disalurkan untuk sektor realestat sebesar Rp 1.024 triliun. Nilai ini terdiri dari kredit konstruksi Rp 351 triliun, kredit realestat Rp 166 triliun dan KPR KPA Rp 507 triliun.


Dari jumlah tersebut yang disalurkan ke sektor properti senilai Rp 62 triliun di antaranya adalah kredit modal kerja jangka pendek. Berdasarkan strukturnya, Rp 51,1 triliun (82%) penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka.

[Gambas:Video CNBC]




(dob/dob) Next Article Cegah PHK, Ini yang Dibutuhkan Industri Properti RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular