Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China kembali menegang. Kali ini bukan gara-gara perang dagang, tetapi karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Sejak merebak pada pekan keempat Januari 2020, virus corona menyebar dengan sangat cepat dan luas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 17 Mei 2020 mencapai 4.529.027 orang.
Berawal dari China, virus corona sudah menyebar ke lebuh dari 200 negara dan teritori. Hampir tidak ada tempat yang aman lagi.
AS menjadi negara dengan jumlah kasus corona terbanyak di dunia. Per 17 Mei 2020, laporan WHO menyebutkan jumlah pasien positif corona di Negeri Adidaya adalah 1.409.452 orang. Artinya, hampir satu dari tiga pasien positif corona di dunia adalah warga negara AS.
Merasa menjadi negara yang paling sengsara di dunia, Presiden AS Donald Trump seakan tidak terima. Sang presiden ke-45 Negeri Adidaya kini menyalahkan China atas wabah virus corona yang menyebabkan tragedi kesehatan, kemanusiaan, dan sosial-ekonomi di negaranya.
"Kami punya banyak informasi, dan itu tidak bagus. Apakah (virus corona) datang dari laboratorium atau dari kelelawar, pokoknya berasal dari China. Mereka semestinya bisa menghentikan itu dari sumbernya," kata Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.
Rupanya kemarahan Trump kepada China sudah sampak ke ubun-ubun. Saking marahnya, Trump sampai malas berbicara dengan Presiden China Xi Jinping. Tidak hanya itu, Trump juga mengancam akan memutus seluruh hubungan dengan China.
"Ada banyak hal yang bisa kami lakukan. Kami bisa saja memutus seluruh hubungan. Jika kami melakukan ini, apa yang akan terjadi? Kami akan menghemat US$ 500 miliar (impor AS dari China)," tegas Trump.
Ternyata tidak hanya Trump, rakyat AS pun banyak juga yang menyimpan persepsi serupa. Survei Pew Research Center yang melibatkan 1.000 responden di AS menunjukkan, 66% punya pandangan yang cenderung negatif terhadap China. Naik dibandingkan posisi tahun lalu yaitu 60%.
Sementara sejak 2017, warga AS yang punya pandangan cenderung positif ke China malah turun. Dalam dua tahun terakhir, angkanya tidak beranjak dari 26%.
 Pew Research Center |
"Hampir 2/3 rakyat AS kini punya opini negatif terhadap China. Ini adalah yang tertinggi sejak kami melakukan riset pada 2005," sebut keterangan tertulis Pew Research Center.
Faktor utama yang menyebabkan pandangan negatif orang AS terhadap China, menurut survei Pew Research Center, adalah aspek ekonomi. Kehilangan lapangan kerja dan membanjirnya produk impor made in China masih menjadi alasann utama.
Namun kini rakyat AS punya alasan baru untuk tidak menyukai China yaitu pandemi virus corona. Gara-gara virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini, puluhan juta orang di AS kehilangan pekerjaan.
Pada pekan yang berakhir 9 Mei, jumlah klaim tunjangan pengangguran di AS tercatat sebanyak 2,98 juta. Turun dibandingkan pekan sebelumnya yaitu 3,17 juta.
Klaim tunjangan pengangguran memang turun dalam enam minggu terakhir setelah mencapai puncak pada pertengahan Maret. Namun itu tidak menghapus kenyataan bahwa sejak pertengahan Maret, jumlah klaim tunjangan pengangguran mencapai 36,5 juta. Artinya, satu dari lima orang angkatan kerja di AS kini menggantungkan diri dari tunjangan pemerintah karena menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Oleh karena itu, kini pandangan negatif terhadap China sudah menyebar ke seluruh golongan masyarakat di AS. Republikan atau Demokrat, sarjana atau non-sarjana, tua atau muda, seluruhnya menunjukkan pandangan negatif terhadap China.
 Pew Research Center |
"Anak muda, yang biasanya lebih bersikap positif terhadap China, kini juga memiliki pandangan negatif dan menilai China sebagai ancaman," sebut riset Pew Research Center.
Tidak cuma China sebagai negara, kepercayaan masyarakat AS terhadap kepemimpinan Presiden Xi juga terus menurun. Bahkan tahun ini tingkat ketidakpercayaan itu mencapai 71%.
 Pew Research Center |
"Artinya, kira-kira tujuh dari 10 orang AS tidak percaya dengan kepemimpinan Presiden Xi dalam mengatasi berbagai permasalahan. Hanya 22% yang masih percaya, itu pun menurun dibandingkan tahun lalu," sebut riset Pew Research Center.
TIM RISET CNBC INDONESIA