Eropa Buka Lockdown dan Aman Saja, RI Boleh Longgarkan PSBB?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 May 2020 03:55
Aktivitas CFD di Bundaran HI (HI) Ditengah Ancaman Virus Corona (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Aktivitas CFD di Bundaran HI (HI) Ditengah Ancaman Virus Corona (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah negara mulai membuka diri setelah serangan virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mereda. Hasilnya, sejauh sepertinya tidak perlu khawatir dengan gelombang serangan kedua (second wave outbreak).

Setelah mereda di tempat asalnya di China, virus corona menemukan 'tempat bermain' baru di Eropa. Negara-negara Benua Biru seperti Italia dan Spanyol merasakan betapa ganasnya wabah virus tersebut.

Namun lambat laun penyebaran virus corona di beberapa negara Eropa mulai mereda. Masih terjadi kasus baru, tetapi dalam laju yang terkendali. Ini membuat sejumlah negara mulai mengendurkan karantina wilayah (lockdown).

Mulai pekan ini, pemerintah Italia kembali mengizinkan warga untuk beraktivitas meski masih terbatas. Tempat usaha di Italia seperti bar dan salon mulai buka kembali setelah vakum selama lebih dari dua bulan, meski protokol kesehatan masih berlaku. Misa di Gereja Katolik pun sudah dibuka untuk umum dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan seperti penggunaan sarung tangan dan masker serta tetap menjaga jarak antar-jemaat.



"Rasanya aneh memegang tubuh Kristus (hosti/roti komuni) dengan sarung tangan. Namun yang lebih penting adalah orang-orang bisa kembali dekat dengan Tuhan," kata Frater Marco Borghi dari Gereja Santa Maria del Rosario di Milan, seperti dikutip dari BBC.

Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte berani mengambil langkah ini setelah laju pertumbuhan kasus terus dalam tren menurun. Sejak 30 April, laju pertumbuhan kasus di Negeri Spageti sudah stabil di bawah 1% per hari dengan tren turun. Jauh di bawah rata-rata pertumbuhan harian selama 1 Februari-17 yaitu 17,84% per hari.



Demikian pula dengan Spanyol. Pemerintahan Perdana Menteri Pedro Sanchez sudah mulai membuka keran aktivitas publik sejak beberapa pekan lalu dan sepertinya aman-aman saja.

Spanyol sudah melalui tahap pertama pelonggaran lockdown dan mulai pekan ini memasuki fase kedua. Di fase kedua, pemerintah Spanyol mengizinkan masyarakat berkumpul dalam jumlah maksimal 15 orang. Pusat perbelanjaan juga sudah boleh beroperasi lagi.

"Spanyol sudah sangat dekat dengan titik di mana transmisi virus akan berhenti. Namun, risiko gelombang serangan kedua masih sangat tinggi," tegas Fernando Simon, Kepala Pusat Kepala Pusat Koordinasi Kesiapsiagaan Kesehatan Spanyol, dikutip dari Reuters.


Per 17 Mei, jumlah pasien positif corona di Negeri Matador adalah 236.698 orang. Naik 0,22% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Meski masih terjadi kenaikan, tetapi angka 0,22% adalah yang terendah sejak 27 April. Jadi meski Spanyol sudah mengendurkan lockdown cukup lama, tidak terjadi lonjakan kasus yang signifikan.



HALAMAN SELANJUTNYA >> NEXT

Spanyol dan Italia menjadi contoh sukses bahwa virus corona bisa dijinakkan. Belajar dari dua negara ini, apakah Indonesia juga sudah bisa mengendurkan pembatasan sosial (social distancing)?

Well, Italia dan Spanyol bisa mengendurkan lockdown setelah bersakit-sakit lumayan parah. Ada momen di mana jumlah kasus corona di dua negara tersebut naik ratusan persen dalam sehari.

Boleh dibilang Italia dan Spanyol sudah dekat dengan puncak pandemi corona di negaranya. Ketika puncak itu terlewati, mungkin dalam waktu tidak lama lagi, jumlah kasus bukannya naik tetapi akan terkontraksi (tumbuh negatif).

Sayangnya, Indonesia sepertinya belum sampai ke sana. Kasus corona di Tanah Air rasanya masih jauh dari puncak. Ini terlihat dari laju pertumbuhan yang masih belum stabil, kadang terjadi lonjakan.

Per 18 Mei, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah pasien positif corona adalah 18.010 orang. Bertambah 2,83% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Pertumbuhan 2,83% memang melambat dibandingkan laju 17 Mei yaitu 2,87%. Namun perlambatan belum terjadi secara konsisten, masih ada risiko akselerasi.

Misalnya pada 13 Mei, laju pertumbuhan kasus kala itu mencapai 4,67%. Ini adalah laju tertinggi sejak 28 April.




Ke depan, risiko lonjakan seperti ini masih ada karena jumlah uji corona di Indonesia masih relatif minim. Mengutip data Worldometer, jumlah tes corona di Indonesia adalah 190.660. Masih kalah dibandingkan negara-negara ASEAN-6 yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit yaitu Filipina (224.800), Singapura (246.254), Vietnam (275.000), Thailand (286.008), dan Malaysia (443.263).

Dengan jumlah penduduk yang lebih dari 270 juta jiwa, hanya 698 dari 1 juta penduduk yang sudah menjalani tes corona. Angka ini jauh dibandingkan negara-negara ASEAN-6.



Data ini menunjukkan bahwa Indonesia masih punya pekerjaan untuk melakukan uji terhadap lebih banyak penduduk. Semakin banyak tes dilakukan, maka semakin banyak pula kemungkinan jumlah pasien positif bakal bertambah. Sepertinya puncak masih lumayan jauh.


"Kebijakan social distancing yang ketat mungkin masih akan berlaku di beberapa negara berkembang karena jumlah kasus yang terus bertambah. Misalnya di Rusia, Peru, Arab Saudi, Meksiko, Pakistan, Qatar, Belarusia, Uni Emirat Arab, Afrika Selatan, dan Indonesia," sebut riset Citi.

Oleh karena itu, rencana pemerintah untuk melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mengembalikan hidup normal mulai bulan depan perlu dipikirkan masak-masak. Jangan sampai langkah tersebut menjadi blunder, membuat Indonesia semakin lama menuju puncak karena terus terjadi peningkatan kasus corona.

Aspek ekonomi memang perlu dijadikan pertimbangan, karena PSBB membuat aktivitas ekonomi mati suri sehingga terjadi tsunami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun kalau membuka kembali keran aktivitas publik harus dibayar dengan ribuan nyawa, susah juga...



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular