
Internasional
Terungkap! Ada Kebohongan soal COVID-19 di Wuhan
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
18 May 2020 11:32

Jakarta, CNBC Indonesia - China kini mengantisipasi gelombang ke-II kasus corona (COVID-19). Munculnya kasus baru di Wuhan, Provinsi Hubei, yang semula nol kasus dan penguncian wilayah (lockdown) di kota yang berbatasan dengan Korea Utara, Shulan, di provinsi Hubei menjadi indikasinya.
Hal ini juga dikatakan Penasihat Kesehatan Senior China, Zhog Nanshan, sebagaimana dimuat CNN International, Minggu (17/5/2020). Ditegaskannya China memang tak boleh berpuas diri seraya menyebut masyarakat negeri Panda masih rentan terhadap infeksi.
Bukan hanya memaparkan soal potensi serangan baru COVID-19, Zhong yang juga dijuluki pahlawan SARS, juga mengungkapkan memang ada kebohongan yang terjadi saat pertama kali virus ini mewabah di Wuhan. Terutama soal virus dapat menular dari manusia ke manusia.
Bahkan di awal pemerintah Wuhan menyebut wabah bisa dicegah dan dikendalikan. Namun saat dirinya datang Januari lalu, ia diperingatkan banyak dokter dan mahasiswa soal betapa buruknya situasi di sana.
"Pemerintah setempat (Wuhan), mereka tidak suka mengatakan yang sebenarnya pada waktu itu. Pada awalnya mereka diam, dan kemudian saya berkata mungkin kita memiliki (lebih banyak) orang yang terinfeksi," paparnya.
Ia mengaku curiga ketika jumlah kasus yang dilaporkan secara resmi di Wuhan tetap pada angka 41 selama lebih dari 10 hari. Meski infeksi muncul di luar negeri.
"Saya tidak percaya hasil itu, jadi saya (terus) bertanya dan kemudian, Anda harus memberi saya angka sebenarnya. Kurasa mereka sangat enggan menjawab pertanyaan saya," ungkapnya.
Dua hari kemudian di Beijing tanggal 20 Januari, ia diberi tahu bahwa jumlah kasus di Wuhan sekarang adalah 198, dengan tiga orang meninggal dan 13 pekerja medis terinfeksi. Hal itu terungkap dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah pusat, termasuk Perdana Menteri China Li.
Inilah yang akhirnya membuat dirinta mengusulkan lockdown untuk Wuhan. Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya itu diikuti pemerintah dan membuat kota itu ditutup sejak 23 Januari hingga 76 hari kemudian.
Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang mengakui bahwa pemerintahnya tidak mengungkapkan informasi tentang virus corona. Mereka baru bisa menyampaikan setelah mendapatkan wewenang.
Ini akhirnya membuat China memecat beberapa pejabat senior. Termasuk dua pejabat komisi kesehatan provinsi, serta ketua Partai Komunis China di Wuhan dan provinsi Hubei, menurut Kantor Berita Xinhua milik pemerintah China.
"Ini membuat pemerintah memerintahkan semua kota, semua departemen pemerintah, harus melaporkan jumlah sebenarnya penyakit - jadi jika Anda tidak melakukan itu, Anda akan dihukum," ujarnya.
"Jadi sejak tanggal 23 Januari, saya pikir semua data (yang diberikan) sudah benar."
Di dunia ada 4,8 juta kasus COVID-19. Saat ini China bukan lagi episentrum corona tapi AS. Kenyataan ini membuat AS 'marah' ke China. Presiden AS Donald Trump menyalahkan China karena dianggap tak membantu membendung corona.
(sef/sef) Next Article Bukan Lagi Wuhan, Kini China Lockdown Shulan
Hal ini juga dikatakan Penasihat Kesehatan Senior China, Zhog Nanshan, sebagaimana dimuat CNN International, Minggu (17/5/2020). Ditegaskannya China memang tak boleh berpuas diri seraya menyebut masyarakat negeri Panda masih rentan terhadap infeksi.
Bukan hanya memaparkan soal potensi serangan baru COVID-19, Zhong yang juga dijuluki pahlawan SARS, juga mengungkapkan memang ada kebohongan yang terjadi saat pertama kali virus ini mewabah di Wuhan. Terutama soal virus dapat menular dari manusia ke manusia.
Ia mengaku curiga ketika jumlah kasus yang dilaporkan secara resmi di Wuhan tetap pada angka 41 selama lebih dari 10 hari. Meski infeksi muncul di luar negeri.
"Saya tidak percaya hasil itu, jadi saya (terus) bertanya dan kemudian, Anda harus memberi saya angka sebenarnya. Kurasa mereka sangat enggan menjawab pertanyaan saya," ungkapnya.
Dua hari kemudian di Beijing tanggal 20 Januari, ia diberi tahu bahwa jumlah kasus di Wuhan sekarang adalah 198, dengan tiga orang meninggal dan 13 pekerja medis terinfeksi. Hal itu terungkap dalam pertemuan dengan pejabat pemerintah pusat, termasuk Perdana Menteri China Li.
Inilah yang akhirnya membuat dirinta mengusulkan lockdown untuk Wuhan. Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya itu diikuti pemerintah dan membuat kota itu ditutup sejak 23 Januari hingga 76 hari kemudian.
Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang mengakui bahwa pemerintahnya tidak mengungkapkan informasi tentang virus corona. Mereka baru bisa menyampaikan setelah mendapatkan wewenang.
Ini akhirnya membuat China memecat beberapa pejabat senior. Termasuk dua pejabat komisi kesehatan provinsi, serta ketua Partai Komunis China di Wuhan dan provinsi Hubei, menurut Kantor Berita Xinhua milik pemerintah China.
"Ini membuat pemerintah memerintahkan semua kota, semua departemen pemerintah, harus melaporkan jumlah sebenarnya penyakit - jadi jika Anda tidak melakukan itu, Anda akan dihukum," ujarnya.
"Jadi sejak tanggal 23 Januari, saya pikir semua data (yang diberikan) sudah benar."
Di dunia ada 4,8 juta kasus COVID-19. Saat ini China bukan lagi episentrum corona tapi AS. Kenyataan ini membuat AS 'marah' ke China. Presiden AS Donald Trump menyalahkan China karena dianggap tak membantu membendung corona.
(sef/sef) Next Article Bukan Lagi Wuhan, Kini China Lockdown Shulan
Most Popular