
Rakyat RI Bisa Hidup Normal Mulai Juni? Kayaknya Susah...
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 May 2020 11:39

Beberapa negara lain sudah melewati fase puncak wabah. Di Eropa ada Spanyol, Italia, Perancis, dan Jerman yang sudah melaporkan penurunan kasus baru yang signifikan. Keempat negara ini dinyatakan mencapai fase puncak pada awal April lalu.
Strategi lockdown terbukti berhasil menekan jumlah pertambahan kasus baru di negara-negara Eropa ini. Sejak diterapkannya lockdown keempat negara Eropa ini membutuhkan waktu kurang lebih dua pekan untuk sampai ke fase puncaknya dan butuh waktu 1 bulan untuk pertumbuhan kasus menurun secara signifikan.
Beralih ke Asia, China sebagai negara yang terjangkit pertama kali juga menjadi negara yang pertama kali melaporkan telah melewati fase puncak. China mencapai fase puncak wabah pada pertengahan Februari lalu.
China merupakan negara pertama yang menerapkan lockdown. Pada 23 Januari ketika kasus infeksi Covid-19 sudah lebih dari 500, pemerintah pusat China memutuskan untuk menutup akses dari dan ke Wuhan dan beberapa kota lain di Provinsi Hubei, China bagian tengah.
Sebagai negara pertama yang menerapkan lockdwon, China berhasil mencapai fase puncaknya terhitung sejak diterapkannya karantina dalam kurun waktu tiga minggu. Sementara untuk mencapai kondisi 'aman' yang ditandai dengan penurunan kasus secara signifikan China membutuhkan waktu 3 pekan. Lockdown pun dicabut di China memasuki pekan kedua April 2020.
Masih dari kawasan Asia, kali ini beralih ke Korea Selatan. Berbeda dengan China dan Eropa yang menerapkan lockdown, Negeri Ginseng lebih memilih melakukan tes masal Covid-19 dan contact tracing.
Korea Selatan menjadi negara yang banyak dipuji atas penanganan wabahnya. Pasalnya jumlah kasus infeksi Covid-19 di Korea melonjak pada 18 Februari. Namun dengan tes yang dilakukan secara masif dan social distancing hanya butuh waktu kurang dari satu minggu untuk mencapai fase puncak.
Kasus pun berhasil ditekan di level 10.000 sampai saat ini oleh Korea. Ya, jumlah kasus benar-benar berhasil ditekan karena adanya deteksi dini yang memungkinkan seseorang yang teridentifikasi positif bisa langsung diisolasi.
Korea menjadi negara yang belajar banyak dari pedihnya lockdown, saat wabah MERS masuk ke negara itu beberapa tahun silam. Protes keras dari warga membuat Negeri KPOP itu menghindari lockdown yang juga ongkos ekonominya sangatlah besar.
Jika berkaca dari kasus-kasus di atas, maka sebenarnya miris melihat realita di Indonesia. Penerapan PSBB pun terlihat kurang berdampak signifikan. Sekarang malah ada rencana dilonggarkan.
Pelonggaran terlalu dini sebenarnya dikhawatirkan justru akan memicu timbulnya gelombang kedua wabah. Lihat saja AS, China dan Korea Selatan yang baru-baru ini melonggarkan pembatasannya melaporkan terjadinya kenaikan jumlah kasus baru.
Jadi, hidup normal bulan Juni nampaknya akan sangat susah diwujudkan. Sekarang saja sudah pertengahan Mei, Indonesia masih belum bisa disimpulkan melalui fase puncak. Apalagi jika berkaca pada negara-negara yang berhasil 'menjinakkan' corona periode 'aman' biasanya membutuhkan rentang waktu 3 minggu hingga lebih dari 1 bulan.
(twg/twg)
Strategi lockdown terbukti berhasil menekan jumlah pertambahan kasus baru di negara-negara Eropa ini. Sejak diterapkannya lockdown keempat negara Eropa ini membutuhkan waktu kurang lebih dua pekan untuk sampai ke fase puncaknya dan butuh waktu 1 bulan untuk pertumbuhan kasus menurun secara signifikan.
China merupakan negara pertama yang menerapkan lockdown. Pada 23 Januari ketika kasus infeksi Covid-19 sudah lebih dari 500, pemerintah pusat China memutuskan untuk menutup akses dari dan ke Wuhan dan beberapa kota lain di Provinsi Hubei, China bagian tengah.
Sebagai negara pertama yang menerapkan lockdwon, China berhasil mencapai fase puncaknya terhitung sejak diterapkannya karantina dalam kurun waktu tiga minggu. Sementara untuk mencapai kondisi 'aman' yang ditandai dengan penurunan kasus secara signifikan China membutuhkan waktu 3 pekan. Lockdown pun dicabut di China memasuki pekan kedua April 2020.
Masih dari kawasan Asia, kali ini beralih ke Korea Selatan. Berbeda dengan China dan Eropa yang menerapkan lockdown, Negeri Ginseng lebih memilih melakukan tes masal Covid-19 dan contact tracing.
Korea Selatan menjadi negara yang banyak dipuji atas penanganan wabahnya. Pasalnya jumlah kasus infeksi Covid-19 di Korea melonjak pada 18 Februari. Namun dengan tes yang dilakukan secara masif dan social distancing hanya butuh waktu kurang dari satu minggu untuk mencapai fase puncak.
Kasus pun berhasil ditekan di level 10.000 sampai saat ini oleh Korea. Ya, jumlah kasus benar-benar berhasil ditekan karena adanya deteksi dini yang memungkinkan seseorang yang teridentifikasi positif bisa langsung diisolasi.
Korea menjadi negara yang belajar banyak dari pedihnya lockdown, saat wabah MERS masuk ke negara itu beberapa tahun silam. Protes keras dari warga membuat Negeri KPOP itu menghindari lockdown yang juga ongkos ekonominya sangatlah besar.
Jika berkaca dari kasus-kasus di atas, maka sebenarnya miris melihat realita di Indonesia. Penerapan PSBB pun terlihat kurang berdampak signifikan. Sekarang malah ada rencana dilonggarkan.
Pelonggaran terlalu dini sebenarnya dikhawatirkan justru akan memicu timbulnya gelombang kedua wabah. Lihat saja AS, China dan Korea Selatan yang baru-baru ini melonggarkan pembatasannya melaporkan terjadinya kenaikan jumlah kasus baru.
Jadi, hidup normal bulan Juni nampaknya akan sangat susah diwujudkan. Sekarang saja sudah pertengahan Mei, Indonesia masih belum bisa disimpulkan melalui fase puncak. Apalagi jika berkaca pada negara-negara yang berhasil 'menjinakkan' corona periode 'aman' biasanya membutuhkan rentang waktu 3 minggu hingga lebih dari 1 bulan.
(twg/twg)
Next Page
Ke Depan Harus Bagaimana?
Pages
Most Popular