Rumah Sepi Peminat, Jualan Makin Berat!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 May 2020 12:38
Target Tingkatan Layanan Transaksi Digital Pembayaran KPR
Ilustrasi Perumahan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga properti residensial Tanah Air pada kuartal I-2020 tumbuh melambat dan penjualannya terkontraksi. Sektor properti memang tengah terguncang akibat merebaknya pandemi Covid-19 di dalam negeri yang membuat permintaan dari konsumen lesu dan penyaluran kredit makin ketat.

Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan kenaikan harga properti residensial di pasar primer yang melambat pada kuartal I-2020. Hal ini tercermin dari angka Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang tumbuh 1,68% (year on year/yoy), melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mampu tumbuh 1,77% (yoy). 

"Perlambatan pertumbuhan IHPR secara tahunan sejalan dengan melambatnya kenaikan biaya tempat tinggal yang dikeluarkan oleh rumah tangga pada triwulan I-2020. Hal ini tercermin dari kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) sub-kelompok pemeliharaan, perbaikan, dan keamanan tempat tinggal/perumahan (Tahun Dasar 2018=100) sebesar 1,21% (yoy) lebih rendah dari 1,61% (yoy) pada triwulan sebelumnya" tulis BI dalam laporan hasil surveinya.

Penjualan properti residensial pada kuartal I-2020 juga mengalami kontraksi yang dalam jika dibanding periode sebelumnya. Hasil survei harga properti residensial mengindikasikan bahwa penjualan properti residensial mengalami kontraksi yang cukup dalam sebesar -43,19% (yoy), jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh terbatas sebesar 1,19% (yoy). Penurunan penjualan properti residensial tersebut terjadi pada seluruh tipe rumah.

Salah satu faktor pemicu dari terhambatnya penjualan properti residensial adalah suku bunga KPR yang dirasa masih tinggi menurut sejumlah responden yang disurvei (17,9%) meskipun rata-rata suku bunga KPR untuk kuartal I-2020 tercatat sebesar 8,92% dan telah turun dari kuartal sebelumnya sebesar 9,12%. Maklum sebagian besar (74,73%) dari konsumen masih mengandalkan pembiayaan KPR untuk membeli properti residensial.

Faktor lain yang juga jadi penghambat penjualan properti residensial adalah kondisi darurat akibat pandemi Covid-19 yang tengah merebak (15,8%), perizinan/birokrasi (15,5%), kenaikan harga bahan bangunan (15,3%), dan proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR di perbankan (13,8%).

Responden memprakirakan pertumbuhan harga properti residensial akan semakin terbatas. "Perlambatan IHPR diprakirakan akan berlanjut pada triwulan II-2020 dengan tumbuh sebesar 1,56% (yoy)" tulis BI.

Wabah Covid-19 yang merebak di Tanah Air dan telah menginfeksi lebih dari 14 ribu orang terbukti berhasil meluluhlantakkan perekonomian Indonesia. Sejak masuk ke Indonesia dan kasus pertama diumumkan pada 2 Maret lalu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), alarm tanda bahaya sejatinya sudah menyala.

Untuk menekan penyebaran virus, pemerintah memilih menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga kini sudah ada lebih dari 20 wilayah yang menerapkan aturan ini. Selama PSBB masyarakat diimbau untuk belajar, beribadah dan bekerja di rumah. Mobilitas publik juga dibatasi. Transportasi umum tak beroperasi dengan kapasitas maksimal.

Konsekuensinya jelas, beberapa sektor seperti penerbangan, pariwisata, perhotelan hingga restoran langsung terkena dampaknya. Penumpang pesawat dan turis anjlok, hotel dan restoran sepi pengunjung. Omzet turun drastis. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pun tak terelakkan.

Data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) menunjukkan, hingga akhir April saja sudah ada 2 juta karyawan dirumahkan dan kena PHK. Lebih dari 535 ribu di antaranya berasal dari sektor informal.

Permintaan terhadap tenaga kerja pun menurun. Indikatornya pun terlihat jelas. Iklan lowongan pekerjaan di berbagai media daring pun menurun. Berdasarkan analisis big data BPS, iklan lowongan pekerjaan di berbagai industri dalam negeri terus mengalami penurunan jumlah jika dibandingkan awal tahun.

Jumlah Iklan Lowongan Kerja Terus Menurun

Iklan LokerSumber: Badan Pusat Statistik

Di sisi lain jumlah orang yang mencari informasi terkait kartu pra-kerja pun bertambah banyak. Pencarian menggunakan kata kunci 'Kartu Prakerja' di media daring pun melonjak signifikan pada bulan April. Hal ini mengindikasikan jumlah pekerja yang terdampak juga banyak. Data ini juga mengkonfirmasi terjadinya peningkatan pada jumlah orang yang di PHK selama masa pandemi.

Jumlah Pencarian Menggunakan Kata Kunci 'Kartu Prakerja' Melonjak Signifikan Bulan April

Kartu prakerjaSumber : Badan Pusat Statistik


Indikator lain yang juga menjadi gambaran goyahnya pasar tenaga kerja Indonesia tercermin dari indeks kondisi ekonomi saat ini terutama untuk bagian ketersediaan lapangan kerja. Indeks ketersediaan lapangan kerja pada April 2020 anjlok paling parah dan berada di angka 41,2. Terjun bebas dari level sebelumnya di 86 pada Maret lalu.



Jelas terlihat bahwa wabah Covid-19 telah meluluhlantakkan perekonomian RI. Gelombang PHK yang terjadi disertai dengan susahnya mencari kerja membuat daya beli masyarakat tertekan. Untuk makan saja susah, apalagi membeli rumah?

Mengingat dalam pembelian properti residensial mayoritas pelanggan masih mengandalkan KPR, maka perlu juga dicermati kondisi perbankan sebagai kreditor.

Dalam kondisi penuh tantangan seperti ini, industri perbankan Indonesia terpapar ke risiko naiknya rasio kredit macet (NPL) seiring dengan terdampaknya sektor riil dan hilangnya mata pencaharian jutaan orang. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan kebijakan restrukturisasi kredit untuk para debitur yang terdampak Covid-19. Wimboh selaku Ketua Dewan Komisioner OJK berharap dengan adanya kebijakan restrukturisasi NPL tidak bertambah.

"Mudah-mudahan karena sudah ada kebijakan restrukturisasi kan nggak bertambah NPL, jadi nggak ada masalah. Ini kita tetap watch out," kata dia.

Jadi saat ini memang perbankan dalam negeri tengah fokus dengan restrukturisasi. Selain itu pandemi Covid-19 tentu membuat perbankan menjadi lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Bank akan semakin selektif.

Makin selektifnya perbankan juga tercermin dari aspek kebijakan penyaluran kredit yang diperkirakan akan semakin ketat pada kuartal II-2020 terutama untuk aspek premi kredit berisiko, perjanjian kredit, agunan, dan persyaratan administrasi.



Beberapa bank lebih memilih fokus untuk menyalurkan kredit ke primary unit atau rumah baru yang harganya lebih stabil. Sementara bank-bank lain juga pasti semakin pilih-pilih dalam menyalurkan kredit terutama KPR. Sehingga di tengah wabah seperti sekarang ini permintaan properti residensial memang cenderung melemah dan ketersediaan kreditnya pun lebih terbatas.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular