
Polemik DBH DKI Jakarta
Anak Buah Sri Mulyani Jawab Anies: Tak Ada Ngemplang Utang!
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
10 May 2020 21:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menjawab 'polemik' Dana Bagi Hasil (DBH) yang terjadi antara Kementerian Keuangan dan Pemprov DKI Jakarta. Hal ini berawal saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyurati Sri Mulyani soal menagih DBH.
Ia mengaku memang ada Kurang Bayar (KB) Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta sebesar Rp 2,6 triliun. Namun tidak seharusnya Pemprov DKI Jakarta menagih pemerintah pusat seperti menagih utang, karena ada mekanisme yang harus dilalui.
"Jadi polemik dan kesimpangsiuran ini tak perlu terjadi ketika waktu meminta pembayaran DBH 2019 ini, jika Pemprov DKI tidak terkesan seperti orang menagih utang jatuh tempo dan belum dibayar. Faktanya, meski ini hak, tapi aturan dan mekanismenya jelas, tak ada mengemplang utang," katanya dalam akun resmi media sosial Twitter-nya @prastow, dikutip Minggu (10/5)
Adapun mekanisme yang harus dilalui adalah pemerintah mencairkan 50% terlebih dahulu karena masih menunggu hasil Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, jika mengikuti mekanisme, maka seharusnya DBH kurang bayar pemerintah ke daerah dibayarkan pada bulan Agustus atau September tahun berikutnya, setelah selesai audit LKPP oleh BPK.
Oleh karenanya, untuk sisa KB DBH akan diberikan setelah ada angka resmi kekurangan yang perlu dibayarkan Pemerintah ke Pemda sesuai hasil audit BPK.
"Jadi sebenarnya kurang bayar baru diketahui pasti setelah audit BPK 2019 selesai di tahun 2020 ini, dan biasanya dibayarkan di sekitar Agustus-November. Ini yang jadi polemik karena seolah (pemerintah) pusat punya utang ke Pemprov DKI dan tidak mau membayar/menahan. Faktanya nggak gitu," sebutnya.
Ia mengaku heran dengan cara Pemprov DKI Jakarta yang menagih DBH layaknya orang berpiutang. Padahal, ini tidak dilakukan pemda-pemda lain karena memahami kelaziman praktik pembayaran DBH selama ini. "Uang di Pusat cukup, justru pembayaran DBH realisasi 2019 (audited) dilakukan lebih awal. Ini fakta yang sebenarnya," sebutnya.
Secara total, pemerintah telah mengalokasikan KB DBH tahun 2019 sebesar Rp 14,71 triliun kepada seluruh daerah di Indonesia. Namun, hingga April 2020 yang telah disalurkan Rp 3,85 triliun untuk 5 provinsi dan 113 kabupaten kota termasuk DKI Jakarta.
Percepatan pemberian DBH kurang bayar tahun 2019 ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 20 tahun 2020 tentang Penyaluran Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan telah mencairkan Kurang Bayar (KB) Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta sebesar Rp 2,6 triliun. Ini sesuai dengan permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Namun, KB DBH yang diberikan hanya sekitar 50% dari total DBH DKI sebesar Rp 5,16 triliun. Adapun DBH ini terdiri dari sisa KB 2018 sebesar Rp 19,35 miliar dan potensi KB 2019 sebesar Rp 15,6 triliun.
"Untuk DKI Jakarta sendiri dari Rp 5,16 triliun kita sudah bayarkan DBH 2018 masih kurang dan untuk 2019 kita sudah salurkan Rp 2,58 triliun," ujar Sri Mulyani melalui teleconference, Jumat (8/5/2020).
Ia menjelaskan, pemerintah mencairkan 50% terlebih dahulu karena masih menunggu hasil Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, jika mengikuti mekanisme, maka seharusnya DBH kurang bayar pemerintah ke daerah dibayarkan pada bulan Agustus atau September tahun berikutnya, setelah selesai audit LKPP oleh BPK.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat menyampaikan surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Surat itu terkait pencairan dana bagi hasil sebesar Rp 7,5 triliun.
"Kita berharap dana bagi hasil itu segera di-transfer. Saya juga sudah menyampaikan secara resmi melalui surat kepada Menteri Keuangan," kata Anies Baswedan di sela konferensi video bersama Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin, di Jakarta, Kamis (2/4/20).
Dia merinci, Kementerian Keuangan masih menyisakan piutang tahun lalu. Anies menyebut, semula piutang pada 2019 mencapai Rp 6,4 triliun, setelah ada beberapa penyesuaian, angka itu berubah menjadi Rp 5,1 triliun.
(hoi/hoi) Next Article Utang Indonesia Aman atau Ancaman?
Ia mengaku memang ada Kurang Bayar (KB) Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta sebesar Rp 2,6 triliun. Namun tidak seharusnya Pemprov DKI Jakarta menagih pemerintah pusat seperti menagih utang, karena ada mekanisme yang harus dilalui.
"Jadi polemik dan kesimpangsiuran ini tak perlu terjadi ketika waktu meminta pembayaran DBH 2019 ini, jika Pemprov DKI tidak terkesan seperti orang menagih utang jatuh tempo dan belum dibayar. Faktanya, meski ini hak, tapi aturan dan mekanismenya jelas, tak ada mengemplang utang," katanya dalam akun resmi media sosial Twitter-nya @prastow, dikutip Minggu (10/5)
Adapun mekanisme yang harus dilalui adalah pemerintah mencairkan 50% terlebih dahulu karena masih menunggu hasil Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, jika mengikuti mekanisme, maka seharusnya DBH kurang bayar pemerintah ke daerah dibayarkan pada bulan Agustus atau September tahun berikutnya, setelah selesai audit LKPP oleh BPK.
Oleh karenanya, untuk sisa KB DBH akan diberikan setelah ada angka resmi kekurangan yang perlu dibayarkan Pemerintah ke Pemda sesuai hasil audit BPK.
"Jadi sebenarnya kurang bayar baru diketahui pasti setelah audit BPK 2019 selesai di tahun 2020 ini, dan biasanya dibayarkan di sekitar Agustus-November. Ini yang jadi polemik karena seolah (pemerintah) pusat punya utang ke Pemprov DKI dan tidak mau membayar/menahan. Faktanya nggak gitu," sebutnya.
Ia mengaku heran dengan cara Pemprov DKI Jakarta yang menagih DBH layaknya orang berpiutang. Padahal, ini tidak dilakukan pemda-pemda lain karena memahami kelaziman praktik pembayaran DBH selama ini. "Uang di Pusat cukup, justru pembayaran DBH realisasi 2019 (audited) dilakukan lebih awal. Ini fakta yang sebenarnya," sebutnya.
Secara total, pemerintah telah mengalokasikan KB DBH tahun 2019 sebesar Rp 14,71 triliun kepada seluruh daerah di Indonesia. Namun, hingga April 2020 yang telah disalurkan Rp 3,85 triliun untuk 5 provinsi dan 113 kabupaten kota termasuk DKI Jakarta.
Percepatan pemberian DBH kurang bayar tahun 2019 ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 20 tahun 2020 tentang Penyaluran Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan telah mencairkan Kurang Bayar (KB) Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta sebesar Rp 2,6 triliun. Ini sesuai dengan permintaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Namun, KB DBH yang diberikan hanya sekitar 50% dari total DBH DKI sebesar Rp 5,16 triliun. Adapun DBH ini terdiri dari sisa KB 2018 sebesar Rp 19,35 miliar dan potensi KB 2019 sebesar Rp 15,6 triliun.
"Untuk DKI Jakarta sendiri dari Rp 5,16 triliun kita sudah bayarkan DBH 2018 masih kurang dan untuk 2019 kita sudah salurkan Rp 2,58 triliun," ujar Sri Mulyani melalui teleconference, Jumat (8/5/2020).
Ia menjelaskan, pemerintah mencairkan 50% terlebih dahulu karena masih menunggu hasil Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, jika mengikuti mekanisme, maka seharusnya DBH kurang bayar pemerintah ke daerah dibayarkan pada bulan Agustus atau September tahun berikutnya, setelah selesai audit LKPP oleh BPK.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sempat menyampaikan surat resmi kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Surat itu terkait pencairan dana bagi hasil sebesar Rp 7,5 triliun.
"Kita berharap dana bagi hasil itu segera di-transfer. Saya juga sudah menyampaikan secara resmi melalui surat kepada Menteri Keuangan," kata Anies Baswedan di sela konferensi video bersama Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin, di Jakarta, Kamis (2/4/20).
Dia merinci, Kementerian Keuangan masih menyisakan piutang tahun lalu. Anies menyebut, semula piutang pada 2019 mencapai Rp 6,4 triliun, setelah ada beberapa penyesuaian, angka itu berubah menjadi Rp 5,1 triliun.
(hoi/hoi) Next Article Utang Indonesia Aman atau Ancaman?
Most Popular