
Minta KRL Disetop, Ridwan Kamil: KRL Paling Rawan Covid-19!
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
06 May 2020 20:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menginginkan operasi KRL Jabodetabek dihentikan sementara demi mencegah penyebaran corona virus (Covid-19). Tiga penumpang KRL dinyatakan positif terjangkit Covid-19 membuktikan KRL tempat yang rawan penyebaran virus corona.
Namun, sebagai gubernur, Ridwan Kamil hanya sebatas mengusulkan karena keputusan ada di pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Untuk transportasi kewenangan kementerian, misalnya dari kami, kami ingin KRL berhenti dulu. Karena kami hanya bisa usulkan," ungkap Kang Emil sapaan akrabnya saat wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu, (06/05/2020).
Melihat kondisi ini, pihaknya hanya bisa meminta pertanggungjawaban Kemenhub dengan menjalankan keputusan sesuai dengan protokol. Ia meminta agar pemerintah dalam hal ini Kemenhub melakukan evaluasi dari operasi KRL berdasarkan kenyataan di lapangan dan tak kaku.
"Ibarat perang kami yang di lapangan, teori lahir dari pernyataan yang ada di lapangan," jelasnya.
Kang Emil menyarankan opsi yang bisa diambil jika memang perkantoran di Jakarta masih mewajibkan karyawannya bekerja di kantor adalah dengan menyediakan transportasi khusus karyawan. "Sekali lagi ini keputusan pusat, kenyataan di lapangan tidak semudah yang di lapangan," sesalnya.
Ia menegaskan KRL adalah transportasi yang paling rawan menyebarkan Covid-19. Karena kasus positif Covid-19 dialami oleh orang-orang yang tanpa gejala (OTG) sehingga mereka tidak sadar jika positif dan tetap berkegiatan di luar ternasuk naik KRL.
"KRL adalah paling rawan, bawa orang OTG (orang tanpa gejala). Ini urusan nyawa kebijakan ada rentan kendali dengan situasi lapangan," paparnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan KRL tetap boleh beroperasi namun dengan pembatasan penumpang yang ketat. "KRL tidak dihentikan operasinya, karena memperhatikan penumpang-penumpang yang sangat membutuhkannya," ujarnya, Selasa (5/5/2020) dalam keterangan resmi.
Dia juga mengklaim bahwa kepadatan penumpang telah dikendalikan, dengan seoptimal mungkin menerapkan jaga jarak antar penumpang. Caranya, seluruh kereta telah dilengkapi dengan marka pada bangku dan tempat duduk untuk mengatur posisi pengguna.
Sementara itu, Menhub Budi Karya, menegaskan alasannya tak setop operasi KRL karena pemerintah ingin tetap hadir mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini para pekerja sejumlah sektor yang tetap harus bekerja sesuai dengan ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Siapa yang naik itu? yang naik itu adalah rakyat kecil yang harus bekerja. Dengan kereta api dia hanya mengeluarkan Rp 8.000. Kalau dia naik taksi harus keluarkan Rp 20.000 dan sebagainya bahkan Rp 100.000," tandasnya.
(hoi/hoi) Next Article Soal Kenaikan Tarif KRL, Menhub: Belum Ada Putusan!
Namun, sebagai gubernur, Ridwan Kamil hanya sebatas mengusulkan karena keputusan ada di pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Untuk transportasi kewenangan kementerian, misalnya dari kami, kami ingin KRL berhenti dulu. Karena kami hanya bisa usulkan," ungkap Kang Emil sapaan akrabnya saat wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu, (06/05/2020).
Melihat kondisi ini, pihaknya hanya bisa meminta pertanggungjawaban Kemenhub dengan menjalankan keputusan sesuai dengan protokol. Ia meminta agar pemerintah dalam hal ini Kemenhub melakukan evaluasi dari operasi KRL berdasarkan kenyataan di lapangan dan tak kaku.
"Ibarat perang kami yang di lapangan, teori lahir dari pernyataan yang ada di lapangan," jelasnya.
Kang Emil menyarankan opsi yang bisa diambil jika memang perkantoran di Jakarta masih mewajibkan karyawannya bekerja di kantor adalah dengan menyediakan transportasi khusus karyawan. "Sekali lagi ini keputusan pusat, kenyataan di lapangan tidak semudah yang di lapangan," sesalnya.
Ia menegaskan KRL adalah transportasi yang paling rawan menyebarkan Covid-19. Karena kasus positif Covid-19 dialami oleh orang-orang yang tanpa gejala (OTG) sehingga mereka tidak sadar jika positif dan tetap berkegiatan di luar ternasuk naik KRL.
"KRL adalah paling rawan, bawa orang OTG (orang tanpa gejala). Ini urusan nyawa kebijakan ada rentan kendali dengan situasi lapangan," paparnya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan KRL tetap boleh beroperasi namun dengan pembatasan penumpang yang ketat. "KRL tidak dihentikan operasinya, karena memperhatikan penumpang-penumpang yang sangat membutuhkannya," ujarnya, Selasa (5/5/2020) dalam keterangan resmi.
Dia juga mengklaim bahwa kepadatan penumpang telah dikendalikan, dengan seoptimal mungkin menerapkan jaga jarak antar penumpang. Caranya, seluruh kereta telah dilengkapi dengan marka pada bangku dan tempat duduk untuk mengatur posisi pengguna.
Sementara itu, Menhub Budi Karya, menegaskan alasannya tak setop operasi KRL karena pemerintah ingin tetap hadir mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini para pekerja sejumlah sektor yang tetap harus bekerja sesuai dengan ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Siapa yang naik itu? yang naik itu adalah rakyat kecil yang harus bekerja. Dengan kereta api dia hanya mengeluarkan Rp 8.000. Kalau dia naik taksi harus keluarkan Rp 20.000 dan sebagainya bahkan Rp 100.000," tandasnya.
(hoi/hoi) Next Article Soal Kenaikan Tarif KRL, Menhub: Belum Ada Putusan!
Most Popular