Jangan Lupa, Negara "Sedekah" Rp 334 T Demi Harga Bensin

Gustidha Budiartie & Anisatul Umah, CNBC Indonesia
06 May 2020 14:43
SPBU Omesuri di Lembata NTT
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bahan bakar minyak (BBM) masih jadi pembahasan panas oleh publik. Didorong oleh pelemahan harga minyak dunia dalam sebulan terakhir, yang belum disertai penurunan harga bensin.

Baik Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif maupun Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati masing-masing telah memaparkan kondisi yang dihadapi negara, dari sisi hulu sampai hilir yang membuat tak mudah untuk turunkan harga BBM.

Sisi hilir misalnya, konsumsi anjlok sampai 50% di kota kota besar seperti Jakarta, Medan, Makassar, dan Surabaya. Sehingga bensin tak ada yang beli dan bikin Pertamina kelimpungan.

Sisi hulu, KKKS tak sanggup beroperasi dan membuat penerimaan migas dan APBN RI terancam. Secara garis besar, industri migas RI tengah babak belur.

Bicara bensin dan harga minyak memang kompleks. Penyesuaian sebenarnya sudah berlangsung sejak awal tahun namun berhenti di Maret, karena semua fokus pada dampak pandemi corona.



Menteri ESDM menerangkan soal harga minyak fluktuasinya bisa sangat cepat, sebelum harga minyak menyentuh level minus untuk jenis WTI ( yang sebenarnya untuk pasar di Amerika), harga komoditas ini masih ada di level US$ 18 per barel pada Jumat 17 April.

Namun pada Seninnya, harga anjlok ke level minus US$ 37 per barel. Sementara untuk hari ini WTI sudah naik lagi di level US$ 24,98.

Fluktuasi ini jika dipantau harian, memang bisa bikin pusing.

"Perkembangan harga minyak mentah dalam 13 tahun terakhir, kondisi rebound umumnya terjadi. Crude bisa rebound dalam waktu 3 bulan. Ini seperti di 2008, minyak anjlok sampai US$ 38 per barel kemudian stabil di US$ 70 per barel," papar Menteri Arifin saat rapat virtual bersama Komisi VII DPR RI.

Masalah lainnya yang sering dilupakan adalah Indonesia memiliki banyak jenis bensin. Untuk ASEAN, bensin dengan RON 88 cuma ada di Indonesia, yakni bensin premium yang masih disubsidi secara tidak langsung oleh Pertamina (sebab subsidinya sudah dicabut pemerintah pada 2015) dan tidak naik harga sejak 3 tahun terakhir.



Sementara harga bensin di kawasan yang jadi sorotan publik adalah bensin untuk jenis RON 92 dan RON 95, kalau di sini adalah pertamax dan pertamax plus yang konsumennya sebenarnya adalah orang-orang mampu.

Untuk transportasi publik masih menggunakan solar, yang ini masih disubsidi oleh pemerintah.

Kemudian, ada jenis Pertalite RON 90 yang sejak tahun politik juga tidak naik harga. Saat harga minyak dunia melonjak, Pertamina tak bisa naikkan bensin ini karena ada kekhawatiran pemerintah masyarakat akan kembali menggunakan bensin premium jika disparitas harganya terlalu lebar.

Jadi tanpa disadari, sudah dalam beberapa tahun terakhir ini sebenarnya justru warga yang diberi sedekah oleh negara dan BUMN.



Subsidi BBM

Sekadar mengingatkan bahwa negeri ini sudah candu dengan harga bensin murah/ Bahkan sebelum ada pandemi, Indonesia adalah negara dengan harga bensin termurah karena harga bensin terlalu penuh konsekuensi politik.

Berdasar data yang dihimpun CNBC Indonesia, sejak 2015 sampai 2019, subsidi BBM yang dikucurkan negara untuk BBM dan LPG mencapai Rp 334 triliun.

Rincinya adalah:
2015 Rp 60,8 triliun
2016 Rp 43,7 triliun
2017 Rp 47 triliun
2018 Rp 97 triiliun
2019 Rp 85,7 triliun

Bisa dilihat, subsidi pada 2018 hampir naik dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Ini disebabkan ketika harga minyak dunia meroket, Indonesia tak serta merta menaikkan harga BBM. Kenaikan sebenarnya sudah berlangsung sejak 2017, namun terus ditahan untuk harga BBM.

Dan perlu dicatat, subsidi ini hanya untuk subsidi solar. Sementara untuk bensin premium, terdapat isitilah kompensasi yang dibayarkan negara ke Pertamina.

Subsidi ini, di periode sebelumnya lebih besar lagi. Untuk premium, solar, dan LPG selama 2011 sampai 2014 mencapai Rp 827 triliun. Puncaknya di 2014, di mana subsidi bensin dan LPG dalam setahun mencapai Rp 240 triliun. Sementara bensin ini digunakan oleh 60% lebih pemilik kendaraan roda empat pribadi, relakah Anda?



[Gambas:Video CNBC]



Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan subsidi untuk solar tahun ini sebesar Rp 1.000/liter. Jika diakumulasi subsidi pemerintah menurutnya cukup besar. Masih ditambah untuk RON 88 atau premium yang diberikan kopensasi.

"JBU ini kita tetapkan batas atas. Kalau yang JBT subsidi hanya Rp 1.000, kalau JBKP itu sesuai fluktuasi harga minyak, selisih dibayar pemerintah," paparnya, Senin, (04/05/2020).

Arifin mengatakan tahun ini sudah menurunkan BBM sebanyak dua kali. PT Pertamina (Persero), katanya, merupakan pemegang market share sebesar 60%, di mana 53% nya adalah subsidi dan kompensasi. Kondisi ini menurtnya perlu menjadi sudut pandang dalam menentukan harga BBM.

"Ini mohon satu hal yang dipertimbangkan. Ada diskusi khusus untuk ini bagaimana bisa sikapi," ungkapnya.

Pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN melalui Public Service Obligation (PSO). PT Pertamina (Persero) mendapatkan penugasan untuk menjual BBM bersubsidi. Kondisi di satu sisi menjadi beban Pertamina karena dalam menjual BBM subsidi mereka harus menalangi dahulu.

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan pemerintah tidak akan lagi memberikan subsidi sektor energi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan listrik melalui badan usaha milik negara (BUMN). Subsidi energi nantinya akan langsung ke rakyat yang membutuhkan.

"Policy ke depan, kita ingin perusahaan BUMN sudah tidak terima subsidinya biar langsung ke rakyat," ungkap Erick.

Tujuannya adalah agar subsidi yang dikucurkan lebih transparan, serta untuk kebaikan perusahaan BUMN agar fokus menjalani perannya sebagai korporasi. Tidak hanya itu, peralihan subsidi ini juga untuk menghindari akal-akalan pembukuan keuangan di BUMN.

"Ini jadi bagian grey area yang akhirnya mohon maaf ada yang namanya window dressing, nah ini kita enggak mau lagi," imbuhnya.

(gus/gus) Next Article Terungkap, Ini yang Bikin Harga Bensin Pertamax Cs Turun!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular