
Apa Isi Surat Edaran THR yang Bisa Picu Pekerja Tak Tenang?
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
05 May 2020 13:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah sudah menyatakan akan mengeluarkan surat edaran (SE) tentang Tunjangan Hari Raya (THR). SE ini hanya tinggal ditandatanganinya.
Substansi dari SE THR memang masih menunggu SE itu terbit. Namun, bila melacak dari surat edaran THR tahun-tahun sebelumnya isinya sifatnya normatif dan template, seperti pada SE periode 2017, 2018, 2019 pada era Menaker Hanif Dhakiri. Isinya relatif sama, antara lain ketentuan THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan.
Selain itu juga diatur soal besaran THR, bagi pekerja yang sudah 12 bulan bekerja maka berhak mendapat 1 kali gaji, lalu yang di bawah 12 bulan kerja, akan dihitung proporsional.
THR juga harus dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya. Selain itu pada surat edaran 2019 ada tambahan soal ketentuan sanksi bagi pengusaha yang terlambat atau tak membayar THR maka akan ada sanksi administratif yang diatur dalam PP No 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Bagaimana dengan surat edaran THR 2020?
Belum juga SE terbit, serikat buruh sudah bereaksi lebih dulu. Ini karena kekhawatiran adanya kebijakan keringanan bagi pelaku usaha untuk membayarkan kewajiban THR, apalagi banyak pengusaha yang sudah menyatakan ragu atau tak sanggup membayar THR.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak rencana dikeluarkannya surat edaran Menteri Ketaenagakerjaan (Menaker) soal THR, meski secara substansinya belum diketahui pasti.
Ia menduga isi surat edaran itu akan memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk tidak membayar THR sebesar 100% atau dengan cara mencicil. Kekhawatiran buruh ini memang cukup beralasan, karena memang ada ruang bagi pengusaha yang belum sanggup membayar THR, seperti yang pernah disampaikan Menaker Ida Fauziyah.
Ketentuan THR diatur dalam Peraturan Pemerintah RI (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan; Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan; dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"THR merupakan bagian dari pendapatan non upah. THR wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan," kata Menaker Ida Fauziyah dalam pernyataan resminya yang dikutip, Selasa (28/4).
Ida mengingatkan, pengusaha yang terlambat membayar THR dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.
"Pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada Pekerja/Buruh. Pengusaha yang tidak membayar THR dikenakan sanksi administrasi," kata Ida.
Namun, di sisi lain dalam hal pengusaha kesulitan membayar THR, maka dapat ditempuh mekanisme dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh untuk menyepakati pembayaran THR tersebut. Misalnya, apabila perusahaan tidak mampu membayar THR sekaligus, maka pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap.
Apabila perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, maka pembayaran THR dapat ditangguhkan atau ditunda pembayarannya pada jangka waktu tertentu yang disepakati.
"Apabila jangka waktu penahapan atau penundaan yang disepakati telah berakhir, namun perusahaan tidak membayar THR, maka atas dasar hasil pemeriksaan pengawas dan rekomendasi yang diberikan, perusahaan dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.
Serikat buruh, kali ini justru berpijak pada ketentuan yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 dan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang selama ini sering ditolak mereka, setiap pengusaha wajib membayar THR 100% bagi pekerja yang memiliki masa kerja di atas 1 tahun.
Iqbal mendesak surat edaran Menaker tentang THR tidak boleh bertentangan dengan PP No 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, yang mengatur kewajiban pengusaha untuk membayar THR minimal sebesar satu bulan upah tersebut.
"KSPI berpendapat, THR harus dibayar 100% bagi buruh yang masuk bekerja, buruh yang diliburkan sementara karena covid 19, buruh yang dirumahkan karena covid-19, maupun buruh yang di PHK dalam rentang waktu H-30 dari lebaran," tegas Said Iqbal.
(hoi/hoi) Next Article Surat Edaran THR Biasanya Copy Paste, Kok Buruh Resah?
Substansi dari SE THR memang masih menunggu SE itu terbit. Namun, bila melacak dari surat edaran THR tahun-tahun sebelumnya isinya sifatnya normatif dan template, seperti pada SE periode 2017, 2018, 2019 pada era Menaker Hanif Dhakiri. Isinya relatif sama, antara lain ketentuan THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan.
Selain itu juga diatur soal besaran THR, bagi pekerja yang sudah 12 bulan bekerja maka berhak mendapat 1 kali gaji, lalu yang di bawah 12 bulan kerja, akan dihitung proporsional.
Bagaimana dengan surat edaran THR 2020?
Belum juga SE terbit, serikat buruh sudah bereaksi lebih dulu. Ini karena kekhawatiran adanya kebijakan keringanan bagi pelaku usaha untuk membayarkan kewajiban THR, apalagi banyak pengusaha yang sudah menyatakan ragu atau tak sanggup membayar THR.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak rencana dikeluarkannya surat edaran Menteri Ketaenagakerjaan (Menaker) soal THR, meski secara substansinya belum diketahui pasti.
Ia menduga isi surat edaran itu akan memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk tidak membayar THR sebesar 100% atau dengan cara mencicil. Kekhawatiran buruh ini memang cukup beralasan, karena memang ada ruang bagi pengusaha yang belum sanggup membayar THR, seperti yang pernah disampaikan Menaker Ida Fauziyah.
Ketentuan THR diatur dalam Peraturan Pemerintah RI (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan; Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan; dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"THR merupakan bagian dari pendapatan non upah. THR wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh, tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan," kata Menaker Ida Fauziyah dalam pernyataan resminya yang dikutip, Selasa (28/4).
Ida mengingatkan, pengusaha yang terlambat membayar THR dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban Pengusaha untuk membayar.
"Pengenaan denda tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada Pekerja/Buruh. Pengusaha yang tidak membayar THR dikenakan sanksi administrasi," kata Ida.
Namun, di sisi lain dalam hal pengusaha kesulitan membayar THR, maka dapat ditempuh mekanisme dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh untuk menyepakati pembayaran THR tersebut. Misalnya, apabila perusahaan tidak mampu membayar THR sekaligus, maka pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap.
Apabila perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, maka pembayaran THR dapat ditangguhkan atau ditunda pembayarannya pada jangka waktu tertentu yang disepakati.
"Apabila jangka waktu penahapan atau penundaan yang disepakati telah berakhir, namun perusahaan tidak membayar THR, maka atas dasar hasil pemeriksaan pengawas dan rekomendasi yang diberikan, perusahaan dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.
Serikat buruh, kali ini justru berpijak pada ketentuan yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 dan PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang selama ini sering ditolak mereka, setiap pengusaha wajib membayar THR 100% bagi pekerja yang memiliki masa kerja di atas 1 tahun.
Iqbal mendesak surat edaran Menaker tentang THR tidak boleh bertentangan dengan PP No 78 Tahun 2015 tentang pengupahan, yang mengatur kewajiban pengusaha untuk membayar THR minimal sebesar satu bulan upah tersebut.
"KSPI berpendapat, THR harus dibayar 100% bagi buruh yang masuk bekerja, buruh yang diliburkan sementara karena covid 19, buruh yang dirumahkan karena covid-19, maupun buruh yang di PHK dalam rentang waktu H-30 dari lebaran," tegas Said Iqbal.
(hoi/hoi) Next Article Surat Edaran THR Biasanya Copy Paste, Kok Buruh Resah?
Most Popular