Efek Covid-19

Deretan Pos Anggaran yang Bisa Dipangkas versi Chatib Basri

Ratu Rina, CNBC Indonesia
05 May 2020 11:11
Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri. (CNBC Indonesia/Efrem Siregar)
Foto: Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri. (CNBC Indonesia/Efrem Siregar)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membutuhkan dana cukup besar guna menjaga ketahanan ekonomi nasional sebagai dampak dari pandemi Covid-19 di Indonesia. Dana stimulus untuk sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan ekonomi dinilai sudah tepat, tapi alokasi belanja tersebut perlu ditingkatkan agar penanganan dampak Covid-19 lebih maksimal.

Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri mengatakan sumber dana tersebut bisa didapatkan dari beberapa pos di antaranya anggaran perjalanan dinas tahun 2020 sebesar Rp 43 triliun semestinya bisa dipotong lagi lebih dari 25% dan dialokasikan untuk penanganan dampak Covid-19. 

"Dalam kondisi PSBB [pembatasan sosial berskala besar] kan orang nggak terbang, nggak jalan, anggaran dinas bisa disisakan 5%, ini mungkin uang yang masih bisa digunakan," kata Chatib Basri dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, Senin (04/05/20).

Selain anggaran perjalanan dinas, pemerintah bisa memangkas anggaran belanja modal fisik seperti infrastruktur dan menunda pelaksanaanya. Pasalnya, pembangunan infrastruktur tidak memungkinkan untuk dilakukan pada saat seperti ini.


"Saya enggak mengatakan infrastruktur disetop, dibikin aja multiyears, tahun depan. Tetapi untuk tahun ini dananya difokuskan saja untuk maintenance, relokasi kemudian misalnya [proyek] Ibu Kota baru kan bisa ditunda, jadi periode prioritas bujet bisa dilakukan," jelas Chatib.

Kemudian, menurut Chatib pemerintah bisa memperbesar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai imbas dari kebutuhan anggaran yang besar .

Jika alokasinya difokuskan untuk kesehatan, bantuan sosial, dan dukungan aktivitas usaha maka hal ini bisa dilakukan.

"Budget defici- nya bisa dinaikkan. Gak apa-apa sekarang kita [defisit anggaran] 3% mau dinaikin jadi 5% kalau mau ditambahin lagi 1% saya kira itu justified [bisa dibenarkan]. Saya ga mengatakan cukup besar, kita ga seperti Singapura dan Australia yang punya stimulus terhadap GDP [PDB] yang defisitnya bisa 10% [terhadap PDB]," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, misalnya pemerintah ingin membantu masyarakat lower middle income group, maka butuh sekitar Rp 90 triliun atau 0,75% dari PDB. "Saya masih bisa lihat ruang anggaran k/l [kementerian dan lembaga] dipotong lebih jauh, proyek infrastruktur ditunda dulu, Ibu Kota ditunda, aktivitas yang ga perlu tahun ini ditunda," papar mantan Kepala BKPM era Presiden SBY ini.


Selain itu, pemerintah bisa menerbitkan obligasi pemerintah, di tengah permintaan sektor swasta masih rendah. "Kredit perbankan permintaannya nggak banyak sehingga uang bisa pergi kepada obligasi pemerintah. Kalau mau issue bond keluar [global bond] memang agak mahal atau pinjaman juga ke Bank Dunia, ADB," tambahnya.

Sementara bagi sektor riil, kata Chatib, bisa dilakukan langkah untuk menjaga lifeline melalui penjaminan kredit sehingga pinjaman dari perbankan dapat terus mengalir.

"APBN di realokasi dari anggaran yang ada, bansos diberikan, sebetulnya track sudah benar, kan ada PP nya, itu bisa digunakan dimodifikasi di tengah, misalnya lower middle income group mau kerja sama dengan data pengguna telekomunikasi atau dari kartu prakerja di mana orang yang ikut dalam online itu kelihatan baru daftar karena kehilangan pekerjaan atau community based," jelasnya.

"Itu bisa dilakukan sambil terus diperbaiki. Tetapi tiga hal itu [kesehatan, bantuan sosial, stimulus ekonomi] sudah dalam track-nya tetapi bagaimana implementasi yang kita tunggu," tutupnya.

Pemerintah sudah memutuskan untuk menggelontorkan dana senilai total Rp 405,1 triliun akan masuk dalam postur APBN-P 2020 untuk stimulus melawan Covid-19. 

Dana itu terbagi atas b
idang Kesehatan Rp 75 triliun, jaring pengaman sosial Rp 110 triliun, insentif perpajakan dan KUR Rp 70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun.

[Gambas:Video CNBC]




(tas/tas) Next Article Kelas Menengah Atas Tahan Belanja? Ini Analisis Chatib Basri

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular