
Cermati Plus-Minus Plasma Darah untuk Terapi Pasien Covid-19
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 April 2020 15:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Penggunaan plasma darah pasien yang sembuh dariĀ Covid-19 untuk menyembuhkan penderita yang terinfeksi virus corona memang terbilang kuno. Namun, metode ini terbilang untuk strategi penanganan jangka pendek (quick win strategy).
Seperti diketahui, dunia sedang berpacu dengan waktu untuk terus mencari antivirus yang dapat menjinakkan musuh tak kasat mata bernama virus corona. Mulai dari vaksin, obat hingga berbagai metode medis lain terus dikembangkan.
Kini pandemi Covid-19 sudah menginfeksi lebih dari 3 juta orang secara global. Jumlah korban meninggal akibat Covid-19 yang tercatat oleh data kompilasi John Hopkins University CSSE per hari ini mencapai 217.207 korban jiwa.
Di waktu yang sama, penderita Covid-19 di dunia yang dinyatakan sembuh mencapai 932.114 orang. Itu artinya masih ada sekitar 1,97 juta kasus yang masih aktif. Tentu orang yang jumlahnya mencapai hampir 2 juta ini butuh diobati agar segera sembuh.
Namun karena ini adalah virus jenis baru, maka vaksin dan obat belum tersedia. Memang vaksin dan obat saat ini sedang dikembangkan. Untuk kandidat terkuat vaksin sampai saat ini masih dipegang oleh mRNA-1273 milik Moderna yang akan memasuki uji klinis tahap II.
Berbeda dengan vaksin, berbagai obat sudah diujikan untuk melawan patogen ganas ini seperti Tamiflu (obat influenza), Chloroquine (obat malaria) hingga Remdesivir (kandidat obat ebola). Hasilnya berbeda-beda di tiap negara.
Perjalanan untuk meracik vaksin dan obat anti Covid-19 masih panjang. Untuk mengembangkan vaksin saja, waktu paling cepat yang dibutuhkan adalah 12-18 bulan. Vaksin dan obat harus melalui serangkaian uji klinis yang memakan waktu sebelum dapat diedarkan di berbagai fasilitas kesehatan.
Jika hanya menunggu vaksin dan obat ditemukan, tentulah ada kemungkinan pandemi akan selesai terlebih dulu. Belum lagi jika gelombang kedua wabah datang, maka risiko untuk terjangkit lagi juga masih tinggi.
Oleh karena itu perlu ada berbagai upaya yang dilakukan untuk melawan pandemi yang kini tengah merebak di lebih dari 185 negara dan teritori di penjuru dunia. Salah satu metode yang cukup kuno yang dilakukan sekarang di berbagai negara adalah menggunakan plasma konvalesens.
Strategi apakah itu?
Jadi secara sederhananya begini. Seorang yang sembuh dari Covid-19 di dalam darahnya ada protein antivirus bernama antibodi. Nantinya plasma darah orang yang sembuh dari Covid-19 akan diinjeksikan ke pasien yang masih menderita Covid-19. Antibodi yang diproduksi orang yang sembuh ini diharapkan jadi obat mujarab untuk pasien yang tengah terkapar tak berdaya melawan infeksi virus.
Strategi ini sudah dilaporkan membuahkan hasil yang menjanjikan. Di China dalam sebuah penelitian yang melibatkan 48 orang ilmuwan menyebutkan terapi ini berhasil membuat 10 orang pasien Covid-19 yang parah menunjukkan gejala perbaikan seperti penurunan demam, sesak napas hingga sakit dada hanya dalam 1-3 hari.
Masih dari China, kantor berita Negeri Tirai Bambu, yakni Xinhua juga melaporkan bahwa 91 orang dari 200+ pasien Covid-19 yang diuji dengan metode ini menunjukkan perbaikan kondisi.
Di AS, Food & Drug Administration (FDA) sudah merilis panduan investigasi yang jelas terkait metode penggunaan terapi plasma konvalesens ini. Sementara itu mengutip The Economic Times, Dewan Penelitian Medis India akan memilih 20 rumah sakit yang akan melakukan uji klinis metode ini.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia pun tak mau ketinggalan. Pemerintah Daerah DKI Jakarta menggaet Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Palang Merah Indonesia (PMI) juga untuk menggunakan terapi ini dalam melawan pandemi Covid-19.
Seperti diketahui, dunia sedang berpacu dengan waktu untuk terus mencari antivirus yang dapat menjinakkan musuh tak kasat mata bernama virus corona. Mulai dari vaksin, obat hingga berbagai metode medis lain terus dikembangkan.
Kini pandemi Covid-19 sudah menginfeksi lebih dari 3 juta orang secara global. Jumlah korban meninggal akibat Covid-19 yang tercatat oleh data kompilasi John Hopkins University CSSE per hari ini mencapai 217.207 korban jiwa.
Namun karena ini adalah virus jenis baru, maka vaksin dan obat belum tersedia. Memang vaksin dan obat saat ini sedang dikembangkan. Untuk kandidat terkuat vaksin sampai saat ini masih dipegang oleh mRNA-1273 milik Moderna yang akan memasuki uji klinis tahap II.
Berbeda dengan vaksin, berbagai obat sudah diujikan untuk melawan patogen ganas ini seperti Tamiflu (obat influenza), Chloroquine (obat malaria) hingga Remdesivir (kandidat obat ebola). Hasilnya berbeda-beda di tiap negara.
Perjalanan untuk meracik vaksin dan obat anti Covid-19 masih panjang. Untuk mengembangkan vaksin saja, waktu paling cepat yang dibutuhkan adalah 12-18 bulan. Vaksin dan obat harus melalui serangkaian uji klinis yang memakan waktu sebelum dapat diedarkan di berbagai fasilitas kesehatan.
Jika hanya menunggu vaksin dan obat ditemukan, tentulah ada kemungkinan pandemi akan selesai terlebih dulu. Belum lagi jika gelombang kedua wabah datang, maka risiko untuk terjangkit lagi juga masih tinggi.
Oleh karena itu perlu ada berbagai upaya yang dilakukan untuk melawan pandemi yang kini tengah merebak di lebih dari 185 negara dan teritori di penjuru dunia. Salah satu metode yang cukup kuno yang dilakukan sekarang di berbagai negara adalah menggunakan plasma konvalesens.
Strategi apakah itu?
Jadi secara sederhananya begini. Seorang yang sembuh dari Covid-19 di dalam darahnya ada protein antivirus bernama antibodi. Nantinya plasma darah orang yang sembuh dari Covid-19 akan diinjeksikan ke pasien yang masih menderita Covid-19. Antibodi yang diproduksi orang yang sembuh ini diharapkan jadi obat mujarab untuk pasien yang tengah terkapar tak berdaya melawan infeksi virus.
Strategi ini sudah dilaporkan membuahkan hasil yang menjanjikan. Di China dalam sebuah penelitian yang melibatkan 48 orang ilmuwan menyebutkan terapi ini berhasil membuat 10 orang pasien Covid-19 yang parah menunjukkan gejala perbaikan seperti penurunan demam, sesak napas hingga sakit dada hanya dalam 1-3 hari.
Masih dari China, kantor berita Negeri Tirai Bambu, yakni Xinhua juga melaporkan bahwa 91 orang dari 200+ pasien Covid-19 yang diuji dengan metode ini menunjukkan perbaikan kondisi.
Di AS, Food & Drug Administration (FDA) sudah merilis panduan investigasi yang jelas terkait metode penggunaan terapi plasma konvalesens ini. Sementara itu mengutip The Economic Times, Dewan Penelitian Medis India akan memilih 20 rumah sakit yang akan melakukan uji klinis metode ini.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia pun tak mau ketinggalan. Pemerintah Daerah DKI Jakarta menggaet Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Palang Merah Indonesia (PMI) juga untuk menggunakan terapi ini dalam melawan pandemi Covid-19.
Next Page
Apa Plus-Minusnya?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular