Plasma Darah Pasien Sembuh Corona Bisa Jadi Obat?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 April 2020 13:45
Antusias Masyarakat Drive thru rapid test Covid-19 (CNBC Indonesia/Trisusilo)
Foto: Antusias Masyarakat Drive thru rapid test Covid-19 (CNBC Indonesia/Trisusilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Vaksin dan obat untuk melawan COVID-19 saat ini tengah diteliti dan dikembangkan. Namun terkendala waktu yang tidak sebentar. Saat ini para ilmuwan sedang mencoba alternatif lain yang lebih praktis dan singkat dengan menggunakan plasma darah pasien sembuh COVID-19 sebagai 'obat'.

Kasus infeksi COVID-19 secara global telah menembus angka 3 juta. Sudah hampir 4 bulan berlalu, penangkal yang efektif untuk pandemi COVID-19 belum juga ditemukan.

Maklum untuk mengembangkan vaksin dan obat membutuhkan waktu yang tak singkat karena harus melalui berbagai fase uji klinis panjang sebelum akhirnya dapat digunakan. Nature memperkirakan vaksin paling cepat dapat dikembangkan dalam waktu 12-18 bulan.

Setelah vaksin dan obat berhasil dikembangkan, tantangan lain pun muncul. Mulai dari memproduksi dengan jumlah yang mencukupi dan terjangkau hingga mendistribusikannya ke berbagai negara yang membutuhkan.

Saat ini kandidat vaksin COVID-19 terkuat adalah mRNA-1273 yang dikembangkan oleh Moderna. Sementara untuk obat sendiri berbagai jenis obat yang saat ini digunakan seperti Chloroquine dan Remdesivir masih menuai pro-kontra.

Kabar teranyar menyebutkan bahwa Remdesivir yang diproduksi oleh Gilead Science gagal uji di China. Kabar ini dilaporkan oleh WHO secara langsung. Namun dari pihak produsen menilai bahwa data yang diperoleh dari uji tersebut terlalu sedikit sehingga tidak dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan.

Terlepas dari pro-kontra penggunaan obat dan pengembangan vaksin yang memakan waktu lama. Ada alternatif lain sebenarnya yang bisa digunakan untuk melawan COVID-19. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan plasma darah pasien sembuh COVID-19 untuk diberikan kepada orang lain yang masih menderita.

Plasma darah pasien yang sembuh COVID-19 memiliki suatu protein penangkal virus yang bernama antibodi. Protein ini diproduksi oleh salah satu jenis sel penyusun sistem kekebalan tubuh bernama limfosit B. Keberadaan antibodi di plasma darah berfungsi untuk menetralisir virus.

Upaya pengobatan seperti ini sudah dilakukan di beberapa negara. Di China, suatu eksperimen yang dilakukan terhadap 10 pasien COVID-19 menunjukkan hasil menjanjikan setelah diberi plasma darah pasien yang sembuh.

Setelah diinjeksi dengan plasma darah yang mengandung antibodi dari orang yang sembuh dari COVID-19, kesepuluh pasien tersebut menunjukkan hilangnya gejala-gejala seperti demam, batuk, sesak napas, hingga nyeri dada dalam waktu tiga hari. Hasil pencitraan CT scan dada pasien juga menunjukkan perbaikan.

Eksperimen ini dilakukan oleh 48 ilmuwan asal China yang terafiliasi dengan China National Biotec Group Company Limited dan National Engineering Technology Research Center for Combined Vaccines, Wuhan Institute of Biological Products Co. Ltd.

Hasil dari percobaan para ilmuwan China tersebut dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) dengan judul "Effectiveness of convalescent plasma therapy in severe COVID-19 patients" pada 18 Maret 2020.

Pada 13 April 2020, Food & Drug Adminsitration (FDA) AS telah mengeluarkan panduan kepada penyedia layanan kesehatan tentang uji plasma konvalesens pasien sembuh COVID-19. FDA masih belum memperbolehkan penggunaan plasma ini, sehingga pihaknya masih menetapkan metode dan produk ini dalam ranah investigasi.


“Walaupun menjanjikan, plasma konvalesen belum terbukti efektif untuk setiap penyakit yang diteliti. Oleh karena itu penting untuk melakukan uji klinis sebelum secara rutin memberikan plasma konvalesen kepada pasien dengan COVID-19, dan menjamin keamanan serta efektivitasnya " begitu kata FDA sebagaimana diwartakan Nasdaq.

Namun terlepas dari itu semua, metode penggunaan plasma konvalesens memiliki keunggulan dibandingkan dengan pengembangan obat dan vaksin.

Pertama bahan sudah tersedia, tinggal mencari pasien yang sembuh COVID-19. Ada yang perlu dicatat di sini, kadar antibodi setiap pasien juga berbeda-beda sehingga di sinilah letak tantangannya.

Kedua metodenya juga relatif mudah dan praktis karena hanya membutuhkan peralatan medis standard yang melibatkan sampel darah yang tentunya sudah ada dan banyak dijumpai di rumah sakit.

Uji klinis memang harus dilakukan, tetapi kesempatan ini juga tak boleh dilewatkan begitu saja. Setiap opsi memiliki keunggulan dan kelemahan juga tantangan yang menyertai.

Mengutip CNN Indonesia lembaga biologi molekuler Eijkman sedang bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) untuk mengembangkan metode ini untuk melawan COVID-19.

Saat ini pemerintah Jakarta yang juga menggandeng Eijkman dan PMI tengah berupaya untuk menyediakan plasma darah pasien sembuh COVID-19 di berbagai rumah sakit. Rencananya plasma konvalesens pasien sembuh COVID-19 ini akan digunakan untuk pasian yang berada dalam kondisi kritis.

Kita semua berharap semoga metode ini akan memberikan hasil yang baik sehingga dapat menjadi tambahan amunisi di dalam negeri untuk melawan pandemi COVID-19.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular