Efek Domino Corona, Ritel Hingga Pengelola Mal Merana

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
27 April 2020 18:49
Banyaknya ruko yang buka dilantai Dasar Blok B9 menjadi tandanya ramai jual beli para pedagang, ketika menelusuri lebih dalam lagi hanya beberapa pembeli saja yang keluar masuk mall Thamrin City, Jakarta Pusat. Diakuinya, sebagai pedagang grosir pakain dewasa, Andri tidak bisa meraup keuntungan yang besar seperti tahun-tahun sebelumnya. “Keuntungan yang kami peroleh paling cuma 5%. Beda dengan keuntungannya dengan tahun sebelumnya deh,” katanya.

Kelesuan penjual pakain jadi ini juga di alami Iwan (40 tahun). Pemilik Toko Nadira, Blok C3 Lantai 3 Thamrin City ini menyatakan omset tokonya mengalami penurunan yang tajam pada tahun ini.
Foto: Thamrin City (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Peritel saat ini banyak terhimpit beban sewa ruangan di pusat-pusat perbelanjaan. Saat pandemi corona, mal-mal ditutup, mereka tak dapat pemasukan tapi harus menanggung beban biaya sewa lapak kepada pengelola mal. Namun, pengelola mal pun mengeluh dari biaya operasi yang tetap harus dikeluarkan.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengungkapkan banyak penyewa gerai atau tenant yang kesulitan membayar biaya sewa saat ini. Hal ini berdampak pada kesulitan mall dalam membiayai biaya operasional, di antaranya upah karyawan hingga biaya listrik dan air, yang jumlahnya juga tidak sedikit.

"Operasional nggak ada penurunan sama sekali, dikit aja. Penggunaan listrik tetap jalan. Nggak mungkin digelapin, security tetep jaga, hand sanitizer lebih banyak. Jadi saya kira yang di sini, bandingan tenant dan mal, malnya lebih menderita dari tenant," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (27/4).



Jika sudah demikian, maka ada potensi mal juga tidak mampu untuk membiayai listrik dan airnya. Apalagi, nilainya juga bisa mencapai Rp 3-4 miliar untuk sebuah mal. Jika itu terjadi, maka dikhawatirkan adanya pemutusan listrik yang nantinya akan menimbulkan biaya lebih mahal untuk instalasi ulangnya, bisa dua hingga tiga kali lipat.

"Saya kira banyak kejadian itu sebentar lagi juga. Apalagi mal investasi jangka panjang. Keuntungan kecil banget. Jadi sebenarnya kondisi itu setengah mati. Sekarang begitu ada kejadian ini, nggak tahu sampai kapan. Tiap bulan ruginya miliaran kan, satu mal bisa miliaran," katanya.

Pengusaha sudah habis-habisan dalam nilai rugi. Hal ini tidak lepas dari kepatuhan mengikuti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagaimana imbauan dari pemerintah. Sayangnya, Pemerintah dinilai justru tidak bisa balik kooperatif dengan memberi keringanan.

Stefanus mengatakan sudah mengajukan surat keringanan ke sejumlah instansi terkait dalam keringanan biaya operasional, misalnya PT PLN (Persero), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, hasilnya nihil.

"Nggak ada. Kesannya nggak bisa ngasih, tapi kan sebab dia juga oh ini Menteri BUMN, ESDM, Menkeu. Kita udah kirimin semuanya tapi sampai sekarang nggak ada balasan. Soalnya PLN sendiri nggak gampang," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah juga meminta kebijaksanaan pemerintah dalam keringanan kepada pengelola mal. Pasalnya, jika pengelola sudah mendapat keringanan maka bisa memberikan napas lebih kepada penyewa di dalamnya.

"Saya harapkan ada pemerintah bantu mall, dalam hal ini kita dalam satu ekosistem dengan pajak-pajak yang bisa diringankan, untuk mal, PBB, pajak, bumi, air dan sebagainya," katanya.

[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Tak Ada Lagi Mal Baru di Jakarta, Kota Ini Malah Tambah Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular