
Dampak Corona
Pusingnya Pengusaha, Minta Keringanan Kredit Dicuekin Bank
Hidayat Arif Subakti, CNBC Indonesia
27 April 2020 12:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah lesunya permintaan di tengah pandemi corona atau covid-19, para pengusaha harus membayar sejumlah kewajiban seperti cicilan bank maupun tagihan listrik dan lainnya. Sehingga pemerintah mengeluarkan berbagai stimulus fiskal termasuk dari sektor moneter antara lain restrukturisasi kredit untuk meringankan beban, bagaimana kenyataan di lapangan?
Yang terjadi justru pengusaha mengeluhkan pelaksanaannya, karena sampai saat ini pemerintah belum memberikan kebijakan yang responsif untuk membantu para pengusaha khususnya pengusaha Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menjelaskan sejumlah pelaku usaha mengalami masalah cash flow akibat berhentinya pembayaran dari retail dan sektor hilir.
Bahkan dalam seminggu terakhir operasional industri tekstil hanya mampu berjalan 20 persen dan akan menuju titik di bawah lima persen dalam seminggu ke depan sehingga PHK tidak dapat dihindari. Keadaan ini tentu lebih cepat bila dibandingkan prediksi sebelumnya yang memperkirakan industri dapat bertahan hingga bulan Juni mendatang selama masa Pandemi COVID-19.
"Mungkin untuk market ekspor, seperti kita ketahui negara tujuan ekspor kita rata-rata lockdown jadi mereka hold dan cancel ordernya, untuk market domestik seperti di Jakarta Tanah Abang, Bandung dan beberapa daerah grosir tekstil mereka tutup juga, sehingga kita jual ke mana?" ujar Jemmy dalam dialog via zoom di program Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (27/04/2020)
Keadaan industri tekstil juga semakin diperburuk karena kewajiban cicilan ke bank yang sampai saat masih tetap harus dibayar oleh pengusaha. Pemerintah dianggap masih lambat untuk melakukan sejumlah proteksi bagi industri tekstil.
"Para anggota telah mengajukan penjadwalan utang dan keringanan bunga, tapi sejauh ini rata-rata feedback mereka (pengusaha TPT) belum ada jawaban yang konkret dari perbankan, " ungkap Jemmy.
Dunia perbankan sendiri sampai saat ini belum dapat memberikan langkah apapun karena masih menunggu kebijakan pemerintah. Meski telah berkoordinasi dengan sejumlah direksi perbankan, Asosiasi Pertekstilan Indonesia belum bisa mendapatkan keringanan cicilan karena belum adanya kepastian dari pemerintah.
"Karena perbankan itu dapat uang, intinya mereka harus membayar bunga deposito dan bunga deposito itu bisa dibayarkan kalau ada bunga dari peminjam, sedangkan peminjamnya rata-rata sakit, kalau tidak ada campur tangan pemerintah pasti relaksasi terhadap dunia usaha itu pasti akan sulit untuk dinegosiasi," ujar Jemmy.
Para pengusaha berharap pemerintah segera memberikan kebijakan untuk menyelamatkan industri tekstil yang kian terpuruk. Keringanan cicilan juga diperlukan bukan hanya saat pandemi berlangsung namun, keringanan tersebut juga diperlukan untuk membantu pengusaha untuk "restart" setelah pandemi ini berakhir nantinya.
Pada 19 Maret lalu, pemerintah melalui OJK juga sudah memberikan stimulus bagi perbankan Indonesia di tengah terjangan dampak virus corona terhadap perekonomian berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit di industri perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan pemberian stimulus ini tertuang dalam Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.
"Dengan terbitnya POJK ini maka pemberian stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran COVID-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud," kata Heru dalam siaran persnya.
Kebijakan stimulus tersebut terdiri dari:
1. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar; dan
2. Restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit.
3. Adapun kriteria debitur yang mendapatkan perlakuan khusus dalam POJK ini yakni debitur (termasuk debitur UMKM) yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19, baik secara langsung maupun tidak langsung pada sektor ekonomi.
Beberapa sektor ekonomi yang disebutkan yakni pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
(hoi/hoi) Next Article Stimulus Ekonomi Seperti Nasi Padang: Tak Boleh Kebanyakan!
Yang terjadi justru pengusaha mengeluhkan pelaksanaannya, karena sampai saat ini pemerintah belum memberikan kebijakan yang responsif untuk membantu para pengusaha khususnya pengusaha Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja menjelaskan sejumlah pelaku usaha mengalami masalah cash flow akibat berhentinya pembayaran dari retail dan sektor hilir.
Bahkan dalam seminggu terakhir operasional industri tekstil hanya mampu berjalan 20 persen dan akan menuju titik di bawah lima persen dalam seminggu ke depan sehingga PHK tidak dapat dihindari. Keadaan ini tentu lebih cepat bila dibandingkan prediksi sebelumnya yang memperkirakan industri dapat bertahan hingga bulan Juni mendatang selama masa Pandemi COVID-19.
"Mungkin untuk market ekspor, seperti kita ketahui negara tujuan ekspor kita rata-rata lockdown jadi mereka hold dan cancel ordernya, untuk market domestik seperti di Jakarta Tanah Abang, Bandung dan beberapa daerah grosir tekstil mereka tutup juga, sehingga kita jual ke mana?" ujar Jemmy dalam dialog via zoom di program Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin (27/04/2020)
Keadaan industri tekstil juga semakin diperburuk karena kewajiban cicilan ke bank yang sampai saat masih tetap harus dibayar oleh pengusaha. Pemerintah dianggap masih lambat untuk melakukan sejumlah proteksi bagi industri tekstil.
"Para anggota telah mengajukan penjadwalan utang dan keringanan bunga, tapi sejauh ini rata-rata feedback mereka (pengusaha TPT) belum ada jawaban yang konkret dari perbankan, " ungkap Jemmy.
Dunia perbankan sendiri sampai saat ini belum dapat memberikan langkah apapun karena masih menunggu kebijakan pemerintah. Meski telah berkoordinasi dengan sejumlah direksi perbankan, Asosiasi Pertekstilan Indonesia belum bisa mendapatkan keringanan cicilan karena belum adanya kepastian dari pemerintah.
"Karena perbankan itu dapat uang, intinya mereka harus membayar bunga deposito dan bunga deposito itu bisa dibayarkan kalau ada bunga dari peminjam, sedangkan peminjamnya rata-rata sakit, kalau tidak ada campur tangan pemerintah pasti relaksasi terhadap dunia usaha itu pasti akan sulit untuk dinegosiasi," ujar Jemmy.
Para pengusaha berharap pemerintah segera memberikan kebijakan untuk menyelamatkan industri tekstil yang kian terpuruk. Keringanan cicilan juga diperlukan bukan hanya saat pandemi berlangsung namun, keringanan tersebut juga diperlukan untuk membantu pengusaha untuk "restart" setelah pandemi ini berakhir nantinya.
Pada 19 Maret lalu, pemerintah melalui OJK juga sudah memberikan stimulus bagi perbankan Indonesia di tengah terjangan dampak virus corona terhadap perekonomian berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit di industri perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan pemberian stimulus ini tertuang dalam Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.
"Dengan terbitnya POJK ini maka pemberian stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021. Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran COVID-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud," kata Heru dalam siaran persnya.
Kebijakan stimulus tersebut terdiri dari:
1. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar; dan
2. Restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit.
3. Adapun kriteria debitur yang mendapatkan perlakuan khusus dalam POJK ini yakni debitur (termasuk debitur UMKM) yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19, baik secara langsung maupun tidak langsung pada sektor ekonomi.
Beberapa sektor ekonomi yang disebutkan yakni pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
(hoi/hoi) Next Article Stimulus Ekonomi Seperti Nasi Padang: Tak Boleh Kebanyakan!
Most Popular