
Erick Thohir Sebut Ada Mafia, Ini Bukti RI Doyan Impor Alkes

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sempat menyinggung ketergantungan Indonesia dengan bahan baku medis dan alat kesehatan (alkes) dari impor sangatlah besar. Sehingga menyebabkan munculnya banyak praktik kotor yang dilakukan oleh mafia.
Namun, apa sebenarnya impor bahan baku medis kita tergolong besar?
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019, nilai impor bahan baku di bidang medis memang sangat besar, bahkan totalnya berada di kisaran US$ 1 miliar atau lebih dari Rp 15 triliun.
Alat-alat elektronik untuk medis menempati peringkat pertama dengan nilai US$ 358,8 juta, perangkat elektronik medik dan perangkat untuk radiologi sebesar US$ 268 juta. Keduanya menempati dua bidang terbesar.
Disusul alat X-Ray untuk keperluan medis sebesar US$ 87,2 juta, kemudian alat bedah, cetakan plastik dan perangkat higienis sebesar US$ 53,5 juta, alat scanning ultrasonik sebesar US$ 48,4 juta Catheter sebesar US$ 38,9 juta, steriliser medis, beda atau laboratorium sebesar US$ 32,3 juta serta disusul jenis lainnya.
Besarnya angka impor tersebut membuat Erick gerah. Ia mengharapkan agar seluruh pihak bekerjasama untuk menumpas praktik-praktik kotor tersebut.
Dia menyebutkan, hal ini bermula dari kebutuhan alat kesehatan dan farmasi dalam negeri yang masih bergantung pada pemenuhan dari luar negeri. Jumlahnya pun mencapai 90%, hanya 10% saja bahan baku yang bisa dipenuhi dari dalam negeri.
"Saya mohon maaf kalau menyinggung beberapa pihak, janganlah negara kita yang besar ini selalu terjebak praktik-praktik yang kotor, sehingga alat kesehatan mesti impor, bahan baku musti impor. Saya minta semua yang hadir di sini punya komitmen secara pribadi, kita harus bongkar hal-hal itu," katanya beberapa waktu lalu.
Pendiri Mahaka Media ini sangat menyayangkan kondisi industri farmasi yang 90% mengandalkan impor. Padahal dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini tiap-tiap negara diuji kekuatannya untuk mampu menjaga supply chain (rantai pasok) dari dalam negeri. Sebab saat ini seluruh negara saat ini berebut untuk mendapatkan bahan baku demi memenuhi kebutuhan negaranya.
"Mohon maaf kalau saya bicara ini, sangat menyedihkan kalau negara sebesar Indonesia ini 90% bahan baku dari luar negeri untuk industri obat. Sama juga alat kesehatan, mayoritas dari luar negeri," kata Erick.
Ia mendorong mulai adanya kemandirian dalam hal bahan baku secara bertahap untuk perusahaan-perusahaan farmasi tersebut.
"Kalau hari ini 10%, tahun depan 30%, tahun depannya lagi 50%. Kita juga tidak anti impor. Memang ada beberapa yang tidak bisa dilakukan, tapi yang kita bisa lakukan, harus bisa," kata Erick.
(hoi/hoi) Next Article RI Kena Banjir Bandang Impor Alkes China, Nih Buktinya!