
Dari Amerika Sampai Australia, Pabrik-pabrik Sedang Menderita
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 April 2020 05:47

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) terhadap ekonomi dunia terus meninggalkan jejak di perekonomian dunia. Data ekonom yang jeblok belum berhenti berdatangan.
Kali ini berita tidak sedap datang dari sektor manufaktur. Angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur di berbagai negara menunjukkan bahwa industriawan global belum mampu berekspansi.
PMI menggambarkan prospek produksi ke depan melalui pembelian bahan baku (input), utilisasi tenaga kerja, dan sebagainya pada saat ini. Jika PMI saat ini tidak bagus, maka menjadi gambaran awal bahwa produksi pada masa depan akan anjlok.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Di atas 50 berarti ada ekspansi, di bawah 50 berarti kontraksi. Nah, sekarang kejadiannya adalah PMI manufaktur di bawah 50 terjadi di banyak negara.
Pembacaan awal angka PMI manufaktur di Amerika Serikat (AS) untuk periode April 2020 berada di 36,9. Jauh di bawah pencapaian bulan sebelumnya yaitu 48,5 dan konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yang sebesar 38. Angka 36,9 sekaligus menjadi yang terendah dalam 11 tahun terakhir.
Keterangan tertulis IHS Markit menyebutkan, pemesanan domestik maupun ekspor turun seiring anjloknya permintaan akibat pembatasan aktivitas sosial (social distancing) yang diterapkan untuk mencegah penyebaran virus corona. Produksi anjlok ke rekor terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI, sementara pembelian bahan baku juga berada di titik terendah selama lebih dari satu dekade.
Penutupan pabrik dan instruksi bagi masyarakat untuk tetap di rumah membuat penyerapan tenaga kerja menurun. Perusahaan juga menurunkan produktivitas pekerja karena minimnya permintaan.
"Pandemi Covid-19 memukul perekonomian AS dalam skala yang belum pernah terlihat sebelumnya. Penurunan angka PMI menunjukkan kontraksi yang lebih parah dibandingkan saat krisis keuangan global," kata Chris Williamson, Chief Business Economist IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.
Tidak cuma di AS, PMI manufaktur di Eropa pun jatuh-sejatuhnya. Angka pembacaan awal PMI manufaktur Zona Euro periode April 2020 berada di 33,6. Jauh di bawah pencapaian Maret yaitu 44,5 dan menjadi yang terendah sejak Februari 2009.
Maklum, banyak pemerintah di negara Eropa yang menerapkan kebijakan lebih ketat dalam hal social distancing. Di Spanyol, Italia, atau Prancis, pemerintah memberlakukan karantina wilayah (lockdown) yang membuat aktivitas dan mobilitas publik nyaris lumpuh total.
Produksi manufaktur dan pemesanan juga turun ke titik terendah sejak pencatatan PMI. Sementara penyerapan tenaga kerja mencapai titik terendah sejak April 2009.
Di sejumlah negara besar Eropa, PMI manufaktur ambles. Angka pembacaan awal PMI manufaktur Prancis untuk April 2020 adalah 31,5, terendah sejak pencatatan PMI pada 1998.
Sedangkan di Jerman, pembacaan awal PMI manufaktur untuk April 2020 menunjukkan angka 34,4. Ini adalah yang terendah sejak Maret 2009.
Lalu di Inggris, angka pembacaan awal PMI manufaktur periode April 2020 ada di 32,9. Jauh di bawah bulan sebelumnya yakni 47,8 dan menyentuh titik terendah sejak pencatatan PMI dimulai pada Januari 1992.
"Hasil yang mengkhawatirkan dari berbagai survei ini memunculkan pertanyaan. Apakah lockdown layak dibayar dengan harga sebesar ini? Sampai kapan lockdown harus dilakukan?" kata Williamson.
Beralih ke Asia, angka pembacaan awal PMI manufaktur Jepang periode April 2020 adalah 43,7. Ini menjadi catatan terendah sejak April 2009.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah menetapkan status darurat nasional. Pemerintah punya kuasa yang lebih tegas untuk meminta warga tinggal di rumah dan menutup perkantoran.
"Tidak berlebihan kalau mengatakan ekonomi Jepang dan dunia sedang menghadapi krisis terbesar setelah masa perang. Kami akan melindungi nyawa dan lapangan kerja dengan cara apapun," tegas Abe baru-baru ini, seperti diberitakan Reuters.
Keterangan tertulis au Jibun Bank menyebutkan, produksi turun ke titik terendah dalam sembilan tahun terakhir dan permintaan terus menurun. Penurunan permintaan sebagian terjadi untuk keperluan ekspor.
Bergeser ke selatan yaitu Australia, situasinya tidak lebih baik. Angka pembacan awal PMI manufaktur Negeri Kanguru periode April 2020 adalah 45,6, terendah sejak PMI mulai dicatat di sana pada Mei 2016.
"Pemesanan baru baik domestik maupun ekspor menurun tajam. Penyerapan tenaga kerja juga jauh berkurang. Belum lagi terjadi kenaikan biaya bahan baku karena depresiasi mata uang dolar Australia dan minimnya pasokan," tulis keterangan Commonweatlh Bank.
Dahsyat sekali memang virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini. Meski tidak kasat mata, tetapi mampu membuat rantai pasok global porak-poranda.
PMI yang jeblok menjadi sinyal awal bahwa ke depan produksi industri akan menurun. Permintaan sudah turun duluan karena social distancing, dan kini pasokan pun bakal anjlok. Dua sisi dari ekonomi sama-sama jeblok.
Oleh karena itu, mari kencangkan sabuk pengaman. Selama virus corona masih berkeliaran, maka sepertinya resesi ekonomi global bakal sangat dalam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Aktivitas Manufaktur RI Ekspansif, Tapi Melambat
Kali ini berita tidak sedap datang dari sektor manufaktur. Angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur di berbagai negara menunjukkan bahwa industriawan global belum mampu berekspansi.
PMI menggambarkan prospek produksi ke depan melalui pembelian bahan baku (input), utilisasi tenaga kerja, dan sebagainya pada saat ini. Jika PMI saat ini tidak bagus, maka menjadi gambaran awal bahwa produksi pada masa depan akan anjlok.
Pembacaan awal angka PMI manufaktur di Amerika Serikat (AS) untuk periode April 2020 berada di 36,9. Jauh di bawah pencapaian bulan sebelumnya yaitu 48,5 dan konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yang sebesar 38. Angka 36,9 sekaligus menjadi yang terendah dalam 11 tahun terakhir.
Keterangan tertulis IHS Markit menyebutkan, pemesanan domestik maupun ekspor turun seiring anjloknya permintaan akibat pembatasan aktivitas sosial (social distancing) yang diterapkan untuk mencegah penyebaran virus corona. Produksi anjlok ke rekor terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI, sementara pembelian bahan baku juga berada di titik terendah selama lebih dari satu dekade.
Penutupan pabrik dan instruksi bagi masyarakat untuk tetap di rumah membuat penyerapan tenaga kerja menurun. Perusahaan juga menurunkan produktivitas pekerja karena minimnya permintaan.
"Pandemi Covid-19 memukul perekonomian AS dalam skala yang belum pernah terlihat sebelumnya. Penurunan angka PMI menunjukkan kontraksi yang lebih parah dibandingkan saat krisis keuangan global," kata Chris Williamson, Chief Business Economist IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.
Tidak cuma di AS, PMI manufaktur di Eropa pun jatuh-sejatuhnya. Angka pembacaan awal PMI manufaktur Zona Euro periode April 2020 berada di 33,6. Jauh di bawah pencapaian Maret yaitu 44,5 dan menjadi yang terendah sejak Februari 2009.
Maklum, banyak pemerintah di negara Eropa yang menerapkan kebijakan lebih ketat dalam hal social distancing. Di Spanyol, Italia, atau Prancis, pemerintah memberlakukan karantina wilayah (lockdown) yang membuat aktivitas dan mobilitas publik nyaris lumpuh total.
Produksi manufaktur dan pemesanan juga turun ke titik terendah sejak pencatatan PMI. Sementara penyerapan tenaga kerja mencapai titik terendah sejak April 2009.
Di sejumlah negara besar Eropa, PMI manufaktur ambles. Angka pembacaan awal PMI manufaktur Prancis untuk April 2020 adalah 31,5, terendah sejak pencatatan PMI pada 1998.
Sedangkan di Jerman, pembacaan awal PMI manufaktur untuk April 2020 menunjukkan angka 34,4. Ini adalah yang terendah sejak Maret 2009.
Lalu di Inggris, angka pembacaan awal PMI manufaktur periode April 2020 ada di 32,9. Jauh di bawah bulan sebelumnya yakni 47,8 dan menyentuh titik terendah sejak pencatatan PMI dimulai pada Januari 1992.
"Hasil yang mengkhawatirkan dari berbagai survei ini memunculkan pertanyaan. Apakah lockdown layak dibayar dengan harga sebesar ini? Sampai kapan lockdown harus dilakukan?" kata Williamson.
Beralih ke Asia, angka pembacaan awal PMI manufaktur Jepang periode April 2020 adalah 43,7. Ini menjadi catatan terendah sejak April 2009.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe telah menetapkan status darurat nasional. Pemerintah punya kuasa yang lebih tegas untuk meminta warga tinggal di rumah dan menutup perkantoran.
"Tidak berlebihan kalau mengatakan ekonomi Jepang dan dunia sedang menghadapi krisis terbesar setelah masa perang. Kami akan melindungi nyawa dan lapangan kerja dengan cara apapun," tegas Abe baru-baru ini, seperti diberitakan Reuters.
Keterangan tertulis au Jibun Bank menyebutkan, produksi turun ke titik terendah dalam sembilan tahun terakhir dan permintaan terus menurun. Penurunan permintaan sebagian terjadi untuk keperluan ekspor.
Bergeser ke selatan yaitu Australia, situasinya tidak lebih baik. Angka pembacan awal PMI manufaktur Negeri Kanguru periode April 2020 adalah 45,6, terendah sejak PMI mulai dicatat di sana pada Mei 2016.
"Pemesanan baru baik domestik maupun ekspor menurun tajam. Penyerapan tenaga kerja juga jauh berkurang. Belum lagi terjadi kenaikan biaya bahan baku karena depresiasi mata uang dolar Australia dan minimnya pasokan," tulis keterangan Commonweatlh Bank.
Dahsyat sekali memang virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini. Meski tidak kasat mata, tetapi mampu membuat rantai pasok global porak-poranda.
PMI yang jeblok menjadi sinyal awal bahwa ke depan produksi industri akan menurun. Permintaan sudah turun duluan karena social distancing, dan kini pasokan pun bakal anjlok. Dua sisi dari ekonomi sama-sama jeblok.
Oleh karena itu, mari kencangkan sabuk pengaman. Selama virus corona masih berkeliaran, maka sepertinya resesi ekonomi global bakal sangat dalam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Aktivitas Manufaktur RI Ekspansif, Tapi Melambat
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular