
Corona Picu Kondisi Force Majeure, Ini Respons Pengusaha
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
14 April 2020 19:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Penetapan status bencana nasional untuk wabah virus corona (COVID-19) menjadi dasar hukum yang kuat untuk menentukan penetapan status force majeure. Hal ini bisa dijadikan dasar bagi kontrak bisnis yang belum menjalankan kewajibannya karena dampak corona.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana mengungkapkan pengusaha akan beradaptasi terhadap sejumlah hal dalam menghadapi status baru ini.
Salah satu yang menjadi bahan perhatian adalah potensi force majeure atau keadaan kahar pada beragam aspek perjanjian. Danang mengingatkan agar pengusaha bersiap terhadap beragam kemungkinan yang bakal timbul.
"Ini akan jadi salah satu yang perlu ditindaklanjuti dari dunia usaha, untuk bisa lakukan langkah-langkah strategis, misalnya proses penghentian operasional mereka. Hampir 90% sektor tertutup. Kemudian terdampak operasional mereka. Kecuali program-program industri yang masuk prioritas nasional, itu kan boleh (berjalan)," kata Danang kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/4).
Banyak industri yang terkena dampak. Padahal, di sisi lain perusahaan memiliki kewajiban dalam biaya operasionalnya, bahkan tidak sedikit yang menggunakan fasilitas kredit dari Bank. Dalam kondisi force majeure, apalagi ditambah dengan stimulus perbankan yang sudah diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka pengusaha bisa lebih leluasa.
"Keputusan OJK untuk relaksasi kredit kan bisa dimanfaatkan untuk melakukan negosiasi. Tapi intinya harus juga dipikirkan perbankan jangan kolaps karena semua (minta keringanan). Jadi jaga betul relaksasi kredit dunia industri dengan kemampuan perbankan yang harus dijaga keseimbangannya. Supaya jangan sampe efek domino Perbankan jadi kolaps," sebut Danang
"Harus seimbang antara industri yang punya kredit dan dunia perbankan. Harus balance. Intervensi pemerintah dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan melalui Menkeu harus perhatikan ada prudential bank, sehingga mereka juga nggak terguncang secara berat. Jadi kita harus liat dari banyak sektor dan perbankan," lanjutnya.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Budi Darmono mengatakan karena force majeure dari kondisi darurat nasional itu hukumnya harus mengikuti. Kontrak bisa dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kewajibannya.
Keadaan memaksa atau force majeur adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian/kontrak yang menghalangi salah satu pihak untuk memenuhi prestasinya/kewajibannya. Dalam keadaan, force majeure pihak yang tidak menjalankan kewajiban tidak bisa dinyatakan sebagai wanprestasi.
(hoi/hoi) Next Article Corona Force Majeure, Ini Nasib Kontrak Kerja yang Ingkar
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana mengungkapkan pengusaha akan beradaptasi terhadap sejumlah hal dalam menghadapi status baru ini.
Salah satu yang menjadi bahan perhatian adalah potensi force majeure atau keadaan kahar pada beragam aspek perjanjian. Danang mengingatkan agar pengusaha bersiap terhadap beragam kemungkinan yang bakal timbul.
Banyak industri yang terkena dampak. Padahal, di sisi lain perusahaan memiliki kewajiban dalam biaya operasionalnya, bahkan tidak sedikit yang menggunakan fasilitas kredit dari Bank. Dalam kondisi force majeure, apalagi ditambah dengan stimulus perbankan yang sudah diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka pengusaha bisa lebih leluasa.
"Keputusan OJK untuk relaksasi kredit kan bisa dimanfaatkan untuk melakukan negosiasi. Tapi intinya harus juga dipikirkan perbankan jangan kolaps karena semua (minta keringanan). Jadi jaga betul relaksasi kredit dunia industri dengan kemampuan perbankan yang harus dijaga keseimbangannya. Supaya jangan sampe efek domino Perbankan jadi kolaps," sebut Danang
"Harus seimbang antara industri yang punya kredit dan dunia perbankan. Harus balance. Intervensi pemerintah dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan melalui Menkeu harus perhatikan ada prudential bank, sehingga mereka juga nggak terguncang secara berat. Jadi kita harus liat dari banyak sektor dan perbankan," lanjutnya.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Budi Darmono mengatakan karena force majeure dari kondisi darurat nasional itu hukumnya harus mengikuti. Kontrak bisa dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kewajibannya.
Keadaan memaksa atau force majeur adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian/kontrak yang menghalangi salah satu pihak untuk memenuhi prestasinya/kewajibannya. Dalam keadaan, force majeure pihak yang tidak menjalankan kewajiban tidak bisa dinyatakan sebagai wanprestasi.
(hoi/hoi) Next Article Corona Force Majeure, Ini Nasib Kontrak Kerja yang Ingkar
Most Popular