PSBB Berlaku per Hari Ini, Apa Dampaknya ke Ekonomi Jakarta?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 April 2020 06:15
PSBB Berlaku per Hari Ini, Apa Dampaknya ke Ekonomi Jakarta?
Jakarta, CNBC Indonesia - Provinsi DKI Jakarta resmi melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 14 hari mulai dini hari tadi pukul 00.00. Lalu Bagaimana dampaknya terhadap perekonomian DKI Jakarta?

Ekonom UI Fithra Faisal membuat skenario perhitungan apabila PSBB diterapkan di Jakarta, dimana kegiatan ekonomi tidak sepenuhnya berhenti. Atau dalam perhitungannya, ekonomi di Jakarta akan 75% terhenti selama 14 hari.

"Skenario paling buruk dengan perekonomian berkurang atau tidak berjalan 75% selama 14 hari. Tapi paling penting di sini adalah menahan agar covid-19 tidak bertahan lama," kata Fithra kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/4/2020).



Dari perhitungannya, dihitung berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara konstan, maka Jakarta akan kehilangan pendapatan sebesar Rp 70,86 triliun atau -2,78% terhadap PDRB.

Atau dihitung berdasarkan PDRB DKI Jakarta Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2015-2016, yang dihimpun dari www.data.jakarta.go.id.

"Apabila 75% perekonomian DKI Jakarta terhenti selama 14 hari, maka outputnya akan hilang Rp 70,86 trilun. Dihitung berdasarkan PDRB konstan, atau harga di tahun 2010, dihilangkan faktor inflasi," kata Fithra.

Tidak hanya pendapatan saja yang berkurang. Dari perhitungan Fithra, Jakarta juga akan kehilangan nilai tambah sebesar Rp 52,88 triliun (-2,88%) dan Pendapatan Rumah Tangga hilang Rp 16,94 triliun (-2,77%).



Pun dari sisi tenaga kerja, dari perhitungannya akan ada pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada 76.263 orang atau berkurang 1%.

Diurut berdasarkan jumlah tenaga kerja ter-PHK berdasarkan sektor, Perdagangan, Hotel, dan Restoran merupakan sektor yang kemungkinan paling banyak mem-PHK karyawannya, yakni kurang lebih sebanyak 102.120 orang.

Sektor PHK terbesar berikutnya, ada pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang kemungkinan akan ada sebanyak 39.918 orang yang terkena PHK. Juga ada sektor Jasa-jasa sebesar 38.255 orang. Sementara sektor Keuangan, Sewa, dan Jasa perusahaan sebanyak 25.474 orang.

Di sektor industri, kemungkinan ada sekira 12.862 orang yang terkena PHK, sektor Bangunan/Konstruksi ada kurang lebih 6.392 orang yang kemungkinan terkena PHK. Sektor Pertanian ada kurang lebih sekira 1.878 orang.

Di sektor Listrik, Gas, dan Air bersih. Serta sektor Penggalian dan Pertambangan, kemungkinan ada sekira 400an lebih orang yang terkena PHK. Masing-masing sebesar 435 orang dan 418 orang.

Dengan perhitungannya itu, maka lanjut Fithra dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, bisa minus 0,8%.

"Itu kalau misalnya berdasarkan asumsi, bertahan 6 bulan [adanya wabah COVID-19] dengan perekonomian atau tidak berjalan 75%. Kita bisa minus 0,8% pertumbuhan ekonominya," tutur Fithra.

Sementara apabila kurva penyebaran COVID-19 bisa melandai atau berdasarkan forecast-nya, puncak penyebaran COVID-19 di antara tanggal 6-12 Mei, maka pertumbuhan ekonomi secara nasional masih sebesar 1,2% sampai 4,%.

"Kalau mulai Juni sudah berkurang, most likely skenario [Pertumbuhan Ekonomi] bisa di 1,2% sampai 1,4%. Karena berdasarkan puncak penyebaran COVID-19 itu, forecast kami antara tanggal 6-12 Mei," tutur Fithra.

Untuk diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baru saja menerbitkan Pergub Nomor 33 Tahun 2020 untuk mendetilkan peraturan PSBB.

Dalam pergub ini, intinya ditetapkan pada prinsipnya bahwa seluruh masyarakat Jakarta selama 2 minggu ke depan, dari 10 April sampai 23 April mendatang, diharapkan untuk berada di rumah, dan meniadakan kegiatan di luar.

Jika melanggar akan dikenakan sanksi pidana. Mulai dari ringan, sampai berat jika berulang.

Sanksi diatur dalam pasal 27, Prosesnya akan dikerjakan bersama dengan aparat penegak hukum dan memastikan ketentuan ini dilaksanakan termasuk ketentuan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. "Yakni pidana 1 tahun dan denda Rp 100 juta," kata Anies dalam keterangan langsung di kantornya, Kamis (9/4/2020).

[Gambas:Video CNBC]



Kendati demikian, Fithra menegaskan, yang paling penting adalah pemerintah bisa menahan COVID-19 agar penyebaran virusnya tidak menyebar dengan cepat. Jadi Fithra menilai, PSBB memang harus dilakukan dengan segera.

"PSBB, karantina, atau apapun bentuknya, harus dilakukan dengan segera. Artinya, kita harus menahan penyebaran virus. Karena kalau kita lihat skenario paling berat, itu bisa minus terus [pertumbuhan ekonomi] apabila penyeberan virus tidak dihentikan," jelas Fithra.

"Apalagi pengusaha bilang mereka hanya bisa bertahan sampai bulan Juni untuk bisa beroperasi," kata Fithra melanjutkan.

Fithra pun mengatakan, dengan adanya stimulus ekonomi penanggulangan COVID-19 yang mencapai Rp 405,1 triliun itu harus diimbangi dengan kebijakan agar virus tdak semakin meluas.

Pun apabila memang di tahun 2020 ini pertumbuhan ekonomi hanya bisa tumbuh 1,2% sampai 1,4%, Fithra meyakini bahwa di tahun 2021 pertumbuhan ekonomi bisa meningkat mencapai 9,6%.

"Karena kita menjaga manusianya. Seketika manusia ini terdampak, maka akan ada kehilangan momentum pertumbuhan ekonomi, tapi ini dalam jangka pendek."

"Namun apabila tidak ada upaya untuk menjaga manusianya secara berkelanjutan, Indonesia tidak akan bisa mencapai pertumbuhan ekonomi, karena produktivitas akan terhambat. Sekali lagi, paling penting di sini adalah menahan COVID-19 agar tidak bertahan lama," tegas Fithra.

Di sisi lain, menurut Ekonom Indef Bhima Yudhistira industri informal terutama pengemudi ojek online yang akan terdampak dengan adanya PSBB yang berlaku hari ini, mengingat ada lebih 1 juta driver ojek online yang biasanya beroperasi di Jakarta.

Maka dari itu, Bhima menyarankan Pemprov DKI Jakarta, semestinya bisa memberikan cash transfer kepada pengemudi ojek online.

"Per hari minimal Rp 100.000. Jadi saya hitung butuh Rp 840 miliar, dengaan kompensasi 14 hari. Asumsi 1 juta driver motor," tutur Bhima.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun memandang Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PPSB), seharusnya bisa memberikan beberapa pilihan tindakan.

Beberapa pilihan tindakan yang dimaksud adalah, berdasarkan Undang-Undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan ada beberapa pilihan tindakan, bisa melakukan PSBB dan juga bisa melakukan karantina.

Karantina itu bisa dalam karantina wilayan, karantina rumah, atau karantina Rumah Sakit (RS). Termasuk juga melakukan karantina terhadap perbatasan, agar kemudian jalur orang, barang, dan transportasi tidak bisa keluar-masuk seenaknyaa.

"Persoalannya PP ini hanya mengatur PSBB. Ada kewenangan pemerintah bisa membatasi sekolaah dan kerja, serta kegiatan agama, sosial, dan sebagainya. Tapi persoalannyaa tidak memiliki strategi untuk jelas-jelas membuat orang berada di rumah," kata Refly seperti dikutip dalam siaran YouTubenya.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular