
Penjualan Ritel RI Turun, Nyalakan Tanda Bahaya?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 April 2020 12:04

Konsumsi rumah tangga merupakan penopang terbesar struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada 2019 saja kontribusi konsumsi rumah tangga mencapai 57% sendiri.
Masalahnya sekarang konsumsi masyarakat tanah air menjadi terancam akibat corona. Bagaimana tidak? Corona justru hadir dan merebak jelang momen puasa Ramadan dan Idul Fitri.
Umumnya, momen puasa dan lebaran konsumsi masyarakat akan naik terutama untuk konsumsi makanan, sandang bahkan transportasi dan rekreasi karena fenomena mudik. Namun dengan adanya corona momen puasa Ramadan dan hari raya Idul Fitri tahun ini tampaknya akan jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Corona juga membuat sektor usaha mulai sekarat. Apalagi untuk sektor-sektor yang langsung terdampak seperti perjalanan, pariwisata, transportasi dan maskapai penerbangan. Industri restoran dan perhotelan juga kena imbasnya.
Anjloknya mobilitas orang akibat corona membuat pendapatan industri di sektor tersebut menjadi tergerus. Tak ada pilihan, sektor-sektor tersebut harus pangkas sana-sini untuk mengurangi beban biaya yang harus ditanggung. Jalan merumahkan karyawan pun juga tak luput dari opsi yang ditempuh.
Jika wabah terus merebak dan berlarut-larut, maka makin banyak industri yang sekarat. Gelombang tsunami PHK bisa jadi bukan hanya mimpi belaka. Namun jadi realita (jangan sampai).
Pasalnya para pengusaha sudah memberikan alarm kepada pemerintah. Melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pengusaha berpesan bahwa mereka hanya mampu bertahan hingga Juni. Setelah itu tidak ada jaminan.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono kepada CNBC Indonesia pada Senin lalu (6/4/2020).
"Hasil konferensi call kita di APINDO dengan teman-teman di daerah dan pelaku sektoral, bisa kita ambil kesimpulan sementara daya tahan cash flow kita hanya sampai bulan Juni tahun ini. Lewat dari itu cash flow kering, kita tidak akan sanggup membiayai pengeluaran, tanpa pemasukan alias tutup," paparnya.
Jika sektor usaha berbondong-bondong mengalami kebangkrutan, maka daya beli masyarakat jelas akan tergerus. Walau kebanyakan masyarakat Indonesia kebanyakan berada di kelas menengah, tetapi banyak dari mereka yang rawan jatuh miskin.
Kajian Bank Dunia menunjukkan ada 115 juta masyarakat Indonesia yang rawan miskin. Ini yang jadi sangat membahayakan dan jadi mimpi buruk bagi perekonomian tanah air. Sekalinya sektor usaha sekarat, masyarakat kehilangan pekerjaan, daya beli tergerus mereka akan kembali jatuh miskin.
(twg/twg)
Masalahnya sekarang konsumsi masyarakat tanah air menjadi terancam akibat corona. Bagaimana tidak? Corona justru hadir dan merebak jelang momen puasa Ramadan dan Idul Fitri.
Corona juga membuat sektor usaha mulai sekarat. Apalagi untuk sektor-sektor yang langsung terdampak seperti perjalanan, pariwisata, transportasi dan maskapai penerbangan. Industri restoran dan perhotelan juga kena imbasnya.
Anjloknya mobilitas orang akibat corona membuat pendapatan industri di sektor tersebut menjadi tergerus. Tak ada pilihan, sektor-sektor tersebut harus pangkas sana-sini untuk mengurangi beban biaya yang harus ditanggung. Jalan merumahkan karyawan pun juga tak luput dari opsi yang ditempuh.
Jika wabah terus merebak dan berlarut-larut, maka makin banyak industri yang sekarat. Gelombang tsunami PHK bisa jadi bukan hanya mimpi belaka. Namun jadi realita (jangan sampai).
Pasalnya para pengusaha sudah memberikan alarm kepada pemerintah. Melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pengusaha berpesan bahwa mereka hanya mampu bertahan hingga Juni. Setelah itu tidak ada jaminan.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono kepada CNBC Indonesia pada Senin lalu (6/4/2020).
"Hasil konferensi call kita di APINDO dengan teman-teman di daerah dan pelaku sektoral, bisa kita ambil kesimpulan sementara daya tahan cash flow kita hanya sampai bulan Juni tahun ini. Lewat dari itu cash flow kering, kita tidak akan sanggup membiayai pengeluaran, tanpa pemasukan alias tutup," paparnya.
Jika sektor usaha berbondong-bondong mengalami kebangkrutan, maka daya beli masyarakat jelas akan tergerus. Walau kebanyakan masyarakat Indonesia kebanyakan berada di kelas menengah, tetapi banyak dari mereka yang rawan jatuh miskin.
Kajian Bank Dunia menunjukkan ada 115 juta masyarakat Indonesia yang rawan miskin. Ini yang jadi sangat membahayakan dan jadi mimpi buruk bagi perekonomian tanah air. Sekalinya sektor usaha sekarat, masyarakat kehilangan pekerjaan, daya beli tergerus mereka akan kembali jatuh miskin.
(twg/twg)
Next Page
Pemerintah Kudu Lebih Gercep
Pages
Most Popular