
Penjualan Ritel RI Turun, Nyalakan Tanda Bahaya?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 April 2020 12:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Penjualan ritel Indonesia pada Februari 2020 mengalami kontraksi. Penjualan ritel yang tumbuh negatif mengindikasikan bahwa perekonomian Indonesia sedang mengalami tekanan.
Bank Indonesia (BI) merilis data survei bulanan penjualan ritel. Penjualan ritel bulan Februari 2020 mengalami kontraksi 0,8% (yoy). Kontraksi yang terjadi lebih dalam dibanding periode bulan Januari yang hanya 0,3% (yoy).
Namun realitanya, penjualan ritel bulan Februari masih lebih baik daripada perkiraan sebelumnya. Pada saat rilis data survei penjualan eceran bulan Januari lalu, BI memperkirakan penjualan ritel bulan Februari terkontraksi 1,9% (yoy).
Penurunan penjualan eceran tersebut disebabkan oleh penurunan penjualan kelompok barang lainnya khususnya subkelompok barang sandang dan subkelompok barang budaya dan rekreasi.
BI memperkirakan, penjualan eceran turun lebih dalam pada Maret 2020, yang tercermin dari prakiraan pertumbuhan IPR Maret 2020 sebesar -5,4% (yoy). Kontraksi penjualan terjadi pada seluruh kelompok komoditas yang disurvei, terutama pada subkelompok komoditas Sandang sebesar 45,9% (yoy), lebih dalam dari -40,4% (yoy) pada Februari 2020.
Maklum, Maret merupakan awal merebaknya wabah corona di tanah air. Sejak kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret 2020, sekolah-sekolah terutama di DKI Jakarta diliburkan, kantor-kantor juga mulai menerapkan kebijakan social distancing dengan bekerja dari rumah.
Pusat-pusat perbelanjaan juga mulai sepi pengunjung, akibat orang-orang diimbau untuk tetap tinggal di rumah demi menekan penyebaran virus yang makin meluas dan meningkatnya angka infeksi.
Ramalan kontraksi penjualan ritel bulan Maret juga senada dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang juga tergerus. Pada bulan Maret 2020, IKK berada di posisi 113,8 dan menjadi level terendah sejak Oktober 2016.
Walau masih optimistis (IKK>100), tetapi optimisme konsumen tergerus. Jika wabah corona makin merebak dan tak terkendali, konsumen akan cenderung menahan untuk belanja dan perekonomian akan semakin tertekan.
Bank Indonesia (BI) merilis data survei bulanan penjualan ritel. Penjualan ritel bulan Februari 2020 mengalami kontraksi 0,8% (yoy). Kontraksi yang terjadi lebih dalam dibanding periode bulan Januari yang hanya 0,3% (yoy).
Namun realitanya, penjualan ritel bulan Februari masih lebih baik daripada perkiraan sebelumnya. Pada saat rilis data survei penjualan eceran bulan Januari lalu, BI memperkirakan penjualan ritel bulan Februari terkontraksi 1,9% (yoy).
Penurunan penjualan eceran tersebut disebabkan oleh penurunan penjualan kelompok barang lainnya khususnya subkelompok barang sandang dan subkelompok barang budaya dan rekreasi.
BI memperkirakan, penjualan eceran turun lebih dalam pada Maret 2020, yang tercermin dari prakiraan pertumbuhan IPR Maret 2020 sebesar -5,4% (yoy). Kontraksi penjualan terjadi pada seluruh kelompok komoditas yang disurvei, terutama pada subkelompok komoditas Sandang sebesar 45,9% (yoy), lebih dalam dari -40,4% (yoy) pada Februari 2020.
Maklum, Maret merupakan awal merebaknya wabah corona di tanah air. Sejak kasus pertama dilaporkan pada 2 Maret 2020, sekolah-sekolah terutama di DKI Jakarta diliburkan, kantor-kantor juga mulai menerapkan kebijakan social distancing dengan bekerja dari rumah.
Pusat-pusat perbelanjaan juga mulai sepi pengunjung, akibat orang-orang diimbau untuk tetap tinggal di rumah demi menekan penyebaran virus yang makin meluas dan meningkatnya angka infeksi.
Ramalan kontraksi penjualan ritel bulan Maret juga senada dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang juga tergerus. Pada bulan Maret 2020, IKK berada di posisi 113,8 dan menjadi level terendah sejak Oktober 2016.
Walau masih optimistis (IKK>100), tetapi optimisme konsumen tergerus. Jika wabah corona makin merebak dan tak terkendali, konsumen akan cenderung menahan untuk belanja dan perekonomian akan semakin tertekan.
Pages
Most Popular