Waspada! Lonceng Kematian Dunia Usaha di Tengah Amukan Corona

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 April 2020 16:09
Waspada! Lonceng Kematian Dunia Usaha di Tengah Amukan Corona
Foto: Konferensi Pers terkait Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh APINDO (CNBC Indonesia/Syahrizal Sidik)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia usaha tanah air tengah berjuang untuk tetap survive di tengah terpaan badai pandemi corona. Jika wabah terus merebak dan berlarut-larut, maka gelombang tsunami kebangkrutan sektor usaha tanah air tinggal tunggu waktu.

Merebaknya wabah corona di dalam dan luar negeri membuat produktivitas anjlok. Bagaimana tidak? Wabah yang menyerang kesehatan manusia ini memaksa orang-orang untuk tinggal di rumah dan tidak pergi ke mana-mana.

Bahkan bagi sebagian orang yang malang karena terjangkit virus malah harus bertaruh nyawa. Dengan adanya social distancing dan imbauan untuk tetap di rumah telah membuat dunia usaha terpukul.



Berbagai sektor yang sangat bergantung pada mobilitas orang seperti pariwisata, maskapai penerbangan, transportasi publik, restoran hingga perhotelan adalah yang paling merasakan dampaknya secara langsung.

Menurunnya mobilitas orang membuat pendapatan di sektor-sektor tersebut anjlok signifikan. Ketika sektor-sektor tersebut terdampak maka sektor industri lain yang terkait juga ikut terkena imbasnya seperti sektor industri migas.

Orang-orang yang memilih tinggal di rumah membuat permintaan terhadap bahan bakar pun menjadi turun. Sektor manufaktur juga ikut kena imbasnya, produksi jadi terganggu, penjualan juga menurun.

Industri lain yang juga harus dicermati adalah industri perbankan yang jadi roda pemutar perekonomian. Wabah ini memicu kualitas aset pada perbankan menjadi turun. Bank-bank harus mengatur diri agar likuiditasnya tidak seret. Jika kering ini akan jadi bahaya bagi perekonomian.

Untuk tetap bisa menyambung nyawa, sektor-sektor tersebut harus mengurangi beban biaya dengan pangkas sana-sini. Tak jarang pilihan berat yang harus diambil adalah merumahkan sebagian karyawannya. Kondisi ini pun tak bisa dibiarkan bertahan lama.

Walau daya tahan dunia usaha berbeda-beda menurut sektornya, Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono sudah memberikan alarm bahwa sektor usaha secara umum hanya mampu bertahan dalam tiga bulan ke depan.

"Hasil konferensi call kita di APINDO dengan teman-teman di daerah dan pelaku sektoral, bisa kita ambil kesimpulan sementara daya tahan cash flow kita hanya sampai bulan Juni tahun ini. Lewat dari itu cash flow kering, kita tidak akan sanggup membiayai pengeluaran, tanpa pemasukan alias tutup," kata Iwantono kepada CNBC Indonesia, Senin (6/4).
Tingkat keparahan dan durasi wabah menjadi kunci utamanya. Jika wabah terus meluas dan makin lama merebak, maka bisa putus urat nadi dunia usaha dalam negeri. Gelombang kebangkrutan masif dan tsunami PHK akan terjadi di berbagai penjuru negeri.

Sektor yang akan mengibarkan bendera putih adalah sektor-sektor yang terkena secara langsung seperti pariwisata, perhotelan dan maskapai penerbangan. Kemudian bisa merambat ke perbankan dan ujung-ujungnya meluas ke sektor lain seperti manufaktur hingga konstruksi.

Kalau sektor-sektor strategis yang porsinya besar terhadap perekonomian RI sudah terdampak parah. Jangan tanya seperti apa wajah perekonomian Indonesia ke depannya. Bukan maksud menakuti, tapi yang jelas adalah suram.



Untuk menekan tingkat keparahan dan durasi wabah sebenarnya sangat tergantung dari dua hal. Pertama adalah upaya pengendalian virus dan kebijakan ekonomi. Jika upaya pengendalian virus dan kebijakan ekonomi tidak efektif, maka dampak ekonominya parah dan periode pemulihan akan berlangsung lebih lama.

Dari segi stimulus, pemerintah sudah menganggarkan sebesar Rp 405,1 triliun yang digunakan untuk insentif pajak, dana kesehatan, jaring pengaman sosial hingga pemulihan ekonomi. Nilai stimulus tersebut setara dengan hampir 2,8% dari PDB Indonesia.



Efektivitas dari kebijakan ekonomi tersebut juga sangat tergantung pada besaran dan alokasinya ke mana. Sampai saat ini penanganan wabah corona yang dilakukan pemerintah masih jauh dari kata ‘seharusnya’. Pemerintah harus lebih sigap dan responsif dalam menangani penyebaran wabah. Beberapa hal yang masih sangat kurang dan terlihat adalah 1) deteksi dini yang cepat, masif dan sensitif ; 2) surveilansi penyebaran virus; 3) penguatan pasokan dan armada terutama kelengkapan medis dan 4) koordinasi pusat dan daerah.

Deteksi memainkan peranan penting dalam melawan virus. Korea Selatan merupakan negara yang melakukan tes corona secara masal. Sementara Indonesia jumlah populasi yang dites masih sangat rendah dibandingkan negara tetangga.



Apabila deteksi dini dilakukan secara massal ditambah dengan penguatan surveilansi, maka isolasi bisa dilakukan lebih dini bagi yang terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala yang berpotensi menjangkiti yang lain.

Pemerintah juga harus memastikan pasokan alat pelindung diri (APD) terutama untuk tim medis. Hingga saat ini banyak tim medis yang sudah berguguran layaknya melakukan misi bunuh diri karena tidak mendapat perlindungan yang layak. Sudah ada lebih dari 20 dokter yang tercatat gugur melawan corona. Ini tak bisa dibiarkan terus menerus.

Poin ketiga adalah penguatan koordinasi pusat dan daerah. Jangan seperti yang sudah-sudah kebijakannya membingungkan dan tidak konsisten seperti kebijakan soal mudik. Antara pemerintah pusat dan daerah harus punya misi yang sama dan protokol yang tidak bertentangan dalam menangani wabah.

Tentu kita semua tidak ingin melihat dunia usaha sekarat dan tsunami PHK menghempas membuat perekonomian dalam negeri kolaps. Hal itu semua masih bisa diminimalisir, yang harus diingat adalah fokus menumpas musuh tak kasat mata terlebih dahulu agar badai ini bisa cepat berlalu.




TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular