Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini pemerintah memutuskan untuk menggelontorkan dana senilai total Rp 405,1 triliun untuk penanganan virus corona (COVID-19) di negara ini. Dana tersebut akan masuk dalam APBN tahun ini dan dimintakan persetujuan dari parlemen untuk bisa diterapkan.
Dana tersebut nantinya akan masuk dalam postur APBN-P 2020. Tambahan anggaran tersebut akan dialokasikan ke berbagai sektor, yakni:
- Bidang Kesehatan Rp 75 triliun, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter
- Jaring pengaman sosial atau Social Safety net Rp 110 triliun, yang akan mencakup penambahan anggaran kartu sembako, kartu pra kerja, dan subsidi listrik
- Insentif perpajakan dan KUR Rp 70,1 triliun
- Pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun
Kebijakan ini akan tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) mengenai rincian dari stimulus jilid III yang telah ditetapkan. Perpres ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) nomor 1 tahun 2020 yang telah ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 31 Maret lalu.
Sementara itu, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani dana tersebut akan berasal dari berbagai macam sumber. Sebagai contoh dana SSN dan membantu dunia usaha, berasal dari penghematan belanja negara sekitar Rp 190 triliun.
"K/L Rp 95,7 triliun dan TKDD [Transfer ke Daerah dan Dana Desa] sebesar Rp 94,2 triliun, dan realokasi cadangan sebesar Rp 54,6 triliun," jelas Sri Mulyani melalui video conference, Rabu (1/4/2020).
[Gambas:Video CNBC]
Dana Kesehatan Rp 75 TriliunSecara Rinci, untuk dana kesehatan, Jokowi mengalokasikan anggaran sebesar Rp 75 triliun. Rencananya akan digunakan untuk perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian alat pelindung diri (APD), pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan seperti test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer, dan sebagainya sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.
"Termasuk upgrade 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien covid-19, termasuk wisma atlet," kata Jokowi.
Dari anggaran sebesar Rp 75 triliun, juga akan diperuntukkan sebagai insentif bagi tenaga medis. Dokter spesialis akan mendapatkan Rp 15 juta setiap bulannya. Dokter umum Rp 10 juta/bulan. Perawat 7,5 juta/bulan, dan tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta/bulan.
Jokowi juga akan memberikan santunan kematian kepada keluarga tenaga medis sebesar Rp 300 juta.
Social Safety Net Rp 110 TriliunSocial safety net akan dipergunakan dalam menyalurkan program keluarga harapan (PKH) kepada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang bantuannya dinaikkan 25% dalam setahun.
Kartu sembako dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta penerima, dengan manfaat sebesar Rp 200.000 selama 9 bulan. Atau naik sekitar 33%.
Kartu Prakerja juga dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun untuk bisa meng cover sekitar 5,6 juta pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Penerima manfaat mendapat insentif pasca pelatihan Rp 600 ribu, dengan biaya pelatihan 1 juta.
Pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA, dan diskon 50% untuk 7 juta pelanggan 900VA bersubsidi. Serta untuk tambahan insentif perumahan bagi pembangunan perumahan MBR hingga 175 ribu.
Adapun dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok Rp 25 triliun.
Insentif Perpajakan dan KUR Rp 70,1 TriliunInsentif perpajakan ini dalam rangka penyiapan anggaran untuk dunia usaha dalam pemulihan ekonomi. Berikut rinciannya:
• PPH 21 pekerja sektor industri pengolahan dengan penghasilan maksimal 200 juta setahun ditanggung pemerintah 100 %.
• Pembebasan PPH Impor untuk 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah
• Pengurangan PPH 25 sebesar 30% untuk sektor tertentu Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil Menengah
• Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.
• Penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% untuk tahun 2020 dan 2021 serta menjadi 20% mulai tahun 2022.
Insentif KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang dimaksud yakni, penundaan pembayaran pokok dan bunga untuk semua skema KUR yang terdampak COVID-19 selama 6 bulan.
Relaksasi Defisit Sampai 3 TahunPerppu ini juga kita terbitkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit APBN yang diperkirakan mencapai 5,07 persen. Oleh karena itu kita membutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3%.
Namun relaksasi defisit ini hanya untuk 3 tahun yaitu 2020, 2021 dan 2022. Setelah itu kita akan kembali ke disiplin fiskal minimal 3% mulai 2023.
Terakhir saya amengharapkan dukungan dari DPR RI agar Perppu yang baru saja saya tanda tangani ini akan segera diundangkan dan dilaksanakan dan dalam waktu secepat-cepatnya. Kami akan menyampaikan ke DPR RI untuk mendapat persetujuan menjadi UU.
Penyebaran virus corona membuat pemerintah meningkatkan dukungan fiskal yang menyebabkan defisit anggaran melebar ke 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebab pemberian dukungan fiskal terjadi kala penerimaan negara justru turun.
Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mengungkapkan pemerintah mengusulkan tambahan belanja negara sebesar Rp 405,1 triliun. Terdiri dari intervensi kesehatan Rp 75 triliun, meningkatkan dan memperluas social safety net Rp 110 triliun, melindungi industri Rp 70 triliun, dan cadangan Rp 150 triliun untuk pembiayaan penjaminan serta restrukturisasi ekonomi dalam rangka membantu sektor keuangan.
Di sisi lain, penerimaan negara malah turun karena ekonomi menurun tajam. Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa hanya 2,3%, bahkan skenario terburuk bisa -0,4%.
"Dalam antisipasi kondisi ekonomi menurun tajam, penerimaan pasti menurun, pajak dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Harga minyak sempat turun di bawah US$/barel, sangat-sangat rendah. Sekarang di bawah US$ 30/barel," kata Sri Mulyani dalam keterangan stimulus fiskal, Rabu (1/4/2020).
Selain itu, pemerintah juga berencana. menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan. "Omnibus Law kita tarik di 2020 untuk pengurangan beban di sektor korporasi sehingga tidak menyebabkan tekanan PHK atau kebangkrutan," sebutnya.
Dengan tambahan belanja dan penurunan penerimaan, Sri Mulyani memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 bisa mencapai 5,07% PDB. Jauh di atas batas maksimal yang diatur di UU Keuangan Negara yaitu 3% PDB. Oleh karena itu, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2020 yang salah satunya adalah untuk relaksasi batasan defisit anggaran.
"Perekonomian global 2020 diproyeksikan tumbuh negatif atau mengalami resesi. Pasar keuangan global mengalami kepanikan sehingga terjadi pembalikan modal membuat tekanan pada mata uang, pasar modal dan surat berharga emerging countries termasuk Indonesia.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun dalam menjadi 2,3% pada skenario berat dan berlanjut menjadi -0,4% pada skenario sangat berat. Ancaman terhadap stabilitas sektor keuangan akan berupa volatilitas pasar saham, surat berharga, depresiasi rupiah, peningkatan NPL (kredit bermasalah), persoalan likuiditas, dan insolvency. Stabilitas sektor keuangan saat ini berada pada level normal-siaga," papar Sri Mulyani.