Jokowi Tebar Stimulus Rp 405,1 T, Ini Rincian & Efek ke APBN

Monica Wareza, CNBC Indonesia
04 April 2020 09:58
Defisit Anggaran Bisa Melebar 5,07%
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Foto: Facebook Sri Mulyani Indrawati)
Penyebaran virus corona membuat pemerintah meningkatkan dukungan fiskal yang menyebabkan defisit anggaran melebar ke 5,07% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebab pemberian dukungan fiskal terjadi kala penerimaan negara justru turun.

Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, mengungkapkan pemerintah mengusulkan tambahan belanja negara sebesar Rp 405,1 triliun. Terdiri dari intervensi kesehatan Rp 75 triliun, meningkatkan dan memperluas social safety net Rp 110 triliun, melindungi industri Rp 70 triliun, dan cadangan Rp 150 triliun untuk pembiayaan penjaminan serta restrukturisasi ekonomi dalam rangka membantu sektor keuangan.

Di sisi lain, penerimaan negara malah turun karena ekonomi menurun tajam. Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa hanya 2,3%, bahkan skenario terburuk bisa -0,4%.

"Dalam antisipasi kondisi ekonomi menurun tajam, penerimaan pasti menurun, pajak dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Harga minyak sempat turun di bawah US$/barel, sangat-sangat rendah. Sekarang di bawah US$ 30/barel," kata Sri Mulyani dalam keterangan stimulus fiskal, Rabu (1/4/2020).

Selain itu, pemerintah juga berencana. menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan. "Omnibus Law kita tarik di 2020 untuk pengurangan beban di sektor korporasi sehingga tidak menyebabkan tekanan PHK atau kebangkrutan," sebutnya.

Dengan tambahan belanja dan penurunan penerimaan, Sri Mulyani memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 bisa mencapai 5,07% PDB. Jauh di atas batas maksimal yang diatur di UU Keuangan Negara yaitu 3% PDB. Oleh karena itu, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2020 yang salah satunya adalah untuk relaksasi batasan defisit anggaran. 

"Perekonomian global 2020 diproyeksikan tumbuh negatif atau mengalami resesi. Pasar keuangan global mengalami kepanikan sehingga terjadi pembalikan modal membuat tekanan pada mata uang, pasar modal dan surat berharga emerging countries termasuk Indonesia. 

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko turun dalam menjadi 2,3% pada skenario berat dan berlanjut menjadi -0,4% pada skenario sangat berat. Ancaman terhadap stabilitas sektor keuangan akan berupa volatilitas pasar saham, surat berharga, depresiasi rupiah, peningkatan NPL (kredit bermasalah), persoalan likuiditas, dan insolvency. Stabilitas sektor keuangan saat ini berada pada level normal-siaga," papar Sri Mulyani.

(hps/hps)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular