
Waspada! FAO Ingatkan Potensi Krisis Pangan Gegara Covid-19
Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
30 March 2020 17:19

Jakarta, CNBC Indonesia - FAO menyatakan pandemiĀ Covid-19 dapat memengaruhi keamanan pangan global. Sebab, Covid-19 telah mengganggu ketersediaan tenaga kerja dan rantai pasokan.
"Kami menilai ada risiko tinggi krisis pangan kecuali diambil tindakan cepat untuk melindungi mereka yang paling rentan, menjaga rantai pasokan pangan global tetap hidup dan mengurangi dampak pandemi di seluruh sistem pangan," tulis FAO dalam unggahan terbaru di situs resmi seperti dikutip dari CNBC Internasional, Senin (30/3/2020).
FAO menyatakan gangguan pangan kemungkinan akan muncul pada April dan Mei. Social distancing jadi salah satu penghambat di sektor pertanian. Industri pengolahan makan juga terkendala dalam memproses produk pertanian.
"Namun, kami sudah melihat tantangan dalam hal logistik yang melibatkan pergerakan makanan dan dampak pandemi pada sektor peternakan karena berkurangnya akses ke pakan ternak dan kapasitas rumah pemotongan hewan berkurang (karena kendala logistik dan kekurangan tenaga kerja) mirip dengan apa yang terjadi di China," tulis FAO.
Namun setidaknya, tulis FAO, hingga kini gangguan itu masih belum terasa karena persediaan makanan masih memadai. Akan tetapi, lonjakan harga lebih mungkin terjadi pada produk-produk bernilai tinggi seperti daging dan sayur serta buah-buahan daripada kebutuhan pokok yang pasokannya masih memadai.
Terpisah, Fitch Solution menilai pasokan makanan global relatif cukup dengan prospek untuk tahun panen 2020-2021 positif.
"Produksi biji-bijian di negara maju, biasanya dilakukan di pertanian skala besar di daerah kepadatan rendah serta kurang rentan terhadap penularan. Tetapi sektor padat karya seperti perkebunan (kelapa sawit) dan manufaktur (pemrosesan daging) lebih berisiko tertular karyawan," tulis Fitch Solutions.
Meskipun pasokan makanan pokok memadai, terlepas dari tenaga kerja dan tantangan logistik, setiap pembatasan oleh negara yang memesan pasokan strategis akan meningkatkan risiko.
"Beberapa negara dapat menggunakan pembatasan perdagangan atau penimbunan yang agresif dalam upaya untuk menjaga keamanan pangan, yang dapat dengan cepat meningkat dan mendukung harga biji-bijian dan minyak," tulis Fitch Solutions.
Di antara negara-negara penghasil utama yang telah menerapkan pembatasan ekspor adalah Vietnam yang telah menghambat ekspor beras, dan Rusia yang telah menghentikan ekspor biji-bijian olahan. Kazakhstan juga menangguhkan ekspor tepung terigu, gandum, gula, minyak bunga matahari, dan beberapa sayuran
Penangguhan tersebut dapat mengarah pada percepatan inflasi harga makanan selama masa lockdown, kata Fitch Solutions.
Negara-negara yang paling terekspos oleh kenaikan inflasi harga pangan, termasuk negara-negara dengan impor yang meningkat sebagai bagian dari pasokan pangan domestik, seperti negara-negara di Timur Tengah, Cina, Jepang, dan Korea Selatan.
Negara dengan mata uang yang melemah, seperti India dan Indonesia juga terekspos. Ini karena sebagian besar komoditas berdenominasi dolar AS di pasar internasional.
(miq/miq) Next Article Jokowi Minta 'Pembantunya' Waspada Musim Kemarau Panjang
"Kami menilai ada risiko tinggi krisis pangan kecuali diambil tindakan cepat untuk melindungi mereka yang paling rentan, menjaga rantai pasokan pangan global tetap hidup dan mengurangi dampak pandemi di seluruh sistem pangan," tulis FAO dalam unggahan terbaru di situs resmi seperti dikutip dari CNBC Internasional, Senin (30/3/2020).
FAO menyatakan gangguan pangan kemungkinan akan muncul pada April dan Mei. Social distancing jadi salah satu penghambat di sektor pertanian. Industri pengolahan makan juga terkendala dalam memproses produk pertanian.
Namun setidaknya, tulis FAO, hingga kini gangguan itu masih belum terasa karena persediaan makanan masih memadai. Akan tetapi, lonjakan harga lebih mungkin terjadi pada produk-produk bernilai tinggi seperti daging dan sayur serta buah-buahan daripada kebutuhan pokok yang pasokannya masih memadai.
Terpisah, Fitch Solution menilai pasokan makanan global relatif cukup dengan prospek untuk tahun panen 2020-2021 positif.
"Produksi biji-bijian di negara maju, biasanya dilakukan di pertanian skala besar di daerah kepadatan rendah serta kurang rentan terhadap penularan. Tetapi sektor padat karya seperti perkebunan (kelapa sawit) dan manufaktur (pemrosesan daging) lebih berisiko tertular karyawan," tulis Fitch Solutions.
Meskipun pasokan makanan pokok memadai, terlepas dari tenaga kerja dan tantangan logistik, setiap pembatasan oleh negara yang memesan pasokan strategis akan meningkatkan risiko.
"Beberapa negara dapat menggunakan pembatasan perdagangan atau penimbunan yang agresif dalam upaya untuk menjaga keamanan pangan, yang dapat dengan cepat meningkat dan mendukung harga biji-bijian dan minyak," tulis Fitch Solutions.
Di antara negara-negara penghasil utama yang telah menerapkan pembatasan ekspor adalah Vietnam yang telah menghambat ekspor beras, dan Rusia yang telah menghentikan ekspor biji-bijian olahan. Kazakhstan juga menangguhkan ekspor tepung terigu, gandum, gula, minyak bunga matahari, dan beberapa sayuran
Penangguhan tersebut dapat mengarah pada percepatan inflasi harga makanan selama masa lockdown, kata Fitch Solutions.
Negara-negara yang paling terekspos oleh kenaikan inflasi harga pangan, termasuk negara-negara dengan impor yang meningkat sebagai bagian dari pasokan pangan domestik, seperti negara-negara di Timur Tengah, Cina, Jepang, dan Korea Selatan.
Negara dengan mata uang yang melemah, seperti India dan Indonesia juga terekspos. Ini karena sebagian besar komoditas berdenominasi dolar AS di pasar internasional.
(miq/miq) Next Article Jokowi Minta 'Pembantunya' Waspada Musim Kemarau Panjang
Most Popular