Ini Cara Lockdown A La China yang Sukses Lawan Wabah Corona

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 March 2020 18:01
Ini Cara Lockdown A La China yang Sukses Lawan Wabah Corona
Foto: Virus Corona Wuhan. (Chinatopix via AP)
Jakarta, CNBC Indonesia - Virus corona (COVID-19) yang diyakini berasal dari Wuhan, China kini tengah merebak di berbagai penjuru dunia. Kini China bukan lagi negara penyumbang kasus terbanyak setelah melakukan karantina (lockdown) kota Wuhan dan sekitarnya selama dua bulan.

Masih ingat di benak kita bagaimana wabah COVID-19 menyebar di China. Akhir tahun lalu pada bulan Desember, puluhan orang di kota Wuhan dilaporkan mengidap pneumonia misterius.

Tepat pada 31 Desember 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan penyebab pneumonia tersebut adalah virus corona jenis baru yang kemudian dinamai nCoV kala itu.

Korban jiwa pertama adalah seorang kakek berusia 61 tahun yang diketahui pernah mengunjungi pasar seafood Huanan di Wuhan sebelum dinyatakan mengidap pneumonia.


Beberapa kasus lain yang dilaporkan juga memiliki kemiripan di mana pasiennya pernah berkunjung ke pasar seafood yang juga menjual hewan liar seperti ular dan kelelawar tersebut. Semenjak saat itu, pasar tersebut diyakini menjadi episentrum penyebaran wabah corona di China.

Tiap harinya jumlah orang yang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19 terus bertambah. Awalnya kasus hanya ditemukan di Wuhan. Namun lambat laun kasus juga ditemukan di tempat lain di China.

Pada 20 Januari 2020, jumlah kasus yang dilaporkan di China mencapai lebih dari 200. Dua hari berselang jumlah kasus di China mencapai lebih dari 500. Tepat pada 23 Januari pemerintah China memutuskan untuk mengkarantina Wuhan.

Selang beberapa jam setelah pengumuman, transportasi dari dan ke kota Wuhan ditutup tanpa pengecualian. Bahkan untuk keadaan darurat medis dan pribadi pun dilarang masuk atau meninggalkan Wuhan.

Kala itu sekolah dan universitas sudah libur, mengingat waktu terjadinya wabah menjelang tahun baru China (imlek). Semua toko tutup kecuali mereka yang menjual makanan atau obat-obatan. Kendaraan pribadi dihalangi dari jalan tanpa izin khusus, dan sebagian besar angkutan umum tak beroperasi. Jalanan kota Wuhan pun kosong dan sunyi.


Awalnya orang-orang diizinkan keluar dari rumah mereka. Namun karena lonjakan kasus semakin signifikan, pembatasan segera diperketat. Beberapa wilayah bahkan membatasi kunjungan untuk satu anggota keluarga setiap dua hari untuk membeli kebutuhan. Sementara yang lain melarang penduduk untuk pergi, mengharuskan mereka memesan makanan dan kebutuhan lain dari kurir.

Setelah itu, kebijakan itu menjadi lebih agresif. Petugas kesehatan pergi dari rumah ke rumah untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Bagi siapa pun yang sakit yang sakit dipaksa untuk melakukan isolasi diri.
Pengawasan ketat ditingkatkan di wilayah lain di seluruh China segera setelah Wuhan dikarantina. Sebagian besar khawatir orang-orang berlomba untuk melarikan diri dari kota sebelum dikarantina dan itu bisa membuat penyebaran virus makin meluas.

Dalam periode dua bulan Wuhan disulap menjadi layaknya kota mati. Namun strategi lockdown yang dilakukan China untuk Wuhan dan beberapa kota lainnya terbukti berhasil. Kini China tak lagi melaporkan adanya kasus tambahan akibat transmisi lokal.

Kasus infeksi baru yang dilaporkan di China merupakan kasus impor. Artinya infeksi terjadi akibat orang tersebut selesai melakukan perjalanan dari luar China. Sejak awal Maret ini, jumlah kasus kumulatif di China cenderung stagnan di angka 80 ribu kasus.




Walau China masih terus melaporkan pertambahan kasus, jumlahnya turun signifikan dibanding sebelumnya. Ekonomi China perlahan mulai bangkit. Pada Sabtu ini, Wuhan sudah tidak berada dalam kondisi lockdown lagi. Layanan transportasi mulai beroperasi kembali dan wilayah perbatasan mulai dibuka. Namun orang-orang masih menggunakan masker sebagai perlindungan diri.

Saat ini negara-negara yang melaporkan pertumbuhan kasus secara eksponensial mulai meniru strategi China dengan melakukan lockdown, seperti Italia, Spanyol, Jerman, Malaysia hingga Filipina.

Beberapa negara yang sudah menetapkan lockdown seperti Italia yang memberlakukan karantina total satu negara dalam beberapa pekan terakhir. Bagi yang melanggar aturan dengan bepergian atau keluar rumah akan didenda oleh pemerintah sebesar US$ 235.


Langkah yang sama juga diambil oleh Perancis. Presiden Emmanual Macron telah menyerukan untuk warga Perancis tetap tinggal di dalam rumah di tengah kondisi genting seperti ini, jika ada yang melanggar akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar US$ 149.

Belum bisa disimpulkan apakah langkah ini terbukti efektif di luar China. Pada dasarnya lockdown pun tidak bisa sembarangan ditetapkan. Harus dipersiapkan dengan matang. Efektivitas lockdown juga bergantung dari sudah berada di fase mana transmisi virus terjadi, ketegasan pemerintah hingga kultur masyarakatnya.

Saat ini jumlah orang yang terinfeksi COVID-19 di seluruh penjuru dunia totalnya mencapai 602.262. jumlah korban meninggal mencapai 27.889 orang. Berkat strategi lockdown, kini China bukan lagi penyumbang jumlah kasus infeksi COVID-19 terbanyak di dunia karena posisinya sudah di geser oleh AS (104.837 kasus) dan Italia (86.498 kasus).


TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular