Jeritan Tenaga Medis RI: Perangi Corona Bak Misi Bunuh Diri

Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
27 March 2020 14:47
Tenaga medis sudah kewalahan, APD minim dan tenaga makin berkurang, sementara pasien terus membludak
Foto: Work From Home (ist)
Jakarta, CNBC Indonesia- Jumlah kasus positif corona terus bertambah. Belakangan, penambahan kasus per hari selalu di atas 100 orang. Membuat tenaga medis makin keteteran, apalagi dengan alat perlindungan yang minum.

Kondisi tenaga medis yang kewalahan dan alat perlindungan yang sangat kurang bukan rahasia lagi. Ini membuat para tenaga medis baik dokter, perawat, penyuluh, yang berada di garda terdepan berisiko terpapar covid-19 dan membuat tenaga semakin terbatas.

Pemerintah DKI Jakarta kemarin mengumumkan, sudah terdapat 50 tenaga medis yang terpapar corona. Dari jumlah tersebut, 2 dinyatakan tiada dan tak dapat diselamatkan.

Mengutip akun instagram @ikatandokterindonesia, sampai saat ini diketahui 10 dokter telah meninggal di tengah pandemi yang melanda Indonesia. Beberapa karena terpapar, namun terdapat juga yang meninggal karena kelelahan dengan perjuangannya.



Jakarta sendiri merupakan zona merah penyebaran virus corona dengan kasus mencapai 472 orang.

Pada 26 Maret 2020, secara nasional kasus positif mencapai 893, sembuh 35 orang, dan meninggal 78 orang. Dari 25 Maret ke 26 Maret, data yang masuk ke pemerintah ada 20 pasien covid-19 yang meninggal di satu hari tersebut. Angka ini perlu diwaspadai.

Situasi para dokter-dokter ini memang cukup genting, baik dari sumber daya tenaga yang terbatas sampai alat-alat medis.



Icha, bukan nama sebenarnya, dokter yang kini berjaga di RSCM menceritakan kondisi yang sangat morat marit.

Ia mengatakan saat ini sudah banyak tenaga medis yang dirumahkan karena hamil, sakit, dan juga kontak dengan pasien covid-19. Terutama untuk yang spesialis atau PPDS.

"Pasti tidak normal, banyak PPDS dirumahkan, jumlah sedikit. Kami bagi-bagi tugas jadi cluster IGD, bangsal, dan poli. Anggota tiap cluster tidak boleh bertemu untuk menghindari transmisi," jelasnya.

Untuk cluster poli, harus diisi tiap hari dan tidak ada jam jaga terutama untuk poli screening pasien ODP.

Sementara untuk cluster bangsal dan IGD dibagi jam jaga yakni jam 06.00 sampai 16.00 serta sebaliknya, artinya satu kali jaga adalah 10 jam. "Tapi kalau masuk stase atau bangsal bisa jaga 24 jam," jelasnya.



Saat ini tenaga PPDS yang tersedia hanya 60 orang, dengan kondisi 20 orang dirumahkan. Saking kurang orangnya, bahkan pihak rumah sakit sudah meminta bantuan PPDS lain yang belum wisuda.

Masalah terpapar corona, sebenarnya ia juga meyakini bahwa semuanya sudah terpapar. "Sudah terpapar semua ini," kata dia. Namun, mereka kini harus tetap menjaga imunitas tubuh.

Soal kondisi APD, ia mengaku tenaga medis bahkan sampai beli sendiri dan mendapat donasi. "Terus terang sangat kurang," katanya.

Jeritan Tenaga Medis RI: Perangi Corona Bak Misi Bunuh DiriFoto: Work From Home (Screenshot Instagram @rsud.moewardi)




Pesan serupa juga disampaikan oleh Leoni, dokter yang juga berjaga di garda terdepan untuk melawan corona. Apalagi Leoni juga baru kehilangan ayahnya yang juga tenaga medis akibat covid-19 karena terpapar pasien.

"Tenaga medis terbatas jumlahnya, kalau tidak putuskan rantai penularan tewas lah kita," keluh Leoni.

Saat ini tim rumah sakitnya juga mencoba mengurangi tim jaga untuk mengurangi paparan dengan pasien, namun dengan kondisi tim tenaga medis yang berkurang tak imbang dengan jumlah pasien yang semakin membludak.

Sementara, lanjutnya, APD atau alat perlindungan diri masih susah. "Kemarin sampai pakai jas putih disposable, kami itu sudah pasrah dan kini cuma bisa jaga diri masing-masing. Tapi kalau kondisi begini terus, ini seperti misi bunuh diri," pesannya.



Para dokter ini sebenarnya juga manusia, yang memiliki keluarga dan orang yang mereka sayangi di rumah. Namun tetap harus bekerja karena sumpah profesi mereka untuk terus mengabdi.

Dengan kondisi saat ini, para tenaga medis meminta agar bisa mendapat prioritas untuk screening atau tes awal. "Skrining setiap tenaga kesehatan untuk swab tenggorokan tanpa harus ada gejala," pinta ahli dan spesialis paru yang sejak corona mewabah di negeri ini tak berhenti bekerja, dr Fariz Nurwidya.

Soal kondisi APD, memang berbeda-beda di setiap rumah sakit. Tapi kondisinya sangat terbatas. "Masih harus ditingkatkan," kata Fariz, yang menyertakan foto tenaga medis dengan APD seadanya bahkan penutup kepala menggunakan plastik.



[Gambas:Video CNBC]




(gus/gus) Next Article Bertambah, Tenaga Medis DKI Terpapar Covid Jadi 44 orang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular