DKI-Jabar-Banten Sumbang 73,9% Kasus Corona, Perlu Lockdown?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 March 2020 14:12
DKI-Jabar-Banten Sumbang 73,9% Kasus Corona, Perlu Lockdown?
Foto: Mencegah Virus Corona, Sejumlah Masjid di Jakarta di Semprot Disinfektan. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona di Indonesia semakin luas. Untuk menekan laju penyebaran, mungkin kebijakan yang agak ekstrem sudah perlu mulai dipikirkan. Misalnya karantina wilayah atau lockdown.

Berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19, jumlah pasien corona di Indonesia adalah 893 orang. Dari jumlah tersebut, 78 orang meninggal dunia. Hingga 26 Maret, laju pertumbuhan jumlah pasien baru adalah 32,97% per hari.




Tingkat kematian (mortality rate) akibat corona di Indonesia adalah 8,73%. Lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara dengan kasus lebih banyak seperti Amerika Serikat/AS (1,51%), China (4,02%), Spanyol (7,55%), Jerman (0,61%), Prancis (5,74%), sampai Iran (7,59%).

Dari 893 pasien corona di Tanah Air, 515 di antaranya (57,67%) berada di DKI Jakarta. Kemudian ada Jawa Barat dengan 78 kasus (8,73%) dan Banten 67 kasus (7,5%). Artinya, 73,9% kasus corona ada di tiga provinsi yang bertetangga itu.

Maklum, tiga daerah itu punya interaksi yang erat. Para pengelaju alias commuter dari Tangerang (Banten) atau Depok, Bogor, dan Bekasi (Jawa Barat) setiap hari menuju ibu kota untuk mencari nafkah. Intensitas interaksi yang tinggi membuat virus corona lebih mudah tertransmisi.


Pemerintah dan berbagai memang sudah menyerukan kampanye kerja, belajar, dan beribadah di rumah. Lumayan efektif, terlihat dari jalanan Jakarta yang lengang selama sekitar dua pekan terakhir.

Ada pula kampanye social/physical distancing. Menjaga jarak dengan orang lain minimal satu meter agar tidak mudah terpapar virus.


Namun karena sifatnya masih imbauan, masih banyak warga dari provinsi tetangga yang menyambangi Jakarta untuk bekerja. Mereka masih menaiki transportasi umum yang berdesakan. Mana ada social/physical distancing.

Ini mungkin yang menyebabkan kasus corona terus bertambah, terutama di DKI-Jawa Barat-Banten. Imbauan yang ada belum cukup untuk mempersempit ruang gerak virus corona, sehingga penularan terus terjadi.

Oleh karena itu, boleh jadi Indonesia (minimal DKI-Jawa Barat-Banten yang memiliki kasus corona tertinggi di Indonesia) sudah perlu menerapkan kebijakan yang lebih ekstrem. Lockdown bisa menjadi solusi.

Beberapa negara dengan kasus yang lebih sedikit sudah menerapkan lockdown. Di Asia Tenggara, contohnya adalah Filipina. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis pada Jumat (27/3/2020) pukul 12:59 WIB, jumlah kasus corona di Filipina adalah 707 dengan korban jiwa 45 orang.


Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengumumkan negaranya memulai lockdown pada 12 Maret dan sampai sekarang masih berlaku. Hasilnya lumayan.

Sebelum lockdown, Filipina sempat mengalami pertumbuhan jumlah pasien corona mencapai 230% dalam sehari. Setelah lockdown, pertumbuhannya bisa ditekan ke dua digit.

 

Virus corona tidak seperti vampir, werewolf, atau zombie yang keluyuran mencari korban untuk ditulari. Adalah pergerakan manusia yang membuat virus bisa menyebar.

Jadi, kunci untuk meredam dan menurunkan jumlah pasien (dan korban meninggal) adalah dengan membatasi aktivitas manusia untuk sementara. Imbauan sudah bagus, tetapi agar semakin kuat ada baiknya perlu dipertegas dengan larangan legal-formal. Ini adalah tujuan utama lockdown, 'memagari' pergerakan manusia agar penyebaran virus tidak semakin luas.

Tidak bisa dipungkiri, lockdown memang membuat aktivitas ekonomi melambat atau bahkan berhenti sama sekali. Namun dalam situasi seperti ini, ekonomi adalah pertimbangan kedua. Sebab menyelamatkan nyawa harus menjadi prioritas pertama dan yang paling utama.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular