Mulai Berpikir PHK, Pengusaha Mal 'Cemburu' dengan Manufaktur

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
24 March 2020 14:11
Pengusaha pusat belanja menilai pemerintah seharusnya jangan hanya memperhatikan sektor manufaktur.
Foto: Seorang wanita terlihat mengenakan masker saat berjalan melewati pusat perbelanjaan yang hampir sepenuhnya kosong di Beijing. (AP Photo/Mark Schiefelbein, File)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha pusat belanja menilai pemerintah seharusnya jangan hanya memperhatikan sektor manufaktur, namun juga sektor ritel di tengah wabah virus corona (COVID-19). Pelaku ritel dan mal mulai berpikir soal PHK bila kondisi ini tetap berlanjut.

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan menilai sejauh ini industri ritel belum mendapatkan stimulus apapun untuk meringankan beban usaha. Di sisi lain, ia terlihat cemburu karena sektor manufaktur begitu mendapat 'karpet merah' dalam beragam kemudahan.

"Ini kondisi yang buruk. Paling penting gimana pemerintah bantu kita. Kemarin hanya manufaktur yang dibantu, ritel nggak dibantu sama sekali. Padahal ritel banyak sekali pekerja yang bekerja disana. Jadi saya kira perlu ada perhatian juga baik dari pemerintah pusat maupun daerah," kata Stefanus kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/3).



Permintaan stimulus tersebut tidak lepas dari 'suramnya' kondisi industri ritel saat ini. Beberapa mal besar di Jakarta sudah mulai memilih untuk tutup, di antaranya Plaza Indonesia yang memutuskan untuk tutup sementara waktu. Mal bergengsi itu akan tutup 25 Maret 2020 hingga 3 April 2020, juga pusat perbelajaan lainnya.

Sementara pemerintah daerah, seperti Pemkot Bogor juga membatasi jam operasional untuk sejumlah tempat keramaian, seperti pusat perbelanjaan dan toko swalayan.

Apalagi, tanpa pembatasan tersebut pun, pusat perbelanjaan sudah mulai ditinggalkan masyarakat akibat social distancing. Dengan kondisi seperti itu pun, belum ada stimulus yang menghampiri dunia ritel.

"Stimulus larinya nggak ke kita. Lari ke manufaktur. Mestinya stimulus ke ritel juga ada. Tenant-tenant, pusat-pusat belanja saya kira penting banget, sebab itu berhadapan langsung dengan pembeli, berhadapan langsung dengan kebutuhan sehari-hari kan. Kalau itu kolaps, semua itu kolaps jadinya," sebut Stefanus.

Ia lalu menyebut beberapa stimulus yang bisa membantu sektor ritel, di antaranya pemberian stimulus pembebasan pajak penghasilan (PPh). Lagi-lagi, ia melihat industri manufaktur terlihat lebih dispesialkan.

"Perlu ada keseriusan seperti manufaktur, kan manufaktur langsung ke (pengusaha) itu kan hanya impor, padahal kita (ritel) yang penting sekali untuk dalam negeri sendiri, gimana apa sementara ini PPh ditiadakan beberapa bulan 6 bulan ini, sebab itu mengurangi beban perusahaan dalam rangka memelihara karyawan," katanya.

Pertengahan Maret ini, Pemerintah memang memberikan stimulus fiskal kepada 19 sektor industri manufaktur dalam bentuk relaksasi bea masuk impor bahan baku dengan melakukan pembebasan bea masuk.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan stimulus fiskal yang dimaksud dalam rangka memudahkan industri untuk mengimpor bahan baku ke dalam negeri.

"Berdasarkan usulan Kadin [Kamar Dagang dan Industri], ada 19 sektor manufaktur yang terdiri dari 1.022 HS Code bahan baku industri," kata Agus Gumiwang saat melakukan konferensi pers di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (13/3).

[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Tak Ada Lagi Mal Baru di Jakarta, Kota Ini Malah Tambah Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular