
Corona Bawa Defisit APBN Melebar Rp 62,8 T Dalam Dua Bulan
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
18 March 2020 16:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan defisit APBN sejak Januari-Februari 2020 sudah mencapai Rp 62,8 triliun atau mencapai 0,37% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto).
Defisit tersebut melebar sebesar 16,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang sebesar Rp 54 triliun atau 0,34% dari PDB.
Sri Mulyani mengatakan, defisit tersebut terjadi karena penerimaan pajak yang mengalami tekanan, sementara belanja negara tetap tinggi.
"Pendapatan negara growth minus 0,5% dibandingkan tahun lalu yang tumbuh 8,5%," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan APBN Kita yang digelar via Video Conference, Rabu (18/3/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 152,9 triliun, turun 5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 160,9 triliun.
Sementara penerimaan bea cukai sebesar Rp 25 triliun, atau tumbuh 51,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 16,5 triliun.
Jika digabungkan, penerimaan perpajakan mencapai Rp 178 triliun atau hanya tumbuh 0,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal di akhir Februari 2019, penerimaan perpajakan mencapai Rp 177,4 triliun atau tumbuh 10,1%.
"Untuk pajak, pendapatan DJP (Ditjen Pajak) termasuk PPh Migas sebesar Rp 152 triliun, ini turun 5%. Kita lihat memang pajak mengalami tekanan karena adanya risiko global maupun domestik," ujar Sri Mulyani saat live streaming, Rabu (18/3).
Sedangkan belanja negara hingga akhir Februari 2020 mencapai Rp 279,4 triliun atau tumbuh 2,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 161,7 triliun atau tumbuh 11% (yoy). Sementara transfer ke daerah dan dana desa hanya Rp 117,7 triliun atau turun 6,7% (yoy).
Secara rinci, realisasi transfer ke daerah mencapai Rp 116 triliun atau turun 4,2%.
(dru) Next Article Anggaran Pemulihan Ekonomi Sudah Disebar Rp 579 T
Defisit tersebut melebar sebesar 16,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang sebesar Rp 54 triliun atau 0,34% dari PDB.
Sri Mulyani mengatakan, defisit tersebut terjadi karena penerimaan pajak yang mengalami tekanan, sementara belanja negara tetap tinggi.
Sementara penerimaan bea cukai sebesar Rp 25 triliun, atau tumbuh 51,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 16,5 triliun.
Jika digabungkan, penerimaan perpajakan mencapai Rp 178 triliun atau hanya tumbuh 0,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Padahal di akhir Februari 2019, penerimaan perpajakan mencapai Rp 177,4 triliun atau tumbuh 10,1%.
"Untuk pajak, pendapatan DJP (Ditjen Pajak) termasuk PPh Migas sebesar Rp 152 triliun, ini turun 5%. Kita lihat memang pajak mengalami tekanan karena adanya risiko global maupun domestik," ujar Sri Mulyani saat live streaming, Rabu (18/3).
Sedangkan belanja negara hingga akhir Februari 2020 mencapai Rp 279,4 triliun atau tumbuh 2,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy).
Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 161,7 triliun atau tumbuh 11% (yoy). Sementara transfer ke daerah dan dana desa hanya Rp 117,7 triliun atau turun 6,7% (yoy).
Secara rinci, realisasi transfer ke daerah mencapai Rp 116 triliun atau turun 4,2%.
(dru) Next Article Anggaran Pemulihan Ekonomi Sudah Disebar Rp 579 T
Most Popular