Dampak Corona

80% Kamar Hotel di Bali Kosong, Karyawan Jadi Korban

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
12 March 2020 16:59
Sepinya kunjungan pariwisata di Bali akibat penyebaran virus corona (Covid-19) berdampak pada lesunya bisnis hotel.
Foto: Hotel Mewah Tempat Kim Kardashian Menginap di Bali. (Dok. Soori Bali)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepinya kunjungan pariwisata di Bali akibat penyebaran virus corona (Covid-19) berdampak pada lesunya bisnis hotel. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat, rata-rata okupansi hotel makin turun hanya 20%.

Artinya, ada 80% kamar kosong, khususnya di daerah-daerah yang banyak dikunjungi oleh wisatawan manca negara seperti Kuta, Sanur, Legian, Ubud, Jimbaran.

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menyebut, hal tersebut merupakan gambaran nyata dampak virus corona yang dirasakan oleh berbagai wilayah dengan destinasi wisata yang paling banyak diminati wisatawan baik mancanegara maupun domestik.

Kondisi tersebut membuat pihak hotel gencar melakukan efisiensi. Salah satu efisiensi terbesar ada pada biaya pegawai. Dia menyebut, ongkos untuk pegawai dipangkas hingga 50%.



"Karena perusahaan jaga cash flow. Kalau masuk semua kan 100%, sekarang perusahaan coba jaga di angka menurunkan 50% biaya tenaga kerja," ungkap Hariyadi Sukamdani di Jakarta, Kamis (12/3/20).

Namun, pemangkasan biaya pegawai tersebut tidak secara langsung dilakukan melalui mekanisme pemecatan alias PHK. Dia menjelaskan, dalam menjalankan bisnis hotel, para pelaku usaha biasanya memberlakukan 3 skema kepegawaian.

"Ada 3 jenis karyawan yakni harian, kontrak dan tetap. Nah, yang sekarang terjadi daily worker tidak dipakai. Yang karyawan kontrak dan permanen, itu sudah mulai terjadi mereka itu masuknya giliran, seperti di Bali," bebernya.

Tak hanya hotel, hal serupa juga terjadi pada bisnis restoran di Bali. Hanya saja, efisiensi biaya pekerja untuk bisnis restoran tidak serumit beban yang ada pada bisnis hotel.

"Lebih banyak memang karyawan kontrak. Relatif sedikit lebih less complicated, tidak terlalu rumit ketimbang hotel. Lebih bisa beradaptasi penyesuaian jumlah karyawan," urainya.

Di sisi lain, beban pengusaha hotel dan restoran yang juga perlu diefisienkan adalah pembayaran bunga pinjaman. Namun hal ini masih perlu kebijakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Biaya yang juga besar, kita minta OJK adalah relaksasi pinjaman. Yakni untuk bayar pokok dan bunga pinjaman," katanya.

[Gambas:Video CNBC]




(hoi/hoi) Next Article Uang Rp 30 Triliun Melayang Gegara 1.600 Hotel Tutup

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular