
Jeritan Pedagang: Sudah Corona Mengganas, Dolar Mengamuk Pula
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
09 March 2020 11:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha sektor riil paling terkecil mulai merasakan dampak virus corona dan tekanan kurs dolar. Pedagang pakan, peralatan, dan burung hidup misalnya, selain kena dampak wabah corona di China, juga kena tekanan menguatnya dolar terhadap rupiah.
Penulusuran CNBC Indonesia, sejumlah pedagang di Pasar Burung Barito, Jakarta Selatan mengakui adanya lonjakan harga beberapa barang impor, di antaranya dari China. Penyebabnya karena kurs dolar sedang tinggi-tingginya dua pekan terakhir. Selama ini burung hidup, pakan, kandang hingga peralatan lain banyak diimpor dari China.
"Kalau harga tukar dolar naik, biasanya harga beli kita juga jadi naik. Sehingga, mau tidak mau harga jual ke konsumen juga bakal naik," kata penjual burung Nani Kurniati akhir pekan lalu.
Ia menceritakan pengalamannya kala harus menyiapkan modal lebih besar kala kurs dolar sedang 'mengamuk' terhadap rupiah. Saat itu, ia rupiah mencapai titik terendah selama beberapa pekan.
"Kandang burung yang kecil biasanya dijual Rp.75 ribu, namun saat itu bisa Rp 100 ribu bahkan lebih, modalnya juga jadi lebih besar. Kandang burung besar (harga) naik juga tinggi. Yang biasanya Rp 300 ribu bisa jadi Rp 500 ribu," ungkapnya.
Adanya kenaikan itu membuat masyarakat sedikit menahan daya belinya, sehingga terasa adanya penurunan penjualan.
Namun bukan hanya kandang burung, milet sampai kwaci sebagai pakan burung juga banyak yang diimpor dari luar negeri. "Kalau dolar udah naik, terasa juga sampai pedagang-pedagang di sini, karena banyak barang impor," sebutnya.
Selain Nani, pedagang lain juga menyediakan kandang burung dan beragam barang dagangan lain. "Di sini barang impor dan lokal sama banyaknya, terkadang ada perbedaan harga. Misalnya yang impor lebih mahal tapi paling Rp 50 ribu selisihnya," sebutnya.
Pedagang burung di Ragunan, Dani juga kesulitan mendapatkan burung hidup yang dipasok dari China. Penyebabnya diduga karena adanya larangan impor hewan hidup dari China.
"Sekarang cari barang susah, mulai dari burung, pakan, kandang. Harganya juga lebih mahal," kata Dani.
Pada Senin (9/3/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.342. Rupiah melemah 0,53% dibandingkan posisi akhir pekan lalu. Sedangkan di pasar spot, nasib rupiah juga nelangsa. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.350 di mana rupiah melemah 0,91%.
Pemerintah memang melarang impor hewan hidup dari China semenjak merebaknya wabah corona di Negeri Tirai Bambu. Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto telah menerbitkan peraturan menteri perdagangan (Permendag) No 10 tahun 2020 tentang larangan sementara binatang hidup dari (RRT/China). Ketentuan ini berlaku efektif sejak 7 Februari 2020.
"WHO telah menyatakan wabah virus corona yang berasal dari Wuhan RRT sebagai darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional, sehingga pemerintah perlu mengambil langkah perlindungan bagi kesehatan masyarakat dan pencegahan penyebaran virus corona ke dalam wilayah Indonesia," jelas pertimbangan Permendag tersebut.
Berdasarkan pasal 2 Permendag No 10, menegaskan bahwa importir dilarang mengimpor binatang hidup berasal dari RRT atau transit dari RRT. Apabila importir sudah telanjur mengimpor binatang hidup yang dilarang sampai di pelabuhan saat ketentuan Permendag berlaku, maka importir wajib mengekspor kembali ke negara asal atau memusnahkan hewan tersebut.
(hoi/hoi)
Penulusuran CNBC Indonesia, sejumlah pedagang di Pasar Burung Barito, Jakarta Selatan mengakui adanya lonjakan harga beberapa barang impor, di antaranya dari China. Penyebabnya karena kurs dolar sedang tinggi-tingginya dua pekan terakhir. Selama ini burung hidup, pakan, kandang hingga peralatan lain banyak diimpor dari China.
"Kalau harga tukar dolar naik, biasanya harga beli kita juga jadi naik. Sehingga, mau tidak mau harga jual ke konsumen juga bakal naik," kata penjual burung Nani Kurniati akhir pekan lalu.
Ia menceritakan pengalamannya kala harus menyiapkan modal lebih besar kala kurs dolar sedang 'mengamuk' terhadap rupiah. Saat itu, ia rupiah mencapai titik terendah selama beberapa pekan.
"Kandang burung yang kecil biasanya dijual Rp.75 ribu, namun saat itu bisa Rp 100 ribu bahkan lebih, modalnya juga jadi lebih besar. Kandang burung besar (harga) naik juga tinggi. Yang biasanya Rp 300 ribu bisa jadi Rp 500 ribu," ungkapnya.
Adanya kenaikan itu membuat masyarakat sedikit menahan daya belinya, sehingga terasa adanya penurunan penjualan.
Namun bukan hanya kandang burung, milet sampai kwaci sebagai pakan burung juga banyak yang diimpor dari luar negeri. "Kalau dolar udah naik, terasa juga sampai pedagang-pedagang di sini, karena banyak barang impor," sebutnya.
Selain Nani, pedagang lain juga menyediakan kandang burung dan beragam barang dagangan lain. "Di sini barang impor dan lokal sama banyaknya, terkadang ada perbedaan harga. Misalnya yang impor lebih mahal tapi paling Rp 50 ribu selisihnya," sebutnya.
Pedagang burung di Ragunan, Dani juga kesulitan mendapatkan burung hidup yang dipasok dari China. Penyebabnya diduga karena adanya larangan impor hewan hidup dari China.
"Sekarang cari barang susah, mulai dari burung, pakan, kandang. Harganya juga lebih mahal," kata Dani.
Pada Senin (9/3/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.342. Rupiah melemah 0,53% dibandingkan posisi akhir pekan lalu. Sedangkan di pasar spot, nasib rupiah juga nelangsa. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.350 di mana rupiah melemah 0,91%.
Pemerintah memang melarang impor hewan hidup dari China semenjak merebaknya wabah corona di Negeri Tirai Bambu. Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto telah menerbitkan peraturan menteri perdagangan (Permendag) No 10 tahun 2020 tentang larangan sementara binatang hidup dari (RRT/China). Ketentuan ini berlaku efektif sejak 7 Februari 2020.
"WHO telah menyatakan wabah virus corona yang berasal dari Wuhan RRT sebagai darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional, sehingga pemerintah perlu mengambil langkah perlindungan bagi kesehatan masyarakat dan pencegahan penyebaran virus corona ke dalam wilayah Indonesia," jelas pertimbangan Permendag tersebut.
Berdasarkan pasal 2 Permendag No 10, menegaskan bahwa importir dilarang mengimpor binatang hidup berasal dari RRT atau transit dari RRT. Apabila importir sudah telanjur mengimpor binatang hidup yang dilarang sampai di pelabuhan saat ketentuan Permendag berlaku, maka importir wajib mengekspor kembali ke negara asal atau memusnahkan hewan tersebut.
(hoi/hoi)
Most Popular