Jika Pertumbuhan China Cuma 3,5%, Indonesia Berapa Dong?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 March 2020 13:53
Jika Pertumbuhan China Cuma 3,5%, Indonesia Berapa Dong?
Foto: Harga Masker Melonjak Tajam Karena Virus Corona. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Gara-gara virus corona, pertumbuhan ekonomi China terancam melambat signifikan. Dengan peran China yang semakin penting di perekonomian dunia, perlambatan di Negeri Tirai Bambu pasti dirasakan oleh negara-negara lain, tidak terkecuali Indonesia.

Perkembangan penyebaran virus corona memang kian mengkhawatirkan. Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis pada Sabtu (7/3/2020) pukul 11:43 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 102.186. Dari jumlah tersebut, China mendominasi dengan 80.651 kasus. Sementara total korban jiwa tercatat 3.491 orang. Paling banyak juga terjadi di China yaitu 3.070 orang.




Akibat penyebaran virus mematikan, aktivitas masyarakat di China terhambat. Banyak pabrik yang masih belum berproduksi, atau kalau sudah kapasitasnya belum optimal akibat para pekerja yang dirumahkan untuk mencegah penularan lebih lanjut. Belum lagi persoalan pelabuhan yang tak semua sudah beroperasi.

Sektor manufaktur China pun anjlok. Pada Februari, Caixin mencatat Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur China sebesar 40,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya dan menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI pada April 2004.



Menurut keterangan tertulis Caixin, upaya mencegah penyebaran virus corona membebani kinerja sektor manufaktur. Sebab utilisasi mesin dan karyawan memang masih minim.

"Produksi, pekerjaan baru, dan utilisasi karyawan turun ke titik terlemah dalam 16 tahun karena perusahaan memperpanjang masa liburan Tahun Baru Imlek untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut. Rantai pasok terpukul hebat, dengan waktu pengiriman yang bertambah sehingga perusahaan terpaksa meningkatkan penggunaan stok yang sudah ada," sebut laporan Caixin.

Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 hanya 3,5%. Jauh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6% dan jadi yang terlemah setidaknya sejak 1992.

 


"Sulit untuk melihat optimisme pada kuartal II, jadi sepertinya situasi baru berangsur normal pada semester II. Jika Anda berada di kota yang dikarantina atau terpaksa diam di rumah karena karantina swadaya (self quarantine), maka Anda tidak bisa pergi ke bioskop atau makan di restoran. Aktivitas ekonomi sangat terpengaruh," kata Rob Carnell, Head of Asia-Pasific Research di ING, seperti dikutip dari Reuters.

Masalahnya, gangguan produksi dan rantai pasok bukan cuma berdampak kepada China tetapi seluruh dunia. China adalah perekonomian terbesar kedua dunia, dan negara eksportir nomor satu. Kalau produksi di China seret, maka pabrik-pabrik di seluruh dunia akan terpengaruh terutama karena kesulitan bahan baku/penolong.


[Gambas:Video CNBC]



Indonesia adalah salah satu negara yang berpotensi jadi korban. Ketergantungan Indonesia terhadap produk impor bahan baku/penolong dari Negeri Panda begitu tinggi.

Mengutip riset DBS, negara-negara yang tergantung dari pasokan bahan baku/penolong (intermediate goods) dari China adalah Vietnam, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Di negara-negara tersebut, porsi impor intermediate goods dari China mencapai lebih dari 20%.

DBS
 
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lima produk terbanyak yang didatangkan dari China sepanjang 2019 adalah sebagai berikut:




Kala pasokan dari China seret, industri dalam negeri akan kesulitan memperoleh bahan baku/penolong. Akibatnya, output industri bakal mengkerut. Padahal industri adalah penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.





Jadi sudah pasti perlambatan ekonomi dan industri China bakal mempengaruhi PDB Indonesia. Berdasarkan kajian Bank Dunia, setiap pelambatan pertumbuhan ekonomi di China sebesar satu poin persentase akan membuat ekonomi Indonesia melambat 0,3 poin persentase.

Dalam lima tahun terakhir, median pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I adalah 6,9%. Kita asumsikan angka tersebut sebagai baseline. Kalau pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 benar-benar 3,5%, maka ada penurunan 3,4 poin persentase dari baseline.

Jadi kalau ekonomi China melambat 3,4 poin persentase, Indonesia kena di berapa? Kita cari dulu baseline-nya ya. Dalam lima tahun terakhir median pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I adalah 5.01%, kita paka itu sebagai baseline.

Nah, kalau pertumbuhan ekonomi China berkurang 3,4 poin persentase maka dampaknya ke Indonesia adalah 1,02 poin persentase. Hitungan bodoh-bodohan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2020 bisa di bawah 4% tepatnya 3,99% dengan menggunakan baseline 5,1%. Kalau benar pertumbuhan ekonomi Indonesia cuma 3,99%, maka akan lebih parah ketimbang saat krisis keuangan global 2008-2009.

 

Well, ini memang hitungan bodoh-bodohan saja. Realisasinya bisa lebih lebih baik, meski untuk tumbuh di atas 5% agak sedikit sulit.

Sekarang yang penting adalah seluruh pihak bersiap dengan skenario terburuk. Pemerintah harus segera mengeksekusi stimulus fiskal, Bank Indonesia (BI) bisa memberi kelonggaran moneter lebih lanjut. Sebab kalau masih business as usual, bukan tidak mungkin hitungan bodoh-bodohan itu jadi kenyataan...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular