
500 Importir Dapat 'Karpet Merah', Pengusaha Lain Ngiri?
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
03 March 2020 17:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akan mempermudah proses impor bahan baku bagi importir produsen yang terkena dampak wabah virus corona. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sudah mengidentifikasi 500 importir dengan reputasi baik yang akan diberikan rekomendasi impor.
Importir tersebut umumnya berasal dari industri manufaktur antara lain industri plastik, tekstil, alas kaki, hingga baja. Namun, Wakil Ketua Bidang Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Johnny Darmawan mengklaim belum mengetahui nama-nama importir yang ditunjuk. "Oh saya nggak tahu itu," kata Johnny kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/3).
Mengenai jumlah yang 'hanya' 500 importir, Johnny tidak mempermasalahkan. Perusahaan dengan reputasi baik serta tidak melanggar hukum berhak mendapat layanan khusus. "Karena 500 itu Bu Sri Mulyani udah mempelajari kan, karena kalau memperhitungkan perusahaan kecil gede bisa puluhan ribu perusahaan," sebutnya.
"Tapi nanti kejadiannya ada yang ngiri kok saya nggak dapat? apa alasannya? apa kriteria? Tapi proses lah. Ide (penunjukkan) itu bagus lebih memudahkan sehingga bisa cepat berjalan," sebutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Shinta Widjaja Kamdani menyebut dengan memberikan rekomendasi kepada 500 importir saja, maka pengawasan bisa dilakukan maksimal.
"Track record importir yang baik bisa meminimalisir potensi kebocoran atau penyalahgunaan impor. Kalau pun terjadi kebocoran, pemerintah akan lebih mudah mendeteksinya berdasarkan anomali kegiatan impor si perusahaan, misalnya bila jenis barang yang diimpor tiba-tiba menjadi jauh lebih banyak dari kegiatan impor perusahaan biasanya," kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/3).
Shinta meminta pemerintah untuk tetap mengawasi dibukanya 'karpet merah' impor bahan baku untuk produsen industri manufaktur dalam negeri.
Dikhawatirkan, pelonggaran dalam impor bahan baku justru dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan berlebih, yang dilihat dari kebocoran impor. Apalagi, memperburuk defisit neraca perdagangan yang dari tahun ke tahun kian naik karena besarnya angka impor.
"Meskipun ada relaksasi impor, pemerintah tetap perlu memonitor kegiatan impor yang dilakukan untuk mengantisipasi risiko pelebaran defisit perdagangan nasional agar tidak berada di luar kemampuan kita dalam menciptakan stabilitas ekonomi," kata Shinta.
Ia bukan tidak menyadari defisit neraca perdagangan sudah pasti akan melebar akibat kondisi disrupsi supply global. Apalagi, harga supply bahan baku industri di level global juga cenderung naik. Namun, bukan berarti tidak bisa diminimalisir.
"Besaran defisit seharusnya bisa diantisipasi kalau aktivitas impor-ekspor terus dipantau sehingga kita bisa menghindari economic shock. Di sisi perusahaan agar fair perlu melakukan impor secara bertanggung jawab," katanya.
"Pemerintah berhak untuk mengaudit dan melakukan pengecekan ke perusahaan apabila merasa ada anomali terhadap kegiatan impor perusahaan selama ini, khususnya apabila anomali terjadi pada perubahan jenis impor atau mengimpor barang yang sebelumnya belum pernah diimpor. Karena ini bisa menjadi indikator terjadinya kebocoran atau penyalahgunaan impor," kata Shinta.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan pihaknya sedang mematangkan kebijakan ini dengan kementerian perdagangan. Dalam beberapa hari ke depan akan keluar ketentuannya.
Ia membocorkan perusahaan yang sudah bersertifikat kemudahan kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama akan mendapat fasilitas ini. Artinya para perusahaan tersebut sudah punya reputasi bagus dalam hal kepabeanan.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Importir tersebut umumnya berasal dari industri manufaktur antara lain industri plastik, tekstil, alas kaki, hingga baja. Namun, Wakil Ketua Bidang Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Johnny Darmawan mengklaim belum mengetahui nama-nama importir yang ditunjuk. "Oh saya nggak tahu itu," kata Johnny kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/3).
Mengenai jumlah yang 'hanya' 500 importir, Johnny tidak mempermasalahkan. Perusahaan dengan reputasi baik serta tidak melanggar hukum berhak mendapat layanan khusus. "Karena 500 itu Bu Sri Mulyani udah mempelajari kan, karena kalau memperhitungkan perusahaan kecil gede bisa puluhan ribu perusahaan," sebutnya.
"Tapi nanti kejadiannya ada yang ngiri kok saya nggak dapat? apa alasannya? apa kriteria? Tapi proses lah. Ide (penunjukkan) itu bagus lebih memudahkan sehingga bisa cepat berjalan," sebutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Shinta Widjaja Kamdani menyebut dengan memberikan rekomendasi kepada 500 importir saja, maka pengawasan bisa dilakukan maksimal.
"Track record importir yang baik bisa meminimalisir potensi kebocoran atau penyalahgunaan impor. Kalau pun terjadi kebocoran, pemerintah akan lebih mudah mendeteksinya berdasarkan anomali kegiatan impor si perusahaan, misalnya bila jenis barang yang diimpor tiba-tiba menjadi jauh lebih banyak dari kegiatan impor perusahaan biasanya," kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/3).
Shinta meminta pemerintah untuk tetap mengawasi dibukanya 'karpet merah' impor bahan baku untuk produsen industri manufaktur dalam negeri.
Dikhawatirkan, pelonggaran dalam impor bahan baku justru dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan berlebih, yang dilihat dari kebocoran impor. Apalagi, memperburuk defisit neraca perdagangan yang dari tahun ke tahun kian naik karena besarnya angka impor.
"Meskipun ada relaksasi impor, pemerintah tetap perlu memonitor kegiatan impor yang dilakukan untuk mengantisipasi risiko pelebaran defisit perdagangan nasional agar tidak berada di luar kemampuan kita dalam menciptakan stabilitas ekonomi," kata Shinta.
Ia bukan tidak menyadari defisit neraca perdagangan sudah pasti akan melebar akibat kondisi disrupsi supply global. Apalagi, harga supply bahan baku industri di level global juga cenderung naik. Namun, bukan berarti tidak bisa diminimalisir.
"Besaran defisit seharusnya bisa diantisipasi kalau aktivitas impor-ekspor terus dipantau sehingga kita bisa menghindari economic shock. Di sisi perusahaan agar fair perlu melakukan impor secara bertanggung jawab," katanya.
"Pemerintah berhak untuk mengaudit dan melakukan pengecekan ke perusahaan apabila merasa ada anomali terhadap kegiatan impor perusahaan selama ini, khususnya apabila anomali terjadi pada perubahan jenis impor atau mengimpor barang yang sebelumnya belum pernah diimpor. Karena ini bisa menjadi indikator terjadinya kebocoran atau penyalahgunaan impor," kata Shinta.
Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan pihaknya sedang mematangkan kebijakan ini dengan kementerian perdagangan. Dalam beberapa hari ke depan akan keluar ketentuannya.
Ia membocorkan perusahaan yang sudah bersertifikat kemudahan kepabeanan atau Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama akan mendapat fasilitas ini. Artinya para perusahaan tersebut sudah punya reputasi bagus dalam hal kepabeanan.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular